Aku menggeliat dan menguap lebar ketika mendengar suara ketukan pintu yang agak kuat dari luar. Secara perlahan aku membuka mata kemudian duduk dengan sempoyongan. Aku menggaruk kepala dan beberapa bagian yang terasa gatal.
Setengah sadar, aku melihat jam kamar, dan aku terkejut ketika melihat kamar ini lain dari kamarku yang di dumai maupun di rumah ibu.
Namun untuk beberapa saat akhirnya aku sadar kalau aku berada di tempat Ali.
Pasti yang ngetok pintu Ali.
Dengan cepat aku memeriksa segala hal yang bisa merusak imeg-ku di depan Ali. Aku berdiri di depan cermin lemarinya dan sangat terkejut melihat ada bekas iler di pipiku.
"Aihhhh" desisku.
Udah tuir aja masih suka buat pulau Pril.
"BENTAR" teriakku pada Ali. Aku sangat yakin bahwa itu Ali.
Maka dengan waktu terbatas, aku berusaha merapikan diri yang sangat iyuw
Bisa-bisa si Ali batal ndeketin aku.
Aku segera mencuci muka dan menyikat gigi secepat mungkin. Kemudian mengeringkan dengan handuk lalu memoles sedikit bedak namun tetap terlihat natural. Tak lupa aku juga memakai lipstik sangat tipis dibibirku, kemudian memberi beberapa semprot parfum yang wanginya tak terlalu menyengat.
Tok-tok-tok
Lagi-lagi pintu di ketuk dari luar, aku menarik nafas secara teratur agar tidak terlalu ngos-ngosan, kemudian membuka pintu.
"Ya ampun Pril, kamu baru bangun ya?" tanyanya sambil melepas sepatu.
Aku terkekeh karena tak tau harus jawab apa. Malu lah anak gadis bangun kesiangan, itu yang selalu ibu katakan kepadaku. Dan sekarang aku benar-benar merasakannya.
Anak gadis macam apa aku ini??
"Kamu pake parfum?" tanyanya saat melewatiku yang berdiri di pintu.
Aku terkekeh lagi "Iya biar ngga bau" ujarku.
Aku kemudian menundukkan wajah saat Ali mengamatiku lebih dekat
Jangan sampe dia tau aku pake bedak sama lipstik.
"Kamu juga pakai bedak sama lipstik?"
Ck, kok tau sih. Pura-pura ngga tau napa sih Li, biar aku ngga malu.
"Ahh, Ali. Kamu pura-pura ngga tau aja napa sih" aku menutup wajahku dengan malu.
"Aku malu tau kalo keliatan jelek depan kamu" ujarku sambil menggigit bibir, berusaha menahan malu.
Ali terkekeh agak lama sambil memandangi wajahku. Dari sela-sela jariku, aku melihat ia mengusap wajahnya dengan geli.
Aku jadi semakin ragu untuk membuka tanganku.
"Ya ampun, pantes aja buka pintunya lama" katanya.
"Kamu ngga perlu lakuin itu tau ngga. Toh, nanti juga kalau kita nikah aku bakal tau baik buruknya kamu" tambahnya.
Iya juga sih.
Tapikan ini aksi jaga-jaga biar kamu ngga kabur Ali, sampe kita bener bener nikah.
Aku secara perlahan menurunkan kedua tanganku, menatap ke arah lain asal tidak Ali. Dia masih menatapku lekat hingga mampu membuatku salah tingkah.
"Please deh Li, jangan liatin gitu banget. Aku ngerasa kayak punya utang, tau ngga" cetusku menyampaikan ketidaknyamanan ini.
"Kamu lucu tau ngga sih?"
"Apanya yang lucu coba?"
"Lucu aja." ujarnya tertawa.
"Ahhh, udah ah, sana kamu kerja. Cari uang yang banyak untuk tujuh turunan"
"Ya ampun Pril, untuk nikahin kamu aja modalnya belum cukup, malah nyuruh nyari untuk tujuh turunan." komennya.
"Ya abis kamu nyebelin, pake ngetawain aku segala"
"Namanya juga lucu. Udah ah, itu aku bawain makanan buat kita sarapan"
"Apaan nih?" tanyaku segera duduk dan membuka bungkus nasi. Ali mengambil mangkok dan minum.
"Itu nasi sama soto ayam" katanya sambil meletakan minum dan dua mangkok yang sudah ada sendoknya.
"Yahh Ali, aku kurang suka sama soto ayam"
Ali membuka karet soto ayam ku yang masih terbungkus kemudian menuangnya ke mangkok "Nih cicipin dulu, dijamin enak"
Dan benar saja, soto ayam yang dibeli Ali ini rasanya enak. Aku sampe susah berhenti, padahal biasanya aku bener-bener ngga suka sama yang namanya soto.
"Kamu abis ini mau berangkat Li?"
"Nanti, jam sepuluh. Kenapa?" emeng-emeng ini jam tengah sembilan para pemirsa.
"Itu, aku agak ngga nyaman sama uang yang berserak di kamar"
Ngga nyaman yang bagaimana sampe bisa bikin tidur lupa bangun.
Tapi bener aja ya saudara, dikamar Ali ada uang dimana aja. Aku gatau itu uang dia atau karena pekerjaan, tapi yang pasti semalam aku terkejut waktu masuk ke kamarnya. Seketika mataku langsung merah dan niatku pengen cepat-cepat nikahin dia makin besar....wuahahaha. Dasar matre gue.
"Aku belum sempet selesain ngitungnya mangkanya masih berserak"
"Kamu ngga takut hilang apa ya?"
"Kan yang di dalam cuma kamu"
Iss, dia percaya banget sama gue. Gak tau aja kalo gue suka nyelipin banyak-banyak.
"Ih, kamu gabisa sembarangan gitu Ali. Kalo aku orang jahat gimana?"
"Ya kan kenyataannya kamu bukan orang jahat"
"Jadi kamu ngiranya aku orang baik gitu?"
"Ngga sih, aku ngga ngira kalau kamu itu orang. Soalnya kamu kelihatannya kayak malaikat"
Aishhh.
"Apaan sih?" tepisku ngga terima. Padahal dalam hati berkembang-kembang.
"Kamu dirumah aja?" tanyanya.
Tuh kan udah buat anak orang melting malah ngga tanggung jawab ngubah topik pembicaraan.
"Ya abis mau kemana?" kamunya sibuk kerja.
"Siapa tau mau belanja"
Males. Ngga ada yang nemenin. Kecuali kalo kamu ngirim bawahan kamu yang ganteng buat nemenin aku...hehehe...
"Ngga usahlah"
"Oh, yaudah, kalo gitu aku ganti baju dulu"
"Loh, kamu kan udah pake seragam"
"Ini seragam Abrey, mangkannya agak kebesaran dikit"
"Kenapa kamu udah pake seragam?"
"Tadi apel pagi, aku udah kesini tapi kamunya ngga bangun dipanggil-panggil"
Ibu, maafin anakmu yang mempermalukanmu. Anak gadis macam apa yang susah dibangunin gebetan.
Aku terkekeh malu "Maafin aku ya, emang udah dari zaman bahorok susah dibangunin"
Ali terkekeh "Iya, aku ngerti. Tapi usahain agak berubah" nasihatnya sambil menutup pintu kamar.
Yahhh, kok ditutup sih. Ganti
disini aja kali bang biar adek cuci mata.
Aku merapikan sampah soto dan mangkok Ali, meletakkannya ke westafel. Perut kenyang justru membuatku jadi semakin ingin malas-malasan. Aku meletakkan bokongku di atas tempat tidur Ali yang berada di depan tv.
Iya, dia punya dua tempat tidur, satu ada di kamar dan satu lagi di depan televisi. Bahkan yang didepan televisi ini springbed-nya punya anak, maksudnya springbed kecil lagi. Dan asal kalian tau, springbed Ali yang lagi ku duduki ini masih ada plastiknya.
Huahaha, masih baru.
"Ali"
"Emh" jawabnya, kini ia sudah memakai celana dinas namun dengan atasan kaos polos yang di dalamnya bikin mata ngga polos lagi.
Huaaaa...ada roti sobek yang kayak Sehun punya.
Aku segera mengenyahkan pikiran kotor yang bersemayam di pikiranku.
"Gio udah punya istri?"
"Iya, udah"
"Terus semalam kamu tidur di rumah mereka?"
"Istrinya zgo itu pramugari, jadi semalam masih ada penerbangan"
Wuahh, aku takjub. Udah polisi liburnya dikit, pramugari susah ketemunya dan malangnya mereka jodoh.
"Jadi mereka jarang ketemu dong?"
Ali duduk di samping ku sambil mengecek ponselnya, uhhhhh harumnya itu loh, langsung terasa ngundang buat meluk.
"Iya gitu deh, tapi abis penerbangan bulan ini, istrinya Abrey berhenti kerja atas permintaan Abrey"
Aku hanya mengangguk.
"Oh ya, kamu masih sering kabar-kabaran sama Ero?"
"Masihlah, dia kan temen aku dari kecil"
"Ero suka ceritain aku ngga?" tanyaku kepedean. Ya siapa tau kan diem-diem Ero ngepromosiin aku ke Ali.
Ali terkekeh geli "Kepedean banget sih. Ngapain juga Ero nyeritain kamu" ujarnya gemas sambil mengacak rambutku sebentar.
Yahh, kok cuma bentar sih.
"Ya siapa tau gitu, dia promosiin aku ke kamu"
Ali lagi-lagi terkekeh "Dia ngga akan promosiin kamu, orang dia sendiri tau kalau aku suka sama kamu"
Apa??
Apa tadi yang Ali bilang?
Aku ngga salah dengarkan?
Sumpah demi apapun aku ngga bisa bernafas. Yang bener aja dia udah naksir duluan sama aku, upilnya Xiumin.
Ini untuk pertama kalinya aku mgerendahin diri jadi upilnya Xiumin.