Bab 1

"Aku mencintainya Sonia," kata Yusuf dengan wajah bahagia.

"Huhhhhh, dasar laki-laki plin plan!" Byon berseru dengan suara keras.

Seisi kamar Byon pun terkikik melihat ekspresi Byon.

"Dasar maniak sinetron!" protes Imaniar sambil mencibir kea rah Byon yang masih serius melihat layar televise.

Aku dan Dini pun ikut tertawa melihat Byon sang pecinta sinetron. Namun, sesaat tadi aku juga sempat larut dalam sinetron itu. Jalan ceritanya mengingatkan ku dengan kejadian beberapa tahun yang lalu. Apalagi nama tokoh wanitanya sama dengan namaku—Sonia.

Well, namaku Sonia Redlyn. Jika seseorang melakukan riset berdasarkan nama pasti mereka akan berpikir aku adalah wanita bule atau blesteran, tapi kenyataannya tidak seperti itu. Yah, bisa dibilang aku bule lokal—campuran original solo dan surabaya.

Nama Sonia Redlyn adalah pemberian kedua orang tuaku. Menurut mereka nama itu berawal karena papaku adalah penggemar brand elektronik Sony dan mama adalah penggemar warna merah, jadi begitulah akhirnya namaku tercipta.

"Eh, ngomong-ngomong gimana kabar Armand ya?" Imaniar terdiam sejenak, berhenti membalik majalahnya lalu menoleh padaku yang juga meliriknya.

Aku segera membuang pandanganku dari Imaniar dan kembali membalik majalah di tanganku.

Aku mendesah pelan, “Kenapa nama itu tiba-tiba muncul lagi?” desahku dalam hati sambil membalik kembali majalah yang kini sudah tidak menarik lagi bagiku.

"Dimana dia sekarang ya? Reuni angkatan kita kan dua minggu lagi, tidak seorangpun tahu dia dimana." Imaniar mengangkat bahunya, terlihat dari ekor mataku yang masih penasaran dengan reaksinya.

Aku mendongak dan mendapati tiga sahabatku sedang melihat ke arahku.

“A—Apa?” Aku menatap mereka dan segera mengalihkan pandanganku ke arah lain.

Aku kembali mendongak saat Imaniar meremas punggung tanganku.

"Apa?” Aku mendesah panjang. “Jangan lihat gue gitu. G—gue juga nggak tahu," kataku berusaha mengucapkannya dengan nada sedatar mungkin.

"Sejak lulus kuliah gue nggak pernah tahu dia dimana, serius!" sahutku lagi dengan cepat.

Sesaat perhatian kami teralihkan saat ponsel Byon berbunyi.

"Hallo, ByonCe di sini,” sahut Byon dengan nada centil.

Kami pun geleng kepala, begitulah Byon, sedikit centil dan manja.

"Udah tanya sama anak-anak lain?" kali ini Dini yang membuka suara.

"Udah," sahut Imaniar lemah sambil cemberut.

"Udah di Fb, bbm, twitt, IG, WA, pokoknya yang berbau sosmed sudah semua!" kata Imaniar dengan wajah lesu.

"Mungkin pindah planet," sahutku acuh sambil terkikik.

"Resek nih anak! Sama mantan segitunya bencinya ya," sahut Byon sambil meringis menatapku.

"Mantan? Si—Siapa?" tanyaku gugup.

"Bukannya elo sama Armand pacaran?" tanya Dini.

"Kapan? ngaco! cetak besar, blok dan digaris bawahi ya. Gue sama dia cuma teman biasa! B-I-A-S-A!!" kataku dengan penuh penekanan pada kata biasa.

"Ishhh! Sekampus juga tahu kalian berdua pacaran!" seru Imaniar sambil terkekeh.

"Astaga. Ck! Udah ah, itu gosip yang udah kedaluwarsa, udah basi!" ucapku sambil mengemasi barang-barangku.

"Udah datang jemputannya ya?" tanya Dini.

"Udah sampai pagar." Aku tersenyum dan segera memasukkan barang-barangku dengan asal, perbincangan tentang masa lalu tentu saja tak pernah menarik.

"Besok pagi ada meeting di kantor, manager gue baru! Mau tidur cepet." Aku mencomot strowbery yang tersisa lima biji.

"Cabut dulu ya..." Kataku lalu menenteng tas dan beberapa majalah.

"Hati-hati ya. Nggak gue anter ya," kata Byon sambil melambai dan aku hanya tersenyum.

"Iya, nggak papa!" sahutku cepat.

"Tenang aja, dia udah ketemu kok!” Byon tersenyum lebar padaku dan tentu saja membuat alisku berkerut.

“Dia Sudah di bumi lagi sekarang!" celetuk Byon.

"Ketemu," gumamku pelan dan spontan terdiam menatap Byon yang masih tersenyum lebar padaku.

Aku membuka mulutku lalu kembali ku tutup rapat-rapat bibirku, aku menggeleng pelan lalu berlalu dari hadapan Byon.