WebNovelKEI36.84%

ICE AMERICANO

Aku masih saja mengantuk saat tiba di kelas pukul tujuh lewat lima belas, padahal ini sudah sedikit lebih siang dari kemarin. Tangan ku menggenggam segelas Ice Americano, sama seperti kemarin, namun kali ini sudah habis setengah, aku minum.

Ku terima sebuah panggilan masuk dari Theo, saat sampai di pintu kelas. "Kenapa kak?" tanya ku malas, sambil berjalan masuk ke kelas.

"Nanti balik lo nunggu lagi deh, kayanya." jelasnya di sebrang sana.

"Mau ngapain lagi emangnya?" ucap ku jengkel, ku lihat Tyo duduk di mejanya sedang menyalin materi dari buku catatan orang, tidak tahu siapa.

"Jam terakhir gue nambah sejam, bentar doang itu." dia meyakinkan, aku duduk di kursi ku dengan jengkel.

"Ih, Theo." teriak ku padanya, langsung aku matikan sambungan telfonnya.

Aku mengeluarkan sticky notes dari dalam tas ku, hasil mengemis di ruang kerja Papih, lalu menuliskan "Ga sanggup lagi, pait!" lalu ku tempelkan pada cup ice americano-ku dan meletakannya di meja Tyo.

Tyo hanya menatap bingung pada ku, hanya senyum ala iklan pasta gigi yang bisa aku berikan untuk merespon tatapannya. Dia tidak berkata apa-apa, hanya melanjutkan kegiatannya yang tadi aku ganggu.

Pelajaran hari ini pun dimulai, aku sudah menyiapkan diri ku untuk hari ini. Pelajaran biologi dan sejarah adalah yang paling gila untuk urusan mencatat dan mendengarkan, untungnya ini masih minggu pertama jadi hari ini pasti mencatat. Begitu pak Rojak muncul, dia langsung menyuruh kami mencatat materi di Bab 1 lalu mengumpulkannya di ruang guru sepulang sekolah dan langsung meninggalkan kelas.

Sist. Kei, lo udah nyatet semalem?

Sha. Kei, fotoin dong kalo udaaah..

Bast. Thalia Cassandra, cantik ddeeeeeeh

Aku tak bisa menahan tawa saat membaca chat di grup kelas, dasar mereka tahu saja kalau aku sudah mencatat.

Sebuah chat lain masuk,

❤U. KEI

dari Tyo, kemudian dia meletakan termos yang sama dengan kemarin di meja ku, kali ini sticky notesnya bertuliskan. "Gue boleh liat juga ga?" tanpa sadar senyum terukir di wajah ku.

Aku menambahkan tulisan di bawahnya, "Ini ceritanya nyogok?" lalu membalas chatnya.

Me. TYO

Dia menoleh lalu mengambil termosnya kembali, selang beberapa detik Tyo kembali meletakkan termosnya dengan tulisan berbeda di sticky notesnya. "Bisa dibilang gitu."

Ku buka termos yang terasa hangat di bagian luarnya itu, aroma jeruk keluar dari dalam. Aku tiup pelan sebelum menyesapnya, kali ini ada rasa manisnya. Ku balaskan pesannya dengan kata "Manis❤" namun tidak langsung ku berikan, ku biarkan tetap di meja ku.

Aku membuka chat ku lagi dengan Tyo lalu mengirim foto catatan ku yang sudah ku potret semalam, lalu kembali ke grup kelas. Sudah ada beberapa tulisan lain disana.

Sha. Keiiiii, setengahnya aja deh

Link. PC gue Kei, yang lain jangan di bagi.

Bast. 🎶Oh Thalia sa sa sa sayaaaang🎶

namun hanya ku balas dengan,

Me. Berani bayar berapa?

dalam satu tarikan nafas, balasan muncul.

Sist. Jajan seharian di kantin.

Bast. Gue jadiin pacar deh,

Link. Info lengkap kang es batu!

❤U. Ice Americano?

balasan terakhir dari Tyo!! Jantung ku berhenti berdetak. Si balok es itu mengejutkan aku untuk yang kesekian kalinya hari ini.

Aku sebenarnya tidak ada niat meminta imbalan dari mereka, hanya iseng saja. Segera ku kirim foto catatan ku, sama dengan yang ku kirim pada Tyo.

Setelahnya aku melihat Disa sedang mencatat juga, "Diss, kok lo nyatet lagi?" tanya ku terang-terangan. "Kan udah gue kirim semalem."

Disa hanya senyam-senyum, "Gue ketiduran Kei," jelasnya.

Aku langsung mengelus dada ku pelan, mencoba mengerti Disa. "Trus gue ngapain dong ini sendirian?" tanya ku.

"Tidur Kei, nanti pas istirahat gue bangunin." Disa menyarankan.

Aku tidak punya pilihan lain, lagi pula lumayan tidur sebentar.

"Sha, nanti pinjem tas make-up ya!" pinta ku pada Marsha.

Marsha menatap ku bingung, "Tumben, punyo lo ketinggalan?"

Aku hanya mengangguk sedih.

"Ambil aja di tas." ucapnya lalu melanjutkan mencatat.

Aku memasang lagu Cheap Thrill by Sia untuk mengantarkan tidur ku.

HURT

"Kei, kantin yuk..." ajak Disa.

"Bentar, belum rapih ini muka gue." jawab ku sambil merapihkan blush-on cream di pipi ku.

"Udah itu, udah cukup banget." Disa mulai jengkel.

"Iye, iye, balikin dulu ini ke tas Marsha." kata ku sambil berjalan ke meja Marsha. "Makan apaan hari ini ya?" tanya ku seraya menggandeng Disa menuju kantin.

"Ice Americano?" Disa meledek.

"Iiiih Disaaaa..." jawab ku, aku yakin yang lain pasti akan mengejek ku juga.

Kantin penuh sesak oleh manusia, aku mencari keberadaan teman kelas ku, siapa saja, tapi tak menemukannya. Bahkan aku tidak melihat Theo ataupun Klarise.

"Kei, Disa, sinii" suara yang sangat melengking memanggil kami berdua. Aku mencoba mencari asal suara itu dan menemukannya diantara beberapa senior. Disa melirik ku beberapa kali, tidak yakin untuk gabung dengan mereka. Siska, Marsha, Linka, Lara dan Shela. Kenapa juga mereka disini? Mereka biasanya pergi ke mini market depan sekolah, tidak makan di kantin.

Aku melihat Shela berjalan ke arah kami, lalu menarik paksa untuk duduk disana. "Kalo ini tau kan kak?" ucap Shela pada gerombolan senior itu, ada senior yang kemarin.

"Tau lah, Thalia Cassandra." ucap salah seorang dari mereka.

"Gausah malu-malu, duduk aja sini sama kakak." ucap yang lain. Teman-teman ku terlihat sedikit bingung dengan situasi ini.

Aku akhirnya duduk setelah di tarik oleh si senior yang kemarin itu, sungguh sangat risih duduk disebelahnya. Tangannya melingkar di bahu ku, "Mau makan apa? Kakak yang traktir." ucapnya. Dia berusaha mendekat dengan ku, caranya sungguh membuat seluruh bulu kuduk ku berdiri.

"Gausah kak, aku balik aja ke kelas." aku menyingkirkan tangannya dari ku lalu berdiri, ingin pergi. "Ayo Diss."

Namun dia menarik tangan ku lagi hingga aku kembali duduk, "Udah gapapa, disini aja, makan sama kakak." tangan besar yang mengerikan itu menggenggam tangan ku.

Aku segera menepisnya, "Apaan sih, gue mau balik ke kelas." ucap ku kasar lalu kembali berdiri, meraih tangan Disa.

"Gausah sok jual mahal deh lo!" dia berteriak dan menahan tangan ku, sakit sekali.

"Lepasin gak!" aku kini sungguh berteriak. Air mata ku hampir jatuh, baru kali ini aku begitu ketakutan.

Tiba-tiba sebuah tangan menarik ku keluar dari kantin, genggamannya lebih sakit dari senior brengsek tadi. Aku mendengar suara caci-makian di belakang sana, orang yang menarik tangan ku ini menyeret ku dengan kasar. Dia membawa ku sampai di tangga kelas, tanpa sengaja aku terbanting ke tembok.

"Sok kecantikan banget lo sama senior!" teriaknya, wajah itu memerah ada amarah yang begitu besar terpancar dari matanya. Tyo.

"Gue gak sok kecantikan." aku membela diri.

"Trus ngapain lo duduk sama mereka?" nada bicaranya makin meninggi. Air mata ku kini sudah benar-benar terjatuh.

"Ada temen-temen gue disana! Mana gue tau kalo bakal jadi kaya tadi." aku menyeka air mata ku, terasa perih saat pergelangan tangan ku menyentuh pipi ini.

"Lo bego atau tolol sampe gak bisa baca situasi?" suaranya bergema di telinga ku, kenapa ini begitu menyakitkan. "Dasar cewek murah!" jantung ku berhenti detik ini juga, tanpa aku sendiri sadari, aku menamparnya begitu keras sampai kacamata itu terlepas dan jatuh.

Aku selesai dengannya, air mata ku mengalir tanpa henti. Bagaimana bisa dia membuat ku merasa begitu rendah? Aku tidak memperdulikan tatapan orang saat aku melewati mereka dengan air mata dan tangan memerah.

Bodohnya aku tertarik dengan pria dingin dan kasar seperti dia, kata-katanya yang mengatai ku murah terus saja terulang di telinga ini. Aku memasuki kelas dan segera duduk di kursi ku, yang lain segera menghampiri dan menanyakan aku kenapa. Namun saat ini aku hanya ingin terus saja menangis.

"Kei..." Disa berlari menghampiri ku, "Gapapa kan Kei?" aku segera memeluk Disa dan menumpahkan semua air mata ku. "Udah Kei, udah." Disa mencoba menenangkan. Yang lain terus saja menanyakan apa yang terjadi, tapi aku tidak peduli, tangis ku bukan karena kejadian di kantin.

Bu Alda masuk ke kelas dan yang lain segera kembali ke tempat duduknya, Disa masih mencoba menenangkan ku. "Fadisa, ada apa?" tanya bu Alda.

"Engga bu, gapapa."

Bu Alda datang menghampiri, aku mencoba manahan tangis ku. "Thalia, kamu kenapa?" tanya bu Alda, dia berjongkok di depan ku.

"Sakit perut, bu." jawab ku berbisik, supaya yang lain tidak dengar.

Bu Alda segera berdiri, "Ketua kelas!" panggil bu Alda sambil berjalan ke mejanya.

"Saya bu," Anjas segera menghampiri ke meja bu Alda.

"Ambil air hangat di pantry buat Thalia, ya."

"Oh iya bu." Anjas segera berlari keluar.

Kelas sejarah di mulai, bu Alda mulai bercerita di depan kelas.