Tidak salah untuk berharap,
Tapi harus tahu kapan waktu untuk berhenti.
--
Pagi-pagi sekali Anggi harus menghadapi dua cowok yang berdiri di depan pintu rumahnya. Yang satu dengan wajah tampan, satunya lagi dengan wajah penuh luka lebam. Mereka berdiri sejak pukul pagi sementara Anggi baru membukakan pintu satu jam kemudian.
"Mau apa kalian?" tanya Anggi sinis.
Si cowok dengan wajah lebam tersenyum tengil yang dibuat-buat sok kalem, dia Arkan. "Gue mau jemput lo sebagai permintaan maaf."
"Anggi udah janjian sama gue buat berangkat bareng pagi ini," sanggah Satria dengan cepat.
"Gue nggak bilang iya kalau lo lupa, Sat," sanggah Anggi lagi pada Satria.
Senyuman kemenangan terbit di wajah Arkan. "Itu artinya Anggi berangkat bareng gue."
"Dan gue juga nggak bilang iya sama lo, Arkan!" tandas Anggi dengan nada kejam.
"Anggi, lo masih marah sama gue?"