Patricia tersentak dari tidurnya. Bayangan pelecehan itu hadir dalam tidurnya. Mimpi menyebalkan karena mengharapkan orang lain yang hadir dalam mimpinya.
Tetapi menginginkan Dimitri bercinta dengannya terdengar lebih mustahil dari selamat dari kejaran Blackfire. Meskipun setiap sel tubuhnya berteriak minta dipuaskan oleh pria yang kini mendekat ke arahnya, ia tidak bisa memenuhinya.
'Mengapa seleraku begitu berat. '
"Kau belum tidur? " tanya Dimitri.
"Aku terbangun karena mimpi buruk," jawab Patricia.
Dimitri semakin mendekat, setiap langkah yang diambil pria itu seolah menambah detak jantung Patricia. Sangat terlihat jantan dan siap mendominasi. Bagaimanapun Patricia sangat menginginkan didominasi pria ini.
Bruk.
Dimitri merebahkan tubuhnya di ranjang. Dia masih dalam ekspresi yang sama yaitu dingin, cuek dan menyendiri.
Melihat posisi ini, Patricia mendesah pasrah melihat ia satu ranjang dengan Dimitri. Ukurannya memang besar dan cukup untuk mereka berdua.
Yang bermasalah adalah Dimitri itu seorang pria asing tanpa status yang paling penting tanpa hubungan darah dengannya. Jadi sudah sewajarnya jika dia khawatir.
Kecuali jika Dimitri adalah penganut paham jeruk makan jeruk maka Patricia tidak perlu khawatir. Jangan salah faham. Patricia khawatir bukan karena takut Dimitri mewujudkan keinginannya untuk membuatnya menjerit nikmat, tetapi Patricia lebih takut jika dirinya yang menyerang Dimitri karena efek jablai yang ia sandang. Dia lebih dari siap untuk melepaskan status perawannya pada Dimitri.
"Siapkan dirimu, nanti malam kita diundang pesta pemilik hotel ini."
Dimitri berkata tanpa melihat ke arah Patricia. Tanpa gadis itu ketahui, sebenarnya Dimitri bukan pria munafik yang tidak tertarik dengan seorang wanita, apalagi yang tersegel. Tapi dia bukan bajingan yang memaksakan diri pada wanita. Itu melukai harga dirinya sebagai seorang Casanova yang digilai para serigala betina diluar sana.
Patricia tidak menjawab, dia berusaha menata kembali otaknya yang berantakan karena pria di sisi ranjang. Dia butuh seratus persen fokus untuk menjawab Dimitri yang memancarkan feromon mematikan.
"Bagaimana mungkin aku bisa bersiap, " gumannya lirih. Baju saja hanya tinggal yang melekat di badan. Itupun pemberian tuan merah bermulut tajam tapi seksi ini.
Sedangkan Dimitri masih acuh tak acuh, dia membuka celana panjang berbahan dan meninggalkan boxer. Dia sangat butuh tidur karena lelah.
"Aw, ini tidak bagus. Aku butuh berbagai mantra untuk mengalihkan mataku dari pantat kerasnya yang seksi, " gerutu Patricia.
Patricia sempat tertegun saat Dimitri membuka celananya. Dia bisa melihat gundukan jelas di balik boxer gelap yang dipakai Dimitri. Itu sangat besar dan Patricia tidak bisa membayangkan jika ukuran tertidur yang sudah besar itu terbangun.
"Oh ya ampun. Otakku semakin menggila. "
Gerakan Dimitri membelakangi dan menutup kakinya membuat Patricia mengeluarkan desahan kecewa. Dia sangat tidak rela jika matanya kehilangan kesenangan yang langka. Kesenangan berupa memperhatikan kaki berbulu lebat. Sebab, dia tidak mungkin mengharapkan melihat bulu lain yang lebih lebat dari kakinya.
Meskipun tau dia diperhatikan oleh gadis di belakangnya, Dimitri hanya menarik sudut bibirnya dan tidur di ranjang. Sesaat kemudian dia tertidur pulas dan tak terganggu dengan suara apapun.
Hening...
"Mengapa kau membelakangiku, Dimitri. Padahal aku ingin menikmati wajah tampan yang menolongku. "Patricia berguman lirih.
Karena tidak tau harus melakukan apa, Patricia mulai berjalan ke kamar mandi. Berendam di bathtub bukan ide yang buruk.
Asap mengepul karena perpaduan air hangat dan dingin. Rasa nyaman menghampiri dirinya saat air hangat bersentuhan dengan kulitnya.
"Hah... Nyaman sekali."
Tak terasa dia tertidur di bak mandi karena merasa nyaman. Di dalam kamar hotel bernuansa romantis ini, mereka beristirahat dengan cara yang berbeda.
Selang satu jam kemudian Dimitri terbangun. Pandangannya langsung mencari keberadaan Patricia. Dia langsung bangkit begitu tidak menemukan Patricia di kamar. Dimitri mulai mencari keberadaan gadis itu di kamar mandi.
Ceklek.
Mata jadenya terpaku melihat sosok gadis bersurai pirang madu hasil pewarna rambut yang tertidur di bathtub. Kulit yang mengkilap dan tampak lembut karena terkena air. Wajahnya juga kemerahan karena uap air.
"Rupanya seperti ini tubuh gadis itu." Sudut bibirnya tertarik ke atas. Dia mendengus geli sambil mengamati lebih seksama lekukan tubuh yang samar-samar terlihat dari balik air tempat Patricia berendam.
"Nghh..."
Merasa lehernya pegal, Patricia bangun dari tidur cantiknya. Hanya saja, mata emerald miliknya langsung menangkap sosok Dimitri yang berdiri dan bersandar dipintu. Tangannya ia silangkan kedepan dada, kakinya sedikit terbuka lebar. Entah mengapa pose itu membuat Patricia berpikir jika Dimitri terasa semakin maskulin dan hot.
Spontan dia berdiri karena teringat jika mereka adalah buronan Mafia penguasa Kenned. Otaknya belum sepenuhnya fokus. Gadis itu lupa dengan keadaannya yang polos dan berada di dalam air.
"Hehehe genit." Dimitri terkekeh tanpa mengalihkan pandangannya dari tubuh Patricia.
"A..apa? Genit!" Patricia agak bingung dengan ucapan Dimitri. Lalu secara instring ia melihat kondisi tubuhnya yang tanpa busana dan basah.
Kyaaa!!
"Kamu yang genit, cepat keluar!"' Patricia langsung mengubur dirinya dalam bathtub.
"Dasar mesum. Mata merah mesum, menyebalkan...!"
"Aku tunggu di bawah." Jawab Dimitri acuh tak acuh keluar dari kamar meninggalkan Patricia yang malu setengah mati.
"Ah menyebalkan, menyebalkan iiih." Patricia merana karena tubuhnya dilihat pria tanpa penghalang apapun. Dia lupa jika beberapa menit yang lalu menginginkan pria itu membuatnya menjerit nikmat.
Dimitri melangkah menuju kamar hotel yang diketuk seseorang. Sosok itu adalah Helena yang membawa pesanan baju dari Dimitri.
"Aku rasa ini akan terlihat cantik untuk kekasihmu, tuan. "
Dimitri mengambilnya. Dia mengangguk dan memberi sebuah tips untuk Helena.
"Selera yang bagus. Terima kasih. "
"Dengan senang hati tuan. Ini adalah pelayanan dari hotel, " jawab Helena sopan. Dia kemudian berbalik meninggalkan Dimitri yang menutup pintu hotel.
"Sampai kapan kau akan terus di kamar mandi? " tanya Dimitri.
"Iya, aku akan keluar, " jawab Patricia dari dalam.
Gadis itu kemudian keluar dengan hanya mengenakan handuk. Kulitnya yang putih merona menarik perhatian Dimitri. Itu berkilau karena basah dan terlihat lembut.
Pandangan Dimitri jatuh pada bibir Patricia yang mungil dan penuh. Orang akan mengasosiasikan bibir itu dengan benda yang menggoda untuk dinikmati. Seperti es yang menggoda oramg yang sedang kehausan. Begitu menggoda.
Sayangnya Dimitri tidak terlalu suka menggoda gadis di saat bertugas. Mungkin sudah terlalu lama ia tidak menggoda gadis dan mungkin gadis di depannya ini akan menghancurkan prinsipnya untuk tidak tergoda.
"Aku tidak menyangka jika ini akan menjadi tugas yang sulit. " Dimitri menggerutu. Otaknya tidak ingin bekerja sama dengan hormonnya. Mereka terus bertengkar untuk memutuskan dia meniduri gadis ini atau tidak.
"Maaf, kau mengatakan sesuatu? " Patricia merasa mendengar jika pria itu mengatakan sesuatu.
"Tidak, bersiaplah. "
Tbc