Andre tidak bisa menahan rasa gelinya dan tertawa keras setelah mendengar kata-kata Nayla.
Di sisi lain, Nayla hanya bisa menatapnya dengan curiga.
"Ibu tidak akan kembali sampai minggu depan. Kalau kau menyimpan teh susu ini sampai minggu depan, bisa-bisa Ibu akan sakit perut jika meminumnya." Andre mengulurkan tangannya dan meletakkan tangannya di sekitar leher Nayla sebelum memeluknya. Setelah memeluk Nayla dengan singkat, Andre mengusap-usap kepalanya sekali lagi dan berkata dengan geli. "Ada-ada saja ide yang muncul di kepalamu itu."
"Aku...Aku hanya ingin Ibu mencoba minuman yang sangat enak ini..." Ucap Nayla dengan pelan. Wajahnyamulai merona merah.
"Sudahlah, biarkan Ibu membelinya sendiri saat dia pulang minggu depan." Ucap Andre dengan lembut. "Lagipula, setahuku Ibu tidak menyukai teh susu. Setiap kali dia melihatku minum teh susu, dia selalu menyindirku."
"Kenapa Ibu tidak suka minuman yang begitu enak seperti ini?" Nayla mengangkat kepalanya dan menatap Andre dengan bingung.
"..."
Andre terdiam selama beberapa saat. Dia membalas tatapan Nayla dan teringat secara tiba-tiba dengan bagaimana saat dia melihat gadis kecil itu untuk pertama kali kemarin. Dimana Nayla mengenakan sweter tua sambil memegang sebuah tas sekolah kumal yang terus dia peluk bagaikan bayi.
Andre merenung sejenak sebelum berkata dengan serius, "Minuman ini terlalu manis untuk Ibu. Ibu tidak suka minuman manis. Ibu adalah orang dewasa, dan orang-orang dewasa umumnya menyukai teh, kopi, dan minuman-minuman lain yang pahit."
"Oh ..." Jawab Nayla dengan suara pelan. Andre bisa mendengar sedikit nada kekecewaan dalam suaranya.
"Cepat habiskan minumanmu selagi hangat. Teh susuini tidak akan terasa enak jika sudah dingin." Andre mengusap kepala Nayla dan melanjutkan ucapannya, "Kalau kau benar-benar suka dengan minuman ini, maka aku akan membelikannya untukmu setiap hari."
"Benarkah?" Mata Nayla langsung berbinar setelah mendengar kata-kata Andre.
"Ya, sungguh," Andre mengangguk dan berkata dengan serius.
Wajah Nayla yang putih dan lembut tiba-tiba dihiasi dengan senyuman yang sangat cerah, dan dia melemparkan dirinya ke dalam pelukan Andre. Kepalanya yang kecil dan bundar menggosok-gosok dada Andre. Dia berkata dengan ceria. "Ucapan Ibu memang benar. Kakak laki-lakiku adalah kakak laki-laki terbaik di dunia!"
Kakak laki-laki terbaik di dunia?
Andre memandang Nayla yang sedang menggosok-gosok kepalanya seperti seekor anjing peliharaan dalam pelukannya. Dia tidak bisa menahan senyumnya saat menatap pemandangan tersebut.
"Aku sangat suka dengan kakak." Nayla mengangkat kepalanya dan tersenyum lebar pada Andre
"Ha ha ha ha ha…" Andre tertawa dengan canggung. Dia mengulurkan tangan dan menggaruk kepalanya, merasa tidak tahu harus berkata apa setelah mendengar ucapan Nayla.
Setelah Nayla menghabiskan teh susu di tangannya, Andre kembali membawanya berkeliling sekolah selama beberapa saat. Dan setelah mereka menyantap makan siang, akhirnya Andre menyuruh adiknya untuk pulang sementara dia melanjutkan sekolahnya.
Karena dia harus masuk kelas pada siang hari, sebelum kembali ke sekolah Andre memberi tahu Nayla bahwa dia harus tinggal di rumah dengan patuh. Tidak peduli siapapun yang datang ke rumah, Andre melarang Nayla untuk membuka pintu, dan dia berjanji bahwa dia akan segera kembali setelah sekolah berakhir.
Nayla mengangguk dengan patuh setelah mendengarkan kata-kata Andre.
Dalam beberapa hari ke depan, Andre merasa seolah-olah dirinya menjadi seorang ayah sekaligus ibu bagi anak tunggalnya. Selain menyuruh Nayla untuk tinggal di rumah dan menunggunya hingga sekolah berakhir, Andre juga harus menemani adiknya untuk bermain, makan, tidur, dan mandi setiap hari. Andre memastikan diri untuk selalu mengawasi dan menjaga Nayla hingga ibunya pulang kembali….
Dan akhirnya, saat hari dimana ibunya akan pulang dari perjalanan bisnis tiba, untuk pertama kalinya Andre merasa bahwa dia sangat bersyukur memiliki seorang ibu, dan ibu adalah sebuah harta bagi anaknya, begitu pula sebaliknya.
Begitu Ibu Andre membuka pintu, dia melihat Andre yang berlari ke arahnya sambil menangis dengan terharu. Pemandangan itu membuatnya terkejut bukan main sehingga tanpa sadar dia mengulurkan tangannya untuk menghalangi Andre mendekat pada dirinya. Kemudian dia bertanya dengan waspada. "Ada apa ini? Apa yang kau lakukan? Kenapa kau berlari ke arahku?"
"Ibu….Ibu akhirnya kembali ..." Andre menatap ibunya dengan ekspresi penuh kasih sayang. "Aku benar-benar rindu padamu."
"..."
Ibu Andre menatap putranya dari atas ke bawah dengan curiga. Kemudian dia melipat tangannya dan mengerutkan kening sembari berkata, "Baiklah kalau begitu. Ceritakan padaku, apa yang terjadi di sekolah?"
"Hah?" Andre tercengang setelah mendengar pertanyaan ibunya "Apa maksud Ibu?"
"Kenapa kau terlihat begitu bersemangat ketika melihatku pulang? Apakah kau mendapat masalah di sekolah lagi?" Ibu Andre mengangkat alisnya dan bertanya sambil menghela napas, "Apakah kau bertengkar dengan teman sekelasmu lagi?"
"Bu, apakahIbu pikir aku bersikap seperti ini karena aku telah menimbulkan masalah di sekolah lagi dan berusaha merayumu untuk tidak memarahiku lagi? Bukan karena aku benar-benar merindukanmu?" Andre menatap ibunya dengan ekspresi serius.
Selama beberapa saat, hanya ada keheningan di ruang tamu. Pada akhirnya Ibu Andre mengangguk dan berkata dengan yakin. "Ya."
"..."
Andre tidak bisa berkata apa-apa setelah mendengar jawaban ibunya.
"Baiklah, aku tidak punya waktu untuk membicarakan masalahmu di sini sekarang. Bagaimana dengan Nayla? Apakah dia baik-baik saja? Kau tidak mengganggunya terus selama aku pergi, kan?" Tanya Ibu Andre sambil meletakkan kopernya dan berteriak dengan keras: "Nayla! Nayla, Ibu sudah kembali!"
Dari balik pintu kamar Andre, sebuah kepala bulat kecil muncul. Dan sepasang mata besar menatap ruang tamu dengan takut-takut, tetapi dia tidak berani keluar.
"Nayla." Ibu Andre melihat sekilas sosok kecil tersebut. Dia berlutut dan menyipitkan matanya pada Nayla, "Ibu sudah kembali, sayang. Apakah kau merindukan Ibu?"
Nayla berdiri di belakang pintu dan mengangguk dengan patuh.
"Kemarilah dan biarkan Ibu melihatmu dari dekat. Beritahu Ibu, apakah kakakmu menindasmu selama Ibu meninggalkanmu?" Ibu Andre tersenyum dan bertanya pada Nayla.
"Tidak." Nayla masih berdiri diam di balik pintu, dan berkata dengan suara malu-malu sambil menatap Andre.
Meskipun Nayla tidak berbohong, di mata ibu Andre dia terlihat seolah-olah telah diancam oleh Andre dan tidak berani melaporkan perbuatan kakaknya. Karena itulah dia terliha malu-malu dan waspada.
Saat mengingat perilaku Andre di sekolah yang sering dipermasalahkan oleh gurunya, Ibu Andre menoleh ke arah Andre dan berkata dengan keras. "Katakan yang sebenarnya. Saat Ibu pergi dari rumah, apakah kau menindas Nayla ?!"
"Tidak! Ibu dengan sendiri apa kata Nayla." Jawab Andre sambil menatap ibunya dengan ekspresi bingung.
"Benarkah? Apakah kau tidak berbohong?" Ibu Andre terus bertanya dengan tajam sambil berjalan ke arah Andre. "Beberapa hari lalu aku menerima telepon dari gurumu, dan dia bilang bahwa ketika aku pergi kau malah mengajak adik perempuanmu yang masih berusia lima tahun pergi ke sekolah dan berpura-pura menjadi orang tuamu. Apakah itu adalah perbuatan yang masuk akal?!"
"Ibu, dengarkan aku dulu!" Ucap Andre saat melihat ibunya berjalan ke arahnya dengan agresif. Tanpa sadar dia berlari ke arah berlawanan sambil berkata: "Aku tidak memiliki pilihan lain. Kita tidak memiliki kerabat keluarga lain yang tinggal di sekitar sini, jadi selain membawa Nayla, siapa lagi yang bisa aku ajak ke sekolah?"
"Tapi bukan berarti kau harus mengajak adikmu ke sekolah!" Ibu Andre melangkah maju dan hendak memukul Andre dengan keras. Tapi tiba-tiba sebuah sosok kecil dengan cepat menghampiri Andre untuk melindunginya, "Bu, tolong jangan pukul Kakak!"
Andre tertegun saat melihat sosok kecil yang berdiri di depannya.