Dengan perasaan yang masih menimbang bimbang ketika tangan tipis berkulit putih itu hendak ngetuk pintu rumah. Tidak ada yang salah, cuma satu hal yang membuat dirinya sedikit takut yaitu karena melihat sebuah mobil tesla berwarna putih sudah terparkir rapih di garasi rumahnya.
Jantung nya berdegup kencang ketika jemarinya yang hampir saja ngetuk pintu ternyata malah kini terbuka dan menampilkan sosok pria yang benar-benar di hindarinya. Dia hanya berdiri di hadapan haura dengan kedua tangan yang melipat di depan dada serta mata nya yang menatap ke arah haura dengan sengit.
Disini haura yang bisa merasakan aura tidak enak hanya bisa nunduk mematung.
"Masuk!"
Haura menghela nafas secara perlahan ketika mendengar suara dingin pria itu yang kini sudah lenyap dari pandangannya dan kini ia mulai mengekor di belakangnya sambil menggeret koper berukuran sedang.
Matanya menelisik, mencari objek yang bisa saja menyelamatkan dirinya dari suasana mencekam disini, tapi tak ada objek itu seakan menghilang dari rumah ini.
"Duduk" haura menoleh dan mendapati tatapan pria itu masih sama ke arah dirinya.
"Ka-
"Gak ada yang suruh kamu ngomong" haura merutuk dalam hati atas kebodohannya.
"Dari mana?" menunduk tanpa menjawab pertanyaan nya itu yang bisa haura lakukan sekarang, nyalinya sudah terlalu takut dengan tatapan dinginnya yang mengintimidasi itu.
"Jawab ra"
"Udah pulang ra?" menoleh ke arah samping kiri, haura mendapati objek yang sedari tadi ia cari kini tengah menempati tempat di samping dirinya sambil memainkan handphone dalam genggamannya.
"Kak jo"
"Lee Haura! jawab dulu?" haura kembali menoleh ke arah depannya yang masih menatap dengan tatapan dingin.
"Siapa yang izinin kamu pergi? Gak ada kan" kata pria itu lagi sedikit menaikan nada bicaranya.
"Rara udah izin sama kak jo"
"Kakak kamu itu siapa?!"
"Rara gak pernah beda bedain, bagi rara kak jovan sama kak jun sama sama kakak rara. Rara ngaku salah emang, tapi kan yang penting rara udah minta izin dan pulang dalam keadaan selamat" haura berusaha untuk memberanikan diri menjawab pertanyaan dan menatap mata lawan bicaranya.
"Udah berapa kali kakak bilang? Kalau tanpa persutujuan kakak kamu belum bisa pergi kemanapun"
"Aku bukan anak kecil lagi!"
"Kamu tetep tanggung jawab kakak haura!"
Baik dirinya dan pria yang disebut sebagai jun itu sama-sama meninggikan suara. Ini yang membuat dirinya kesal setiap kali dirinya pulang ke rumah, yaitu omelan pria yang tak lain adalah orang yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri yang seakan akan masih menganggap ia rara kecilnya.
"Heh udah udah, rara baru pulang langsung masuk kamar. Lo kalau mau marah marah nanti sama gue dia baru pulang, capek!" jovan, pria itu yang sedari tadi diam kini angkat bicara dan menyuruh haura untuk bergegas menuju kamarnya.
___
Haura merebahkan badannya di atas kasur yang sudah seminggu lewat tak ia tempati. Netranya menatap ke arah langit langit kamar. Perasaan bersalah seketika muncul dalam benaknya atas kejadian beberapa menit yang lalu.
Cukup lama ia terdiam sampai otaknya menayangkan peristiwa 9 tahun lalu, peristiwa saat haura kecil masih berumur 11 tahun.
Gadis mungil yang menempatkan dirinya di antara semak untuk menutupi rasa sedihnya. Kedua kaki kecil nya terlihat sedikit membiru akibat terus berlari tanpa tentu arah menjauh dari berbagai penyiksaan atas fikiran yang belum mampu untuk ia mengerti.
Dirinya terus menangis sampai membuat bahu nya bergetar, berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya.
Kemana kedua orang tuanya? Siapakah ayah dan ibunya? Apakah kedua orang itu tidak menginginkan kehadirannya? Mengapa ia di taruh di tempat menyedihkan itu?
Jika selama ini yang ia anggap sebagai ibu kandungnya itu salah, lantas siapa ibu kandungnya? kemana sosok sang ayah yang selalu ia dambakan saat melihat teman teman di sekolahnya dapat memiliki itu?
Perlahan tetesan air mata itu mengalir di kedua pipi haura, mengingat betapa menyedihkan nya haura kecil saat itu.
Tetapi, satu hal yang dapat ia syukurkan selalu dalam hati. mengingat betapa beruntungnya haura kecil setelah peristiwa itu.
Bertemu dengan pria muda yang peduli dan rela membawa haura kecil masuk ke dalam kehidupannya, memiliki hidup yang layak dan berkecukupan atas kasih sayang meskipun juga bukan kasih sayang dari layaknya orang tua, namun sebagai keluarga yang berhasil mengantarkan haura kecil sampai sebesar ini.
Jun. Dia adalah orang yang selama ini menjadi penyemangat nya untuk selalu kuat dalam menjalani kehidupan. Merasakan betapa hangatnya keluarga meskipun tanpa sesosok kedua orang tua di sampingnya.
Lamunan nya terhenti ketika sebuah ketukan pintu menyadarkan dirinya.
"Ra, jangan lupa kebawah untuk makan. Gak usah mikirin bang jun, dia udah balik ke ruang kerja nya. Kalau perlu apa apa kak jo dikamar" ia tersenyum saat mendengar suara jovan dari arah luar.
"Iya kak"
Seo Jovan, pria itu memiliki kamar di samping dirinya di lantai dua, sedangkan Jun dia di lantai satu dengan ruang kerjanya yang juga berada di sana.
Jovan memang memiliki sifat sedikit berbeda dengan kakak nya itu. Ya mereka tentu saudara kandung yang terpaut tiga tahun.
Jun memiliki sifat yang keras kepala, dingin, dan over protektive meskipun di balik itu semua ia mempunyai jiwa yang lembut dan juga penyayang. Mungkin mereka yang ngeliat Jun dari sisi luar belum tentu bisa melihat sisi lembutnya dia.
Sedangkan jovan, ia emang sedikit keras hanya tak sekeras kepala jun, pria itu masih bisa untuk di ajak bernegoisasi dalam hal apapun asalkan orang itu masih bisa memegang kendali dan hal buruk tak akan terjadi menimpa diri 'nya. Itulah, untuk hal apapun terkadang haura lebih dekat dengan jovan, kecuali satu.
Ketika ia memerlukan tempat untuk bercerita dan mendapatkan sebuah saran haura akan terus mencari jun sebagai sandarannya. Dia adalah orang yang paling tepat menurut haura, bukan berarti jovan tidak, cuma ya... dirinya memang sudah nyaman dari awal untuk soal bercerita ke jun.
Soal hubungan haura dan jaebin, mereka berdua sudah tau dan tak ada yang melarang. Hanya satu pesan mereka, haura harus bisa jaga diri. Sebenarnya selain itu Jun tidak terlalu suka dengan jaebin ketika dirinya lagi membawa haura ke luar kota atau keluar negeri tanpa sepengetahuan atau izinnya dia.
Seorang jaebin dibilang berani ya jangan di tanya, dia berani menghadapi jun. Kalau Jovan, mereka berdua itu sudah berteman lama. Jovan itu pada masa perkuliahan mereka adalah kating nya jaebin, jadi mereka udah saling mengenal dan akrab sejak saat itu.
Soal cerita kehidupan haura, jaebin juga sudah mengetahui. Tapi beruntungnya haura, jaebin masih mau menerima dirinya apa adanya sekalipun dirinya tak berada dalam keluarga ini.