Ssst... Gue punya cerita serem.
Kalian mau tahu gak?
Kalo mau tahu sini, biar gue certain.
Cerita seremnya adalah....
BESOK SENIN!!!
Ya, entah kenapa hari Senin adalah hari yang di sakralkan. Pasalnya, setiap sekolah asti melakukan tradisi Upacara Bendera pada hari itu. Namun, kenapa hari Senin menjadi horror? Padahal Upacara kan salah satu cara kita untuk mengenang jasa para pahlawan terdahulu.
Ternyata, selain upacara, yang menjadikan hari senin horror adalah Pelajarannya.
Biasanya di hari Senin diisi oleh pelajaran yang padat, berat, hingga menuntuk otak kita bekerja lebih keras. Ditambah guru-guru killer yang mengajar menjadikan hari Senin menjadikan hari termalas yang sempurna.
Setelah piket, Nia bersandar di beranda kelas untuk memanjakan tubuhnya yang pegal setelah menyapu ruangan. Dari atas sana, ia bisa melihat bagaimana orang-orang sibuk mempersiapkan hal-hal yang diperlukan dalam upacara. Dengan ditemani kicauan burung gereja juga terik matahari yang cerah, Nia turut melihat siswa-siswa yang baru datang berlalu lalang dibawah sana. Di sisi kanan lapangan, tiga orang yang bertugas sebagai pengibar bendera menggerakkan kakinya untuk berjalan di depan. Dua cowok dan satu cewek, posisi mereka si cewek ini menjadi center dan memegang lipatan bendera di tangannya. Setelah menyamakan ketukan langkah mereka dua cowok tersebut melencangkan satu tangan untuk meluruskan barisan dengan si cewek. Sementara disebelah mereka ada satu cowok berwajah tegang karena ia terpilih menjadi ketua upacara tanpa persiapan.
Sementara di sisi kiri lapangan, dari kelas pengolahan sudah berbaris dari setengah jam yang lalu. Kelas tersebut berbeda dengan yang lain, setiap upacara kelas X TPHP sudah tetap menjadi paduan suara dalam upacara. Dan itu turun temurun. Tahun berikutnya, generasi berikutnya lah yang menjadi paduan suara, bukan mereka lagi. Nia sempat menjadi salah satu dari mereka. Iya! Gadis itu pernah ikut paduan suara yang merupakan eskul wajib kelas pengolahan, tapi ia malah melalaikan eskul kewairausahaan yang merupakan ekstrakulikuler jurusannya sendiri (Dasar anak bangor banget ya. Yang wajib ditinggalkan, yang sunah dijalankan.). Namun, ia hanya turut dalam beberapa minggu saja. Bahkan tidak ada sebulan. Mungkin beban baginya yang harus datang lebih pagi. Bukan hanya untuk cek sound, tapi hari senin adalah jadwalnya ia piket.
Untuk menentukan letak barisan, setiap kelas memiliki palang besi ukuran 10cm bertuliskan nama kelas dan jurusan. Hal ini guna supaya barisan terlihat rapi. Juga tidak ada yang bingung dimana mereka baris. Pokoknya gitu deh. Untuk membedakan, tiap tingkatan kelas memiliki warna palang yang berbeda, kelas sepuluh berwarna biru, kelas sebelas berwarna hijau dan kelas duabelas berwarna merah. Eh, kayaknya ada yang terbalik deh. Entah kelas sebelas itu hijau atau merah, gue lupa hehehe.... Maklum, udah lulus empat tahun yang lalu.
Lihat deh dibawah sana, seorang tengah meletakan palang-palang tersebut dengan sejajar, ada seorang lagi yang menyiapkan microfon juga peralatan upacara lainnya. Kayaknya keduanya anak paskibra deh, terlihat dari penampilannya yang sangaaat rapih. Beda dari murid lain. Dan salut uga untuk anak paskib yang bersedia menyiapkan peralatan upacara dengan suka rela. Tapi gak tahu dalam hatinya ikhlas atau terpaksa? Hehehe...
Detik kemudian, Nia merasa rambutnya ada yang menarik. Ya, itu Lia.
"Ngapain lo disini? udah kayak anak ilang," ledek Lia.
"Males gue di dalem," balas Nia.
"Eh Ni, itu kelas kita barisnya dimana nanti?" tanya Lia sembari menyipitkanmata memandang kearah lapangan upacara. "Tadi gue mau liat, eh gue gak keliatan. Coba Ni liatin."
Nia turut menyipitkan matanya menatapp lapangan upacara, matanya menyapu palang berwarna biru untuk mencari posisi dimana kelasnya akan berbaris. Detik kemudian, gadis itu menemukannya. Ia menunjuk ke satu arah dan berkata, "Tuh Li, disitu."
"Oooh, terus sebelah kita kelas apa Ni?"
"TKR sama Kimia."
"Hah? Serius Ni? Aduuh ada mantan gue lagi diritu."
Mantaaan mulu yang diurusin. Dasar Lia.
"Eh lo cebong. Mau upacara kagak? Diem, diem bae. Ntar mah diomelin lo," kata Bagas yang hendak berjalan menuju lapangan dengan grup boybandnya. Perkataannya disetujui oleh Bagu yang berjalan disebelahnya.
"Ayo Ni," ajak Lia.
"Ayo apaan? Taruh dulu tuh tas lo," kata Nia menunjuk tas Lia dengan dagunya.
"Lia memukul pelan keningnya dan berkata, "Oh iya gue lupa. Gue naro tas dulu ya Ni, tungguin!"
"Siaaaap, Grak!"
Kaki pemimpin upacara terlihat gemetaran. Hal itu membuat para peserta upacara tertawa melihatnya. Sepertinya memang benar, laki-laki yang berdiri di barisan paling depan itu terpilih dengan ketidaksiapan.
Banyak yang berbisik membicarakan laki-laki itu, pertama satu dua orang, namun bertambah menjadi empat lima enam, dan bertambah lagi menjadi puluhan, hingga seluruh peserta upacara membicarakannya. Alhasil, suara bisikan dari tiap mulut bersatu hingga suaranya mengalahkan suara Pembina upacara walaupun menggunakan Mic.
"Hey, hey, hey, jangan ngobrol," kata Pembina upacara memperingati.
Satu per satu,upacara berjalan dengan lancar, hingga giliran menyanyikan lagu wajib nasional.
Sementara Drijen berjalan ke depan barisan untuk memimpin paduan suara, iseng-iseng Lia menyenggol lengan Nia yang baris disebelahnya. Nia pun menatap Lia dengan pandangan yang seolah berkata, kenapa?
"Tebak, kata lo ntar nyanyi lagu waib apa?" tanya Lia berbisik.
Ditanya seperti itu, Nia mengerutkan keningnya. "Mana gue tahu."
"Tebak aja."
"Hmmm...." Nia menatap langit seolah berpikir. Detik kemudian gadis itu menjawab, "Bagimu Negri."
"Kalo kata gue, Halo-Halo bandung."
"Kita liat ya mana yang bener."
Tepat setelah Lia berkata sepert itu, Drijen yang sudah siap di depan anak-anak padus berhitung mundur untuk member aba-aba bernyanyi. Kemudian mengayunkan tangannya seolah itu adalah alunan lagu yang akan dinyanyikan. Paduan Suara itu pun bernyanyi mengikuti gerak tangan tersebut.
"Yes, gue bener!" senang Nia. Lagu wajib yang dinyanyikan minggu ini adalah Bagimu Negri.
"Kok lo tahu sih Ni?" heran Nia.
"Orang tadi gue liat mereka latihan."
Setelah menyanyikan lagu wajib, dilanjutkan dengan pembacaan doa kemudian laporan kepada Pembina upacara, bahwa upacara selesai. Setelah menerima laporan, Pembina Upacara berjalan menghampiri Pemimpin upacara untuk menyalaminya. Membarikan applause karena sudah melaksanakan tugasnya dengan baik meskipun belum siap.
Detik kemudian terdengar suara tepuk tangan dari peserta upacara. Ini aneh sih, buat apa ada tepuk tangan selesai upacara?
Barisan pun di bubarkan. Kelas AP yang paling dulu meninggalkan lapangan karena kepanasan. Ibarat ikan, hewan tersebut tidak akan bisa berlama-lama berada di area yang kemarau. Lihat, Lia dan Nia saja sudah ada di lantai dua.
Dari depan kelas, keduanya bisa melihat bagaimana murid-murid kelas lain bertebaran layaknya semut yang bergerombol pada satu makanan itu diganggu hingga berhamburan kesana kemari. Karena setelah upacara, pelajaran kosong limabelas menit. Waktu tersebut dimanfaatkan oleh kelas paling pojok itu untuk bersenang-senang.
80% penduduk kelas pojok itu selesehan di depan kelas, termasuk WRfams. Mungkin terlihat kampungan, namun hanya dengan duduk-duduk seperti ini mereka bisa berbagi cerita juga bertukar pikiran dengan cara yang sederhana. Berbeda dengan sekarang, dulu jarang sekali murid yang memiliki ponsel pintar atau yang bisa internetan. Kebanyakan dari mereka memiliki handphone biasa yang hanya bisa telpon dan SMS.
"Maaf ya mas gak ada recehan," kata Fajar ketika keluar kelas melewati mereka.
"Maaf Bang, Maaf," sambung fajar mengikuti.
Anak-anak itu pun menyoraki dua anak yang hendak ke toilet itu. Satu dari mereka menyeleding kaki Fajar namun tak kena.
Meskipun isinya anak-anak nakal, kelas paling pojok ini bisa dibilang kelas tersolid. Mungkin karena aku berada dikelas itu hingga berpikiran seperti itu. Tapi coba bayangkan, berapa banyak kejadian yang membuatku merasa senang berada dia antara mereka. Sebagai perempuan pastinya memiliki beberapa hal yang tidak bisa dikerjakan sendiri. Sebagai sekertaris, kalau Nia ingin menulis catatan dipapan tulis tapi ada bekas materi dari pelajaran sebelumnya, gadis itu tidak sampai untuk menghapus coretan di papan tersebut. Hingga ia meminta bantuan Latief untuk menghapusnya. Atau saat pulang sekolah Lia sering mendapat tebengan dari Bagus.
Oh ya, satu lagi! Pernah ketika Nia membeli air mineral kemasan gelas dan lupa mengambil sedotan, ia meminta tolong Herman untuk membukakan minuman tersebut untuknya.
Kadang, hal kecil seperti itu pun anak cowok yang melakukannya.
Dasar.
Sementara yang lain diluar, suasana dalam kelas menjadi sepi. Hanya asa beberapa siswa disalam, yaitu ; Hadi yang sedang tidur, Nawir yang sedang berkutik dengan cincin akiknya, Aidil yang membaca Artikel padaponselnya, serta Lia dan Nia yang menggibah.
Ada Bagas, Bagus, Jonnatan juga yang berkutik dengan tigas Bio;ogi kelompok mereka.
Dalam cerita ini, kalian akan menemukan banyak sekali kegiatan Nia dan Lia sedang menggibah. Itu dikarenakan keduanya tidak tahu harus berbuat apa, sebab minimnya populasi perempuan dikelas itu. Satu-satunya yang bisa mereka lakukan hanyalah, mengobrol. Keduanya sering sekali disebut 'Cewek Bete' oleh teman-teman lelakinya, hal itu dikarenakan kalau salah satu diantara keduanya tidak masuk, yasudah mereka akan bosan seharian.
"Weh ada guru, ada guru!" seru Angga dan Khafi.
Anak-anak yang diluar pun masuk kedalam kelas dan duduk dikursinya masing-masing. Deni yang duduk disebelah Hadi mencoba membangunkan teman sebangkunya. Sementara Aidil memasukan ponselnya kedalam saku celana.
"Pasti si Boyband nih," kata Nawir ngedumel. "Boyben yang manggil guru. Orang mah biarin aja jam kosong kalo engga gurunya gak masuk aja sekalian."
Tak lama Pak Marta datang, diikuti Sandy dan Fuad. Benar kata Nawir, karena sudah setengah jam guru Kimia itu belum mengajar, Sandy berinisiatif untuk memanggil beliau ditemani sahabatnya, Fuad. Banyak yang protes memang kalau ada yang menjemut guru begitu, tapi memangnya tujuan kesekolah untuk apa?
Pak Marta duduk di kursinya, sementara Sandi member perintah untuk teman-temannya berdoa dan member salam kepada guru. Ya, tradisi ini dilakukan dari tingkat SD, SMP serta SMA. Namun, kelas paling pojok ini melakukannya hanya untuk pelajaran pertama. Pelajaran selanutnya sampai terakhir? Mereka hanya kedebak kedebuk duduk rapih dari aksi konyolnya.
Pelajara kimia sebelumnya belum dipelajari di tingkat SMP, apalagi SD. Ini adalah tingkat pertama untuk siswa kelas X mempelajari pelajaran tersebut dan Pak Marta lah gurunya. Setelah mengabsen, pria itu mengambil spidol dan menulis di papan tulis. Hanya satu kata yang ia tulis, yaitu ;
"MATERI"
Kata tersebut ditulis dengan huruf kapital juga size yang besar. Agar yang dibelakang juga melihatnya. Sambil menunjuk-nunjuk kata tersebut dengan spidolnya, Pakmarta berkata, "Sebelum kita mulai ke materi. Saya ingin tahu pengetahuan kalian tentang materi yang akan saya ajari. Kalian tahu? Pelajaran bukan sekedar bagaimana kalian mendapatkan pengetahuan dari apa yang kalian pelajari. Tapi sejauh mana pengetahuan kalian tentang apa yang akan kalian pelajari."
Kalimat bijak itu membuat seluruh murid terpaku. Tapi, kalian harus tahu. Kelas paling pojok ini menerapkan system masuk kuping kiri, keluar kuping kanan.
Tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi setiap pelajaran ketika guru-guru itu menjelaskan sesuatu dan bertanya apakah mereka mengerti atau tidak? Jawabannya adalah Mengerti. Dan berseru dengan lantang. Namun, ketika selesai menjelaskan materi dan mengerjakan soal latihan, nilai mereka tidak jauh dari dibawah 75. Jumlah mereka yang dapat nilai diatas nominal yang disebutkan bisa terhitung oleh jari. Sampai disini mengerti anak-anak?
Oke, kembali ke Pak Marta. Dia mau member pertanyaan.
"Kalian tau apa itu materi?" tanya Beliau.
Kelas paling pojok itu terdiam. Satu dari mereka tidak ada yang bersuara seolah tidak ada satu pun yang tahu jawabannya. Hening. Bahkan Aidil yang mendapatkan ilmu lebih dari artikel online-nya pun tidak mengeluarkan suaranya.
Kalian tahu kan, istilah tong kosong nyaring bunyinya?
Artinya apa anak-anak?
Iya, orang bodoh itu biasanya banyak cakap. Bukanya gue mau menjelek-jelekkan kelas paling pojok ini di cerita gue. Tapi, kalian bisa lihat sendiri. Saat tidak ada guru, semua bercanda, teriak-teriak, berbagi cerita. Pak Arjat pun mengatakan kalau suara mereka bisa terdengar sampai ke ruang guru yang jaraknya terlampaui oleh lapangan upacara.
Tak terasa waktu berlalu, untuk bisa bebas keluar dari penjara ilmu ini, harus menempuh pelajaran terakhir. Biasanya pelajaran terakhir itu adalah yang paling susah, kenapa? Karena pikiran kita udah dipenuhi oleh kata 'Pulang', juga imajinasi-imajinasi lain tentang apa yang akan dilakukan ketika sudah melewati gerbang sekolah nanti.
Hal itu menyebabkan penjelasan-penjelasan materi yang minim terserap oleh otak dan melemahkan system kekebalan tubuh terhadap omelan guru.
"Ni, tugas IPA gue udah belum?" tanya Denis menghampiri Nia yang sedang mengisi absen harian.
"Hah? Udah nih," jawab Nia.
Setelah selesai mengerjakan tugas kelompoknya, Nia langsung mengerjakan tugas kelompok Denis. Gadis itu membuka tasnya untuk mengambil satu makalah materi kelompok Denis dan CD yang berisi power point untuk presentasi. Detik kemudian, Nia menyerahkannya pada laki-laki itu.
"Kurang gak Ni duitnya?" tanya Denis memastikan uang yang diberinya kemarin tidak kurang.
"Nggak, udah santai aja," kata Nia.
"Serius nih. Lo kan udah bantuin kita, gak enak gue kalo sampai lo nombok."
"Iya gak apa-apa udah."
"Yaudah, makasih ya Ni."
Setelah mengucapkan terimakasih, Denis kembali ke kelompoknya. Nia pun kembali mengisi absen kelas. Namun, baru saja gadis itu mengambil pulpen dan hendak mengisi lembar absen didepannya. Beberapa murid menggerumuti mejanya. Gadis itu menapak mereka heran.
"Ni, gue juga bikini tugas Biologi dong."
"Gue juga dong Ni."
"Kelompok gue juga Ni."
"Tenang Ni, duitnya udah di siapin kok. Yang penting tugas selesai."
Nia hanya menggeleng kepala pelan. sepertinya ia akan berlama-lama di warnet dalam beberapa hari ini.