Sebelah Tangan

jujur saja pertemuan kembali dengan pria yang membuatku pernah jatuh itu cukup menggali kenangan masa lalu, mengungkit perasaan yang pernah menyelimuti hatiku, mengingat hal hal kecil yang justru membuat luka semakin menganga, meskipun hari itu aku memutuskan benar benar merelakannya pergi, namun kini perasaan itu datang lagi tanpa menunggu hatiku siap mereka ulang ingatan.

melemparku kembali ke masa masa Sekolah, hari kedua masuk SMA dimana kita semua duduk mengikuti Masa Orientasi Sekolah, tatkala seorang peserta MOS yang menghibur kami dengan penampilannya bernyanyi dan bermain gitar, seolah menjadi obat bagi siswa siswa lainnya yang sedang kelelahan mengikuti rangkaian kegiatan yang telah disusun oleh panitia Orientasi, seorang pria yang mencuri perhatian banyak siswi siswi kala itu, namun kelihatannya pria itu pasti sangat cuek.

Masa Orientasi Sekolah adalah masa kita diperkenalkan dengan semua peraturan yang berlaku di sekolah itu, dan segala hal lainnya yang mendukung kegiatan belajar kita selama duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, juga menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah yang baru. namun bagiku Masa Orientasi Sekolah adalah waktu semua orang mencari teman yang cocok dengan mereka, menyeleksi dari ratusan kepala yang mana yang paling mengerti dengan kita, tidak butuh waktu lama aku sudah menemukan orang orang yang cocok saja denganku, mungkin itu juga yang mereka rasakan sehingga kita masih terus berteman hingga sekarang, mereka Adalah Intan dan Shinta sahabatku.

kami bertiga selalu bersama sejak masa orientasi kemarin hingga sekarang kita duduk dalam kelas yang sama "X B" kita bertiga pun punya sifat yang berbeda namun itu menjadi pelengkap satu sama lain. Aku orang yang pemalu, Intan orang yang cuek dan penuh percaya diri, dan Shinta anak yang pintar dan rajin mengerjakan tugas kami, bukan hanya di sekolah bahkan hari hari diluar sekolah pun kita habisi bersama. orang tua kita juga tau kalau kita bertiga bersahabat.

suatu pagi di hari senin, aku lupa membawa topi sekolahku padahal hari ini kita upacara, dan aku tau semua siswa yang kurang disiplin pasti mendapat hukuman, termasuk yang tidak menggunakan perlengkapan upacara seperti topi atau dasi, aku sangat benci berdiri di barisan orang orang yang sedang dihukum pada saat upacara, ku periksa kembali tasku barangkali topiku hanya terselip di antara buku buku pelajaran, namun tak juga ku temui sementara sedikit lagi upacara di mulai.

sampai dari arah belakangku terdengar suara

"ini, pakai punyaku saja" Anak itu memberikan topi yang penuh coretan milikknya untukku.

Anak itu lagi, yang kemarin bermain gitar saat masa orientasi

"terus kamu pakai apa? sebentar lagi upacara dimulai" tanyaku

"aku sudah biasa dihukum kok" ia memberikan topinya lalu pergi.

upacara hampir selesai, anak itu masih di sana di tengah barisan orang orang yang diberi hukuman, matahari begitu terik menyinari dahinya orang yang rela dihukum demi menyelamatkanku, belakangan ku ketahui namanya Afdhan, teman temannya biasa memanggilnya dengan sebutan Adhan, anak yang katanya paling nakal di kelas "X c" tapi bagiku dia orang yang peduli

sepulang sekolah aku menunggu di depan sekolah untuk mengembalikan topinya sekaligus berterima kasih, jika sempat akan ku ucap juga maaf karena dia dihukum karena sudah meminjamkan aku topi miliknya, dari kejauhan ku lihat dia berlari ke arahku dengan menggendong tas gitar terlihat seperti terburu buru, aku melambaikan tangan padanya, dia menghampiriku, semakin dekat jaraknya padaku semakin dada ini berdetak kencang, dia mengambil topinya dari genggamanku tanpa sepatah katapun lalu pergi. aku yang juga terdiam saat dia hampiri, tak mengerti perasaan apa yang sedang ku rasakan sekarang.

dari kejadian itu, aku mulai menaruh rasa simpati pada anak itu, sampai kita naik kelas dua mengetahui afdhan masuk menjadi anggota Osis, aku pun juga mengajukan diri menjadi anggota osis berharap bisa berhubungan langsung dengan anak itu, bahkan saat dia tergabung dalam ekskul musik, aku pun berusaha untuk mendaftar ekskul itu, meskipun sama sekali aku tak tahu menahu perihal musik. dari situ dia jadi mengenalku, kita saling mengenal, namun aku harus tetap menyembunyikan perasaanku. tak lucu jika dia mengetahui aku yang sengaja ikut semua kegiatannya di sekolah hanya untuk berkenalan dengannya.

kian lama perasan itu tumbuh, namun aku hanya bisa memendam dan memendam, aku sudah membaca semua tulisan di blog pribadinya, diam diam menyaksikan ia bermain gitar sendirian di dalam ruangan ekskul, menjadi penonton setia ketika dia dan bandnya manggung, makan bersama di ruangan osis atau ruangan ekskul adalah suasana yang paling hangat dan nyaman sejauh ini, Afdhan anak yang penuh semangat dalam mengerjakan apapun, juga sesekali menggangguku yang sedang mengetik atau sedang ngobrol dengan teman teman Osis lainnya. rasanya ingin selalu diganggu saja olehnya setiap hari.

sampai satu ketika dia memanggilku dari depan kelas, Afdhan yang terlihat membawa sepucuk surat di tangannya dan ia terlihat canggung, aku berpikir akan sangat senang jika surat itu adalah sebuah ajakan makan siang setelah pulang sekolah darinya, ataukah hanya sekedar ucapan terima kasih karena sering membantunya itu sudah sangat membuatku senang.

"indi" dia memanggilku dari depan pintu kelas

aku pun menghampirinya "ada apa Afdhan?" tanyaku, tak sabar menerima surat itu.

"tolong berikan ini pada Intan" kata Afdhan dengan suara pelan.

mengetahui dia mengirim surat untuk Intan sahabatku sendiri, ada yang seolah runtuh, dari harapan yang sudah sekian lama ku bangun.

"awas jangan dibuka yah" tambahnya

ia melihat wajahku tapi tak sedikitpun ia tau perasaanku yang begitu mendalam, namun wajar lah jika ia lebih memilih Intan, Intan yang cukup cantik dan punya banyak kelebihan jika dibandingkan dengan aku. wajar juga karena aku hanya bisa memendam dan menyembunyikan perasaanku, untuk pertama kalinya aku rasakan tak layak dicintai sekaligus merasa kehilangan. kepergianmu meninggalkan kelasku ini seolah menjadi tanda kepergian engkau dari besarnya harapku, ku putuskan untuk perlahan menjauh dari hari harimu, dan itupun jika kau sadar. ini semua sudah berakhir tanpa ada kata kata perpisahan.

kubawa surat ini kepada Intan sesuai permintaanmu, harusnya aku baik baik saja kehilanganmu seseorang yang bahkan tidak pernah ku miliki, orang yang tak sedikitpun tau tentang perasaanku, namun tidak begitu kudengar kata hatiku, hatiku yang merontah tak ingin lepas, namun harus ku terima keadaan, bertepuk sebelah tangan. semoga kau memilih orang yang tepat, semoga ia orang yang cukup untukmu.

"Intan, ini ada surat dari Afdhan" kataku menghampiri meja Intan

"Afdhan? Afdhan siapa yah?" tanya Intan kebingungan

namun dia bahkan tidak mengenalimu, orang yang kau puja di dalam suratmu. meskipun begitu Intan adalah sahabatku, melihatmu bahagia bersama intan itu sudah cukup bagiku sekarang.

sampai intan membalas suratmu dan kalian menjadi sepasang pasangan yang cukup populer di sekolah. hingga di hari pelulusan tiba aku Intan dan Shinta dan semua murid di sekolah ini yang sedang menyaksikan penampilanmu di atas panggung di acara perpisahan dan pelulusan, sebelumnya Intan selalu bercerita tentangmu, mungkin cerita itu tak pernah kau ketahui, yang sepertinya Intan merasa ada ketidakcocokan dengan kalian, namun aku selalu meyakinkan Intan bahwa kau adalah orang yang baik, karena itu pilihannmu bahagiamu bersamanya.

disini aku yang memutuskan untuk pergi dari hidupmu, merelakan semua yang seharusnya memang tidak menjadi milikku, aku harus melangkah pergi, mengubur anganku dengan luka menjadi nisannya, andai kau tahu disini ada hati yang tulus yang pernah mengharapkanmu, dan ada hati yang ikhlas merelakanmu pergi dengan dia. namun aku selalu berdoa kepada sang pencipta agar kita di pertemukan kembali dalam pribadi yang berbeda, entah kelak dimana itu tempatnya.

~~~~~

kenangan beberapa tahun silam yang cukup menghujam ingatan, kini aku yang sudah sepenuhnya melepaskannya, ku jalani hari hari tanpa ada bayangannya lagi, dan memutuskan untuk menerima hati seorang pria yang katanya menyukaiku sejak pertama bertemu di tempat kerja kita di salah satu media TV dan media Cetak Ternama di Ibukota, namun kini kita harus terpisahkan oleh jarak karena aku di tugaskan untuk menjadi reporter di sebuah pelosok negeri dalam waktu yang cukup lama.

hari ini ku rasakan doa ku dulu dikabulkan oleh Tuhan, karena aku dipertemukan lagi oleh orang yang pernah ku relakan itu, dia masih belum tahu tentang perasaanku dulu yang begitu hancur dibuatnya, namun kini aku bersyukur banyak pelajaran yang dapat ku ambil dari itu, kini kita dipertemukan lagi dalam pribadi yang berbeda, pribadi yang lebih dewasa, apalagi dia sudah sangat berbeda, pemikirannya yang semakin matang, satu yang tak pernah berubah darinya, yaitu Rasa pedulinya yang tinggi terhadap orang lain.

~~~~~~

sebelah tangan

semusim menaruh hati padamu

pernah begitu percaya akan harapan yang semu

meski tak pernah kau lihat

hati ini pernah memberi isyarat

akan perasaan yang tak berbentuk kalimat

hanya sulit untuk mengungkap

begitu tinggi telah ku bangun harap

hingga kau patahkan begitu cepat

kau hancurkan begitu mudah

andai kau mengerti apa yang kurasa kini

kehilangan

meski tak pernah memiliki

melepaskan

meski tak pernah menggenggam

Indi