Gerbang yang tak sepenuhnya

Pagi itu, Muree bangun di ruang bawah tanah bersama para Amas lainnya. mau gamau mereka harus keluar cari bahan makan kan?. Nah Ciri dari Amas adalah 'memiliki tanda lahir membentuk nomor 12021'. Muree dan yang lain pun masih memikirkan akan hal itu, kenapa 12021? kenapa tidak yang lain? kenapa tidak hanya bulatan saja sama seperti masyarakat Ausseh? mereka tidak menemukan jawabannya.

mereka terpaksa menutupi dengan make up yang dibeli dari toko gelap khusus untuk para Amas yang menyamar menjadi rakyat Ausseh. Berhubung semua Amas itu warna kulitnya sama, jadi mereka harus jalan berpisah-pisah supaya penyamarannya berhasil.

"Amaseah, bagaimana pencarian sekarang? kemana kita sekarang?" bertanya Waya, dia pandai dalam berbicara, berguna saat kita ingin keluar masuk kota dengan mudah untuk berkeliaran mencari yang kita mau.

"hmm... kita harus mencari makan, namun aku bosan di kota ini terus. Ingin rasanya kita pergi dari sini." jawab Raye, si selalu bosan, selalu ingin cari yang baru. Namun dia adalah pencuri kunci yang handal.

"sepertinya kita harus segera berpindah tempat, karna aku mendengar sendiri ada hentakan kuda mengarah kesini sejauh 10 km dari barat, dan itu gerbang masuk kota ini." tegasnya dalam kengerian Bagaz, dia andalannya pendengaran tajam. 10 km saja bisa dia dengar.

Muree tanpa berpikir panjang, ia langsung berkata, "saatnya kita pindah kota, kalau bisa kita pindah ke desa. Atau kita ke hutan, membuat tunnel dan ruang bawah tanah yang besar untuk kita tinggali. sembari kita harus mencari gerbang menuju dunia Pneumas itu."

"kalian kepikiran gak? kalo gerbang itu, gak sepenuhnya gerbang?" tanya bian, si cerdas dan cerdik.

"maksudmu?"

"maksudku yah, aku melihat satu rel kereta yang aku lihat agak berbeda, Brastaviella namanya. Terkadang aku suka melihat gerbong single, dimana gerbong itu dipenuhi dengan warna putih dan tak berkarat sekalipun." Berkata Bian.

"Apa kamu yakin? itu menuju dunia Pneumas? jangan-jangan itu hanya jebakan agar kita kembali ke garis tengah dan semua menunggu kita untuk dibantai!" bertanya dengan tegas si Raye.

"sebentar, kapan kamu melihatnya? bagaimana kamu kesana?" tanya Muree.

"Waktu itu aku dan Waya pergi keluar kota, dan saat kami keluar, kita berpencar. aku melihat persis rel kereta itu berada diantara kota kita dan kota Predens. Namun waktu itu gerbong single putih itu sempat berhenti, mungkin karna dia tau bahwa aku itu Amas. Untungnya aku tidak segera masuk dulu." Jawab Bian.

"Tapi aku juga menemukan suatu clue yang bisa memperkuat bahwa itu jebakan." tegas Waya.

"maksudmu aku berbohong!?" terheran heran Bian.

"tidak, maksudku apa mungkin, sesimpel itu kita mendapatkan jalan menuju Pneumas? kamu yakin bahwa itu gerbangnya? karna aku juga menemukan suatu yang kuyakin itu juga gerbangnya.

aku melihat sebuah bunga, diintip dari legenda yang pernah diceritakan bahwa ini adalah bunga pemersatu Astlah dan Pneumas. makanya Ayah ibu dari berbeda dunia bisa menikah ya karna bunga ini. Bunga Viella namanya. aku punya teori bahwa bunga ini bisa nunjukkin dimana lokasi pertemuan Astlah-Pneumas itu." berkata Waya.

"kenapa kalian gak ikut aku aja bareng-bareng ke daerah rel keretanya?!" tegas Bian.

"jika kita kesana berbarengan, warna kulit kita kan sama, apa tidak akan ketahuan?" tanya Muree.

"khu khu khu... sepertinya aku punya solusi cara kita bisa keluar bersama." ujar Raye dengan kecerdikannya.