Pukul 9 malam si gadis remaja ini uring-uringan di atas sofa yang empuk seperti ular kepanasan. Dia melirik arah depan tempat tidur ukuran medium sosok lelaki yang sedang serius memainkan laptopnya di atas pangkuan kedua pahanya.
"Om, cari makan yuk!" Prilly mencoba mengajak lelaki itu, mengharap si lelaki itu setuju dengan ajakan tapi sayangnya tidak sesuai dengan harapan. Lelaki itu masih sibuk dengan laptop-nya.
"Issh ... Om, please deh jadi manusia itu jangan terlalu cuek kali kenapa sih? Aku benar-benar lapar banget loh," ucap Prilly menatap lelaki itu dari dekat.
Tak berapa lama Prilly kesal dengan sikap lelaki sok cuek itu, dia dengan muka cemberut bangun dari posisi duduknya. Kemudian mengarah untuk keluar dari kamar penginapan tersebut. Sedangkan lelaki yang sedang sibuk sama layar laptop-nya pun menangkap bayangan gadis remaja untuk keluar dari kamarnya.
Setelah Prilly keluar dari kamar tersebut dia pun memasuki lift menekan tombol tujuan. Terus dia kelupaan bahwa dia tidak mempunyai uang sepersen pun. Untuk kembali ke kamar dan mencoba pinjam uang sama orang yang menginap dengannya. Tapi dia urungan niatnya karena percuma juga, boro-boro pinjam ajak bicara sama lelaki itu saja dia lelah.
Kedua pintu lift itu terbuka lebar-lebar tanda tujuan telah sampai, Prilly keluar dari lift itu, dia melirik sekitar tempat ada di hotel tersebut. Sambil mencuci mata dia menemukan tempat yang bisa di jadikan santapan gratis. Tapi sebelum itu dia mencoba mencicipi, untuk urusan bayar belakangan saja, pikirnya.
*****
Aliando Pov
Ting... Tong...
Ada bel dari arah kamarku, siapa? Bukannya cewek aneh itu membawa kartu. Jangan bilang menghilangkan kartu kamar ini lagi. Ini akan merepotkan bagiku. Ternyata bukan, seorang pelayan dari restoran dari hotel.
Ada apa ya? (batin Aliando)
"Dengan Bapak Aliando Syarief Putra?" ucapnya.
"Ya, saya sendiri. Ada perlu apa?" jawabku
kemudian pelayan itu memberikan kertas bill padaku.
"Apa ini?" tanyaku heran
"Pembayaran makanan, Pak," jawabnya
"Hah? Pembayaran? Saya tidak memesan makanan." tanyaku kaget.
"Untuk itu saya tidak tahu, saya hanya ditugaskan untuk menagih saja, Pak," jawab pelayan itu.
Pasti cewek aneh itu.... batinku.
"Bagaimana, Pak?" tanyanya.
"Baiklah, berapa semuanya," jawabku.
"Dua juta lima ratus enam puluh tiga ribu delapan puluh lima rupiah koma enam sen," sebut pelayan itu. Aku terbelalak mendengarnya.
"Apa?! Berapa?!" Sekali lagi aku bertanya. Tidak salahkan aku mendengar nilai pembayaran makanan itu?
Aku mengecek kembali bill di tangan pelyan itu. Ya Tuhan, bangkrut hidup ku.
"Kembaliannya untuk kamu saja," ucapku.
"Terima kasih, Pak," ujarnya lalu pergi dari kamar inap ku.
Aku kembali masuk dan untuk menutup pintu itu. Tiba-tiba muncul cewek aneh sialan itu dengan santai berjalan sambil memegang kedua perutnya yang terisi penuh.
"Makasih, ya, Om. Sudah bayarin ... sering-seri—"
"Tidak ada!" potong ku langsung.
"Ih ... Om. Jangan marah dong. Habisnya aku nggak punya uang sepersen pun di kantong. Apalagi uangku lenyap gara-gara bayar imigrasi bandara. Kalau aku mati kelaparan gimana? Om mau tanggung jawab. Mau kabari ke mama papa ku?" cicit Prilly panjang lebar.
"Di mana rumahmu?" tanyaku.
"Buat apa tanya rumahku? Aku nggak punya rumah," jawabnya
"Kamu kabur dari rumah?" tanyaku sekali lagi.
"Tidak! Siapa bilang aku kabur. Aku mau liburan ke New York. Terus, Om kenapa tidak melakukan penerbangan. Malah santai di sini?" jawabnya lalu kembali bertanya padaku.
"Ini'kan karena kamu juga. Tidak asal menuduh saya ambil obat terlarang," jawabku.
"Sembarangan saja, kok aku. Yang aku sebut pria yang baru masuk ke dalam pesawatkan bukan cuma om saja. Jangan terlalu Kege-eran deh jadi cowok," katanya sewot.
Pasrah sajalah hadapi dengan cewek aneh ini. Sudah salah masih mengelak, sepertinya hidupku bakal banyak cobaan hadapi cewek abal-abal ini.
****