"Bagaimana jika Arinda tau di balik ini semua? Apa semua akan baik-baik saja?"
"Ahh tidak akan, dia akan menjadi istri yang baik nanti nya ma, tenang saja."
"Tapi aku kasihan melihat nya, tak seharus nya ia menerima ini semua."
"Biar aku yang menjelaskan semua nya, Arinda kan anak yang baik dan penurut."
"Tapi dia gadis yang kurang menarik dibandingkan dengan Fanny, aku hanya takut suaminya akan menceraikannya hanya karena fisik Arinda yang tak cantik dan menarik."
"Dia pria yang baik aku sudah melihat kemarin."
"Tapi pa, aku hanya ingin menjaga perasaan Arinda, itu saja dia adalah anak ku."
"Sudahlah ini demi aset perusahaan kita, mama tak perlu khawatir pada Arinda."
Gumpalan air mata kini berhasil jatuh di pipi yang penuh dengan riasan , wajah yang sudah terhias kini berubah dengan sangat berbahaya, aku mengusap pipi ku sesekali menggunakan tangan untuk menghilangkan semuanya, namun tetap saja tak mudah bagi ku menerima semua ini.
Percakapan yang tak sengaja ku dengar dari ayah dan ibu ku ketika ingin menghampiri ke arah depan halaman rumah yang penuh keramaian manusia. Perbincangan mereka membuat hati ku sangat sakit
Rasanya tak kuat menerima ini semua, tanpa basa basi aku pun berlari ke arah kamar pengantin sambil mengusap kedua mata ku sembari membawa gaun putih yang sudah mencakup lantai yang kini ku kenakan di tubuh ku, mencoba menutupi semua sakit hati yang ku rasakan.
walaupun sebenarnya aku juga tak mampu menahan ini semua. sungguh percakapan itu sangat menyakitkan untuk ku.
Ini pernikahan hidup ku, pemberkatan yang ku lakukan hanya sekali dalam hidup ku. Dengan mudahnya ayah dan ibu menjual ku hanya karena perusahaan dan bisnisnya?
Di mana letak keadilan bagi seorang anak sekarang?
Pernikahan pembodohan.
Pernikahan omong kosong.
"Dia kan anak yang kurang cantik dan menarik dibandingkan adiknya Fanny."Ternyata ibu kandung ku sendiri masih bisa tega mengatai ku seperti itu di balik layar pernikahan yang seharus nya penuh kebahagiaan hidup ku!
Aku terus menangis, pertahanan ku runtuh membuat air mata ku tumpah, bendungan air mata tak bisa lagi ku pertahankan. jika seorang wanita seharus nya penuh kebahagiaan apalah aku hanya sebagai pengantin wanita buruk rupa yang penuh kesialan.
akhirnya sudut kasur besar yang berbalut sprei merah jambu aku kembali mengambil posisi, mungkin, sebagian besar wanita lainnya akan merasa bahagia dan bangga bila mendaratkan tubuhnya pada kasur pengantin baru, namun itu tidak bersedia bagi wanita seperti ku.
ku tutup kedua tangan ku lalu aku pun berdoa. Karena aku yakin kekuatan itu akan jauh lebih besar dari rencana Tuhan
Tuhan ..
Kau tahu aku sangat lemah, tak bisa menjalani semua ini.
Tak ada pangeran.
Tak ada penyemangat.
Tak ada sosok pria di samping ku.
Tuhan, aku tau ini akan menjadi sulit untuk kedepannya, bagaimana mungkin pernikahan yang tak dilandaskan Cinta dan kasih sayang bisa mempertahankan sebuah rumah tangga?
Bagaimana mungkin dua insan yang sama sekali tidak mengenal bisa langsung cinta dengan sekejap?
Berikan jalan keluar dari Mu Tuhan, semua ku serahkan pada Mu, aku yakin Jalan dari Mu membuat ku tersadar bahwa kekuatan doa jauh lebih kuat dari segalanya. Amin.
Lalu aku pun membuka kedua bola mata ku, mengusap air mata ku yang sejak tadi tumpah. Aku menarik nafas panjang dan menatap jendela yang panjang sejak tadi sudah menampakkan kebahagiaan manusia yang penuh kemunafikan.
ayah ku, ibu ku dan juga saudara perempuan ku. tawa mereka menggambarkan tawa bahagia atas rencana yang selama ini mereka buat dan bukan karena kebahagiaan ku. bahkan pasangan ku saat ini juga tak terlihat menerima aku apa ada nya.
Tok ... Tok ...
"mba Arin, buka pintu mba, ini mba Ayu tukang Rias baju mba."
Jlep.
Tiba tiba saja lamunan ku seketika pecah, ketukan pintu yang sangat keras membangkitkan tubuhku untuk berdiri dan membuka pintu coklat itu.
"mba Arin .."
sontak saja aku kaget melihat wajah dari balik pintu yang baru saja ku buka. membuat aku kaget, sungguh.
"Astaga Ayu!"
"jantung ku mau copot kamu buat."
"hehehe."
tidak hanya ia hanya menyengir, tertawa kecil yang membuat ku geram, mana pula aku tak geram pada wanita ini yang saat ini sudah menyelenong masuk saja masuk ke kamar pengantin. bahkan ia sudah merebahkan tubuhnya itu saat ini.
Bagaimana mungkin aku tak kaget dia datang, ayu ini tetangga ku dan teman ku sejak kecil, kemarin ia mengirim ku pesan bahwa ia tak bisa pulang dari luar kota karena tugas kuliah dan sekarang ia bahkan datang dan memberi ku kejutan tiba di kamar pengantin pula.
"ih, masa pengantin baru nangis sih."
"bukannya harus bahagia ya?" tanya nya kembali seperti tidak terjadi apa apa.
Seandainya kamu tau yu apa yang sedang terjadi saat ini. Aku hanya menarik nafas panjang, air mata ku jatuh lagi dan lagi, sontak membuat ayu kaget dan langsung terduduk yang sebelumnya ia membaringkan tubuhnya itu, ia memek tubuh ku yang saat ini sudah duduk disebelahnya sejak tadi.
"kok nangis sih?"
ayu bertanya dan bingung, bukankah ini hari bahagia sebagai wanita? bukankah tangis tadi itu adalah tangis bahagia? lalu mengapa hati mu menjadi hancur?
"panjang ceritanya dan kamu akan kaget bila aku menceritakannya."
"semua sudah berlalu dan sudah tak seperti dulu lagi yu."
"Rasa itu sudah tidak seperti dulu lagi yu."
terdiam tanpa kata, aku terus menerapkan ayu ayu dalam kehangatan seorang sahabat.
"Arin, aku yakin kamu mampu dan bisa melewati semua, aku akan terus dibelakang kamu untuk mendukung kamu sebagai sahabat."
***