"Karena jatuh terlalu keras,menyebabkan tulang lengan Pak Rama patah. Tapi insyaa Allah ia akan baik-baik saja. Jangan terlalu khawatir." Ucap Dokter Fahreza,dokter pribadi Erra.
"Kira-kira tangan Mas Rama kapan sembuhnya dok?"
"Waktu penyembuhannya sekitar 6 sampai 8 minggu. Jika,pasien melakukan chek up dan makanannya terjaga maka itu akan membuat penyembuhannya semakin cepat."
"Iya dok."
"Sementara itu jangan biarkan pasien melakukan aktivitas seperti biasanya. Ini untuk resep obatnya."
"Siap,dok. Sekali lagi makasih ya."
"Ya,sama-sama. Kalau begitu saya pamit dulu. Pastikan mas mu itu tidak melakukan sesuatu."
"Baik,dok."
Erra mengantarkan dikter Fahreza ke depan rumah,kemudian setelah melihat dokter muda itu melaju dengan mobilnya,Erra kembali ke kamar Rama sebelum itu ia menyempatkan diri ke dapur.
"Ah.." ringisnya tatkala ia mampu duduk. Rama menyandarkan tubuhnya ke kepala ranjang. Tangan kirinya meraba tangan kanannya yang memakai sebuah gips.
"Mas Rama,Mas Rama udah sadar?"
Netra Rama beralih pada seorang gadis yang membawa sebuah nampan berisi makanan. Gadis itu tanpa sungkan duduk Di samping Rama.
"Mas makan dulu,ya.. Setelah ini Mas harus minum obat." ucap gadis itu,Rama hanya terdiam tanpa ingin angkat suara.
"Aaaaaa.."
"Saya bisa sendiri." ujar Rama dengan dinginnya, ia hendak mengambil alih. Namun gadis itu mencegahnya.
"A-anu mas,itu tangan kanan Mas.. Kata dokter,tangan, tangan.."
"Tangan kanan saya kenapa?"
"Tangan kanan mas,ta-tangan mas pa-patah.. Perlu waktu 6 sampai 8 minggu untuk proses penyembuhan."
Rama memelotot tak percaya sampai membuat gadis itu-Erra menundukan kepalanya. Bagaimana bisa? 6 sampai 8 minggu itu bukanlah waktu yang sangat singkat,apalagi Rama harus pergi ke Sekolah,mengajar,membereskan rumah,dan tentunya ia perlu menyiapkan segala kebutuhannya.
"Maafin aku mas.." ucap Erra,Rama memejamkan matanya sejenak. Ingin marah tapi tak ada gunanya. Tapi,tapi nuraninya ingin sekali meluapkan kekesalannya.
Pada siapa? Rama tidak mungkin melakukannya pada Erra. Rama tahu gadis itu tak bermaksud mencelakainya,namun tetap saja.. Ah.. Rama bingung,ya Allah..
Rama mengembuskan nafasnya.
"Sekarang jam berapa?"
Erra mendongak.
"Jam setengah lima, Mas. Mas.. Mau apa? Biar aku bantu."
"Kamu bisa ambilkan handphone saya di meja ruang tamu?"
"Oh.. Sebentar Mas,aku akan ambilkan."
Erra bergegas,ia menghilang di balik pintu. Rama lagi-lagi memejamkan matanya. Ia bingung,sungguh.. Mendapati musibah ini,apa ia akan mampu menjalaninya? Setelah ini,apa yang harus ia lakukan?
Menjalani semuanya sendiri dengan gips di tangan kanannya bukanlah sesuatu yang mudah. Ya Allah, bisakah Engkau menurunkan seseorang yang ikhlas membantu Rama?
"Mas Rama,ini!"
Rama membuka mata,pikirannya melambung. Apakah ini jawaban dari pertanyaannya? Apakah ini,.. Seseorang yang diturunkan Allah untuknya?
"Terimakasih."
"Hm.. Mas,maaf.. Karena aku,mas jadi seperti ini." Ucap Erra, ia masih berdiri dengan kepala tertunduk. Rama meyakinkan dirinya untuk tidak marah, ia yakin jika yang terjadi padanya ini sudah kehendak Allah.
Ya,Rama akan ikhlas menerimanya.
"Tidak apa,lagi pula kamu tidak sengaja." ujar Rama yang mampu membuat Erra mendongak. Bibirnya tertaut ke atas,ia tersenyum.
"Makasih Mas.. Sebagai permintaan maafku,aku akan mengambil alih pekerjaan Mas Rama. Aku akan memasak, beres-beres rumah,dan apalagi yang Mas Rama biasa lakukan aku akan membantu meringankan." ucap Erra bersungguh-sungguh. Rama hanya bisa menghela nafas lelah.
"Baiklah,kamu boleh keluar."
"Kok,kok gitu?"
"Saya mau ke kamar mandi. Kamu mau ikut?"
Rama beranjak dari duduknya, ia berdiri lalu berjalan tertatih ke kamar mandi. Erra yang melihatnya was-was, takut Mas Ramanya jatuh.
"Kamu masih mau belum keluar?"
"Eh.. Iya,iya.. Ini juga mau kok." ucap Erra sembari bergegas keluar.
Satu menit berlalu,Erra mondar-mandir gak jelas,terkadang menempelkan telinganya ke pintu. Mencoba mendengar sesuatu.
"Mas Rama.." panggil Erra pelan,ia cemas-cemas gelisah.
Tuk Tuk Tuk
"Mas Rama.." panggil Erra kembali, namun masih tak ada jawaban. Karena khawatir gadis itu lantas membuka pintu kamar Rama sedikit,mengintip.
"Allah.." ucap Erra tertahan saat mendapati Rama yang tengah melakukan shalat. Hati gadis itu terenyuh.
Sungguh,ia merasa malu. Rama yang sedang sakit pun masih mampu melakukan kewajibannya, sedangkan ia? Dengan sewenang-wenangnya meninggalkan kewajibannya tanpa merasa berdosa. Dan dengan tidak tahu dirinya,ia masih membusungkan dada meski dirinya penuh dosa.
'Allah betapa durhakanya aku kepada-Mu.'
Pintu seketika terbuka lebar saat Erra menjatuhkan dirinya ke lantai. Air matanya menggenang,tak kuasa menahan tangis saat melihat pria itu sembahyang. Menunaikan kewajiban dengan patah tulang.
'Mas.. Bimbing aku ke jalan-Nya.' Hati Erra berucap lirih. Rama mengucap salam,selepas itu sebelah tangannya terangkat,berdoa kepada Sang Kuasa.
____
05.43 am
Pagi ini Erra sudah berada di rumah Rama,gadis itu sedang menyibukkan diri di dapur dengan beberapa bahan makanan. Wortel, kol,buncis,daging ayam tentunya sudah menjadi menu utama sarapan pagi ini,diikuti kentang dan telur untuk dibuat menjadi perkedel,dan juga ada tempe tahu.
Rama akhirnya memutuskan untuk menuruni tangga,ia yang tadinya ingin mandi mengurungkan niatnya saat mendengar suara dentingan sendok di dapur.
Dan tanpa diragukan lagi pria itu menggelengkan kepalanya saat mendapati seorang gadis tengah sibuk di dapurnya. Dengan beberapa bahan makanan yang memenuhi meja makannya.
Rama berdehem, membuat si gadis yang sudah memakai seragam putih abu itu menoleh.
"Eh.. Maaf,aku membangunkan mas ya?"
"Kamu, kenapa bisa di rumah saya pagi-pagi begini?"
"Aku ngambil kunci rumah mas Rama, hehe.. Jadi,aku bisa masuk rumah mas Rama kapan aja.. Maaf ya." ucap Erra sembari memperlihatkan kunci yang memiliki gantungan kelinci.
"Gak sopan."
"Aku bisa masuk rumah mas Rama kapan aja,tapi aku gak bakalan seenaknya kok. Lagi pula aku megang kunci ini cuma sementara waktu."
Erra kembali lagi pada aktivitas memasaknya. Memasukkan bumbu pada supnya dan juga menggoreng perkedel.
"Kuncinya gak perlu kamu pegang, siang ini umi mau kesini. Gak perlu repot-repot lagi." ucap Rama sembari menarik kursi,pria itu lantas mendudukan bokongnya dengan hati-hati.
"Enggak repot kok.. Mas Rama mau aku bikinin cappuccino? Kebetulan aku bawa dari rumah." ucap Erra, gadis itu mengecilkan api di kompor, lalu tanpa sepertujuan Rama ia membuat segelas cappuccino saset yang ia bawa dari rumah.
Rama hanya terdiam memperhatikan. Sampai cappuccino yang dibuat Erra pun jadi.
"Diminum ya,eh bentar. Aku ambilin sedotan dulu."
Setelah menyodorkan segelas cappuccino, Erra berbalik kembali untuk mengambil sedotan di rak.
"Sebagai umat muslim, alangkah baiknya jika hendak makan dan minum kita dianjurkan menggunakan tangan kanan. Karena berhubung tangan kanan mas Rama susah digerakkan,jadi aku ambilin sedotan buat mas Rama menikmati cappuccino yang aku sajikan. Mas Rama gak mungkin kan menggunakan tangan kiri untuk makan dan minum?" ucap Erra dengan penjelasannya,Rama hanya mengangguk mengiyakan. Meski dalam hatinya ia merasa ada sedikit kagum pada gadis yang saat ini perhatian padanya.
"Awas perkedelnya gosong!"
"Oh. . Iya, hehe.."
Erra kembali pada masakannya,dengan cekatan ia mengangkat perkedel dari wajan dan memindahkannya ke dalam piring saji,menaburkan daun bawang, dan seledri ke sup,dan juga memindahkan tempe tahu yang sudah digoreng ke piring yang sudah ia siapkan.
Erra membawa hasil makanannya ke meja makan,aroma yang khas dari semangkuk sayur sudah menerobos masuk ke rongga hidung pria yang sudah sigap duduk di kursi meja makan. Cacing dalam perutnya meronta, meminta untuk segera diisi asupan nutrisi.
"Nasinya segini cukup?"
"Hm.."
"Pakai sayur sama perkedel ya."
"Hm.."
Kali ini biarkanlah Rama mengesampingkan sikap dingin dan galaknya, karena mengisi kebutuhan akan nutrisi itu lebih penting daripada harus menurutkan egonya.
Erra berjalan memutar,gadis itu menarik kursi di samping Rama.
"Ngapain duduk disitu?"
"Aku kan mau nyuapin mas Rama,memangnya mas Rama bisa makan sendiri? Udah,tinggal buka mulut aja seberapa susahnya sih?" ujar Erra sambil menyodorkan sesendok nasi ke depan mulut Rama.
"Buka mulutnya, mas!" titah Erra, Rama tak bergeming. Ia harus bagaimana? Ia lapar, tapi disisi lain ia juga tidak mungkin menerima suapan dari seorang perempuan yang belum menjadi mahromnya.
Apa yang harus Rama lakukan?
"Saya akan makan sendiri saja?" putus Rama sembari memalingkan wajahnya.
"Mau makan pake tangan kiri? Mas sudah tahu kan kalau makan dengan tangan kiri itu sama saja mas makan dengan syaitan." ujar Erra sambil menyimpan nasi yang ada di sendok ke piring.
"Lalu apa bedanya dengan saya memakan makanan yang kamu suapi? Itu juga sama. Kita berkhalwat,lalu kamu tanpa memikirkan dosa yang akan dicatat malaikat dengan mudahnya ingin menyuapi saya makan?"
Erra terdiam,merenung, baru saja kemarin ia insyaf dan niat ingin berubah. Namun hari ini ia ditampar dengan kenyataan yang mampu menjerumuskannya ke neraka karena bujuk rayu syaitan.
"Biar aku yang menanggung dosanya, sekarang mas makan saja. Bukannya umi mas Rama datangnya nanti siang? Jadi,sekarang coba makan,ya. Mas Rama tidak perlu memikirkan dosa atas ini semua. Sesungguhnya Allah itu maha penyayang dan juga maha mengetahui."
____
Erra sampai di Sekolahnya saat waktu menunjukkan pukul 08. Ya,Erra kesiangan. Kebiasaannya dari dulu masih belum saja hilang. Erra menghela nafasnya saat ia menatap Pak Rohim,guru piket berkepala botak dengan kacamata bulatnya.
"Demi manusia bermulut naga,kenapa aku harus bertemu dengan Pak Rohim berkepala semangka?"
"Erra! Kemari kamu!"
Erra yang sedang termenung seketika berjengit saat Pak Rohim menyebut namanya. Dengan enggan gadis itu melangkah.
"Kamu itu sudah kelas 13 masih aja kesiangan!"
"12,Pak."
"Terserah kamu saja. Sekarang apa alasanmu kesiangan huh? Baru aja masuk Sekolah udah kesiangan aja! Kamu mau kamu lulus dengan cap kesiangan? Mana disiplinmu Erra Nevada?? Mana? Saya tuh udah capek nyeramahin kamu. Kamu itu bisanya mangut terus ngulangin kesalahan kamu. Gak capek apa saya ceramahin mulu?" Sembur Pak Rohim panjang lebar,yang diceramahi hanya menunduk mendengarkan.
"Erra Nevada! Kamu dengar tidak saya berbicara?!"
Erra menghela nafas,lalu ia mengangguk.
"Ck. Lari 15 putaran. Setelah itu temui Pak Adnan di ruang BK!"
"Kenapa haru ke BK sih,Pak?"
"Kamu kalo gak dimasukin ke BK mana kapok,sekarang lebih baik kamu lari. CEPAT!"
____
Selesai dengan hukumannya,Erra melangkahkan kakinya ke ruang BK. Dengan malas,gadis itu mengetuk pintu.
Tuk Tuk Tuk
"Assalamu'alaikum.."
Tuk Tuk Tuk
"Assalamu'alaikum.."
Masih tak ada jawaban. Erra memberanikan dirinya untuk masuk. Lalu tanpa disuruh,gadis itu mengambil duduk di depan sebuah meja yang tampaknya milik guru BK. Karena lelah,Erra menyembunyikan kepalanya ke lengan yang menjadi tumpuan. Biarlah ia beristirahat terlebih dahulu.
1 menit
2 menit
5 menit
10 menit
30 menit
Erra terlelap.
"Tidak,saya baru saja datang dan mendapati siswi ini sudah terlelap di meja saya." Ucap seorang pria berkemeja biru muda pada pria botak dengan kacamata bertengger di hidungnya.
"Gadis ini. Asal Pak Adnan tahu,siswi ini adalah siswi legendaris dalam hal kesiangan. Naas setiap hari saya melihat wajahnya. Ya Tuhan.. Anak ini benar-benar menguras tenaga saja." Ucap pria berkepala botak bernama Rohim Rohiman. Sementara pria yang lebih muda menghela nafasnya pelan.
"Bagaimana bisa ia kesiangan sampai setiap hari,Pak?"
"Dari dulu,dari zaman pertama kali masuk kelas 1 dia emang udah langganan. Capek saya ngurusnya,apalagi tiap kali saya ceramahin dia itu cuma diam saja."
"Kalo mau ngegibah nanti aja,aku capek. Kakiku lemes tiap hari lari mulu,apalagi diceramahin sama Pak Rohim yang nyebelin.. Hoam.. Rasanya aku bosan hidup." Gumam Erra,gadis itu menggeliat lalu memutar tubuhnya. Memandang satu persatu guru yang ada di ruang persegi ini.
"Udah tidurnya?" Saut Pak Rohim emosi.
"Udah. Tadi Pak Rohim nyuruh aku kesini buat ngapain? Aku dari tadi nunggu,tapi gak ketemu sama guru BK nya. Aku tuh capek Pak,kaki ku lemes,tenaga ku terkuras,apalagi kupingku itu panas gara-gara kena ceramah Bapak yang naudzubillah lamanya. Mana aku tuh kurang tidur,mana belum sarapan,mana lagi belum dapet asupan cogan. Lelah aku tuh. Lelah,Pak.."
"Lebayyyy.. Pak Adnan,saya serahkan urusan ini pada Pak Adnan. Saya capek nyeramahin ini anak,tapi gak didenger sama sekali. Erra Nevada,saya juga sama lelahnya kayak kamu. Apalagi saya harus ekstra sabar ngingetin kamu ini itu. Coba buka mata hati kamu lebar-lebar,nak?! Lihatlah betapa sengsaranya saya sebagai guru piket melihat wajahmu yang naas tiap hari saya lihat!"
Erra bangkit daru duduknya.
"Bapak juga jangan lebay! Kalo Bapak capek nyeramahin aku,kenapa Bapak gak nyuruh aku langsung masuk aja? Buang-buang tenaga. Bapak tuh udah tua,harusnya mikirin diri sendiri biar enggak cepat mati. Emangna Bapak gak mikirin tensi darah Bapak apa? Kasian aku,kalo tahu-tahu dapet kabar Pak Rohim stroke gara-gara hipertensi.."
"Kamu nyumpahin saya cepet mati?!"
"Aku gak nyumpahin,aku cuma ngingetin Bapak agar gak ngegas mulu.. Inget,Pak.. Marah-marah cuma bikin wajah Bapak keriput."
"ERRA NEVADA!!"
"Sudah,sudah.. Pak Rohim,masalah Erra biar saya yang urus." Sela pria berkemeja biru,Pak Rohim mengusap dada.
"Astaghfirullah.. Liat saja ya,kalo sampe saya lihat kamu besok kesiangan lagi. Jangan harap saya masukin kamu!" Ucap Pak Rohim ia kemudian berbalik. Erra menghela nafas,pandangannya beralih pada pria ganteng di sampingnya.
"Mas,ada air gak? Aku haus nih.."