10

Part-10

Kelebatan ingatan akan percintaan yang panas muncul di ingatan

Tasya samar-samar dan tidak jelas, tapi dia tidak mampu mengingat

semuanya, kenapa dia tidak mampu mengingat semuanya? Tasya

teringat minuman cairan yang berwarna keemasan itu

Ia merasa malu dan jijik pada dirinya.apa yang telah terjadi pada tubuhnya

"Aku tak tau apa yang aku minum semalam,tapi kau bajingan karena mengambil keuntungan saat aku mabuk"

Sepertinya kata-kata tasya mengena di hati alaric karena rahang

lelaki itu tampak mengeras, marah.

Alaric memakai pakaianya dan Alaric naik di atas ranjang dan mencekram rahang tasya agar mau menatap matanya

"Apapun yang kau katakan, satu hal yang pasti, kau sudah menjadi

milikku. Dan seperti yang kubilang, segala sesuatu yang menjadi

milik Alaric alfero tidak akan pernah bisa lepas dariku, kecuali aku

melepaskanmu... atau aku membunuhmu!"

Dengan kasar alaric melepaskan cengkeramannya di rahang tasya,

membuat tubuh tasya terdorong lagi ke ranjang, lalu dengan langkah

tegas, melangkah keluar kamar sambil membanting pintu di

belakangnya.

Tasya menangis menatapi nasipnya yang sudah berantakan ia dengan tertatih berjalan menuju kamar mandi

Ia menatap tubuh telanjang nya yang terpantul di kaca yang ada dikamar mandi tersebut.banyak bercak keunguan di sekitar area leher dan dadanya ia kembali menangis dan berusaha payah mengosok tubuhnya di bawah shower,ia berusaha menghilangkan bekas yang di tinggalkan alaric pada tubuhnya ia merasa jijik dengan apa yang terjadi

Berharap bahwa ia bermimpi buruk untuk saat ini

tasya mengusap

air matanya dengan kasar. Tidak! Dia sudah cukup menangis, dia harus

melawan, dengan segala cara!

alaric boleh saja menjamah tubuhnya tapi tidak dengan memilikinya.tasya wanita bebas dan ceria, wanita bebas yang tak kenal takut kini akan berusahauntuk menghancurkan alaric. Tunggu saja, dia hanya belum punya kesempatan.

ia keluar dari kamar mencoba untuk keluar dan meloloskan diri ia tak tahan jika ia harus hidup di dalam penjara ini

Saat ia telah sampai di pintu depan mension ia tau bahwa alaric sudah pergi.tapi ada sebuah tangan yang menariknya dengan kasar

"Mau kemana kau!!''alaric membentak tasya

"Aku hanya ingin keluar dari tempat ini." bentak tasya marah, frustrasi

karena alaric menggunakan ancaman licik untuk mencegahnya melarikan diri.

"Kau milikku, dan tidak ada milikku yang bisa keluar dari sini tanpa seizinku."

"Atas dasar apa kau melarangku??" tasya berteriak marah, "Aku bukan milik siapa siapa, apalagi lelaki jahat sepertimu aku cuma mau keluar dari Sini aku muak terhadapmu, muak atas semua yang ada di sini. Aku cuma mau keluarr!"

"Kau mau keluar hah??"alaric mencengkeram lengan tasya lagi, di

tempat yang sama hingga tasya merasa lengannya memar,

"Mari aku antar kau keluar!"

Tak ada yang berani menolong ketika tasya berteriak-teriak dalam

seretan alaric. Sepertinya kemarahan alaric adalah hal biasa di

rumah ini dan tidak ada satupun yang berani melawan laki-laki itu.

Alaric membawa tasya masuk dan menariknya ke ujung lorong, ke jendela kaca lantai dua

yang mengarah langsung ke balkon.

Dengan kasar alaric mendorong

Tasya keluar lalu mendesaknya ke ujung balkon, hingga kepala tasya

mengarah ke bawah dan menatap ngeri ke kolam renang yang sangat

luas di bawahnya.

Kolam itu tampak sangat bening dan dalam. Tasya bergidik. Dia menyesal tidak bisa berenang apakah alaric akan mendorongnya ke bawah? alaric benar-benar mendesak tubuh tasya sampai ke ujung balkon, membuat

kepalanya terbungkuk ke bawah, sementara tangannya di pegang alaric di belakangnya

"Kau lihat itu? Salah sedikit aku melemparmu ke bawah kepalamu

bisa pecah terkena ubin pinggiran kolam," napas alaric sedikit

terengah oleh kemarahan

"Kau perempuan tak tahu diuntung,

harusnya kau bersyukur atas kebaikan hatiku padamu dan keluargamu, hingga kau masih bisa hidup sampai sekarang.... Tahukah kau kalau aku bisa dengan mudah mencabut nyawamu kapanpun aku

mau."

"Tuhan yang berhak mencabut nyawaku, bukan ibilis seperti kau." tasya berteriak berusaha menantang meski jantungnya makin berpacu

kencang diliputi ketakutan luar biasa.

"Perempuan tidak tahu terimakasih," alaric mendorong tasya lagi

sampai ke ujung.

"Ada kata-kata terakhir?"

Tasya memalingkan kepalanya sehingga tatapan matanya yang penuh kebencian bertemu dengan mata dingin alaric

"Terimakasih karena

sudah membebaskanku." Lalu tubuh tasya benar benar terlempar, melayang di udara kemudian meluncur ke bawah, ke kolam renang dalam itu.

"Ayah ibu maaf kesalahanku yang selama ini mungkin menyakitimu".tasya berkata dalam hati

Sedetik kemudian tubuh tasya terbanting menembus permukaan

kolam lalu tenggelam, tasya tidak berusaha menyelamatkan diri,

membiarkan tubuhnya makin tenggelam dalam kolam itu.

Matanya menggelap dan memejam, dan entah berapa banyak air

kolam yang tertelan olehnya, napasnya terasa sesak dan paru-parunya Mungkin saja sudah penuh.

Oh Tuhan... aku akan mati...

Ketika tasya sudah sampai di titik akan kehilangan kesadarannya,

terdengar ceburan lain yang tak kalah kerasnya di kolam. Tak lama

kemudian sebuah lengan yang kuat merengkuhnya dan mengangkat

tubuhnya, lalu membawanya ke permukaan.

Tubuh lemas tasha di baringkan di lantai di pinggiran kolam, lalu dia

merasakan perutnya di tekan dengan ahli hingga aliran air yang

tertelan keluar.

tasya memuntahkan banyak air dan terbatuk-batuk kesakitan. Paruparunya masih terasa begitu sakit dan nyeri Siapakah penolongnya?

Apakah dia memang belum diizinkan mati? Tangan kuat itu terus

menekan hingga seluruh cairan terpompa keluar dari perut tasya.

Mata tasya mulai buram, kesadarannya semakin hilang, ketika suara itu terdengar tenang di atasnya,

"Panggil dokter."Itu suara Alaric Apakah alaric yang menyelamatkannya? Lagi

pula... kenapa lelaki itu menyelamatkannya?