Entah bagaimana, aku menjadi tertarik untuk mengunjungi hal yang sebelumnya belum pernah kulirik sekalipun.
Ingat bahwa ada satu pertarungan melawan monster yang di atas laut? Ya, laut itu menyegarkan kupikir walau udaranya asin bukan udara segar.
Namun membandingkan dua hal yang berbeda adalah hal yang bodoh. Yang namanya pantai dan laut tentu berbeda dengan bukit dan gunung.
Dan seketika saja aku dan keluargaku, ingat keluargaku, bukan teman atau teman yang kuanggap saudara bersama denganku di pantai ini.
"Tidak kusangka, siapa kira dari seluruh wilayah yang hancur, lautnya tidak tersentuh dan bebas dari cemar."
"Para monster punya ketahanan lemah dan tidak bisa berbuat banyak di atas air, jadi tentu saja laut tetap terjaga."
"Kurasa memang begitu, untunglah. Sayang, temani anak-anak ya, aku mau mencoba menyelam."
"Yakinkah sayang? Jangan terlalu dalam lho ya."
Berbeda dengan penyelaman biasa yang kau ketahui, yang aku perlu lakukan hanyalah sekedar gelembung udara yang melingkupi kepala.
Tidak usah bola total, melapisi kepalaku dengan udara yang tentu berisi oksigen saja cukup. Jadi dalam hal ini, itu sedikit menghemat penggunaan mana.
Memang, dalam segi jumlah mana, yang kumiliki tidak sedikit karena jauh di atas rata-rata. Namun konsumsi penggunaannya terlalu berlebihan karena setiap sihir yang kubuat tidak begitu efektif seperti yang kuharapkan.
Di antara semua efek samping dari membuat sihir, ini yang paling berdampak. Dalam hal inilah aku paling dirugikan dengan kekuatan penciptaan yang mungkin tanpa batas.
Aku tidak tahu, tetapi mungkin yang diturunkan kepadaku hanya sebagian dari kekuatan penciptaan, tetapi efektifitasnya tidak ada padaku sama sekali.
"Laut ya, kurasa itu sesuatu yang memang tidak pernah aku sentuh sebelum kejadian monster ini. Tapi tidak kusangka laut akan sebesar ini dibanding daratan."
Sebenarnya bukan karena lautannya lebih luas dari daratan, tetapi kau bisa katakan laut itu datar kecuali gelombang. Ke mana pun kau pergi mengarah, tanpa tanda atau peta, semuanya terlihat sama dan itu membingungkan.
Jadi persepsi manusia akan laut seolah-olah menjadi amat sangat luas dan berpikir bahwa laut lebih besar dari daratan.
Iya mungkin di Terra dulu kebanyakan wilayah diisi oleh air, karena asalnya dulu juga dari es yang mencair yang muncul setelah efek Big Bang mereda.
Jika di tahun itu Terra sudah melewati miliaran tahun, manusia hanya hidup dalam puluhan detik terakhir kalau seluruh waktu itu dikompres dalam 24 jam.
Uniknya ketika manusia menyebut dirinya jenius sama sepertiku, nyatanya kita masih tidak bisa mengungkap banyak rahasia lain untuk menjadi suatu kebenaran.
Contoh saja yang nyata, bagaimana dewa itu ada? Apakah eksistensi dewa memang yang paling tinggi? Jika manusia hidup dalam dimensi ketiga, apakah yang di atasnya alias dimensi lebih tinggi memiliki kehidupan dalam bentuk lain?
Jujur, jika aku bisa hidup selama jutaan tahun bahkan miliaran tahun lagi, rasanya pun aku tidak bisa mengungkap seluruh rahasia yang ada di alam semesta ini.
"Nyatanya laut sedalam ini pun walau sudah dipetakan masih saja banyak yang lebih dalam dan belum diketahui kebenarannya."
Laut adalah perumpamaan yang paling mudah tentang alam semesta. Jika selama ini kita hidup di dunia yang ukurannya seperti debu di seluruh peta alam semesta, maka laut pun juga.
Manusia yang menyelam di bawah laut punya keterbatasannya. Bukan soal tabung oksigennya, tetapi tekanan yang tercipta jika semakin dalam.
Death by the deep sea, mungkin terdengar konyol, tetapi harus ada kematian untuk memastikan itu. Kau kira dibalik penciptaan suatu hal untuk menangani hal berbahaya, tidak ada korban?
Bahkan untuk bisa menyelamatkan segelintir orang dari semua yang hidup di Heresia, banyak yang harus dikorbankan agar kemenangan tercapai.
Hanya saja, jika aku disuruh memilih, pastilah aku akan memilih mengorbankan diriku sendiri. Nyatanya mentalku terlalu sering terbanting. Jika tidak, aku pasti sudah tegar.
Alasan kenapa aku juga tidak bisa mengungkap seluruh kebenaran di alam semesta selama jutaan atau miliaran tahun pun karena mental yang tidak kuat.
Mentalku tidak sanggup untuk hal itu. Mungkin kau menganggap ini fiksi atau fantasi, tetapi kehidupan immortal karena kekuatan dewa ini sangatlah menyiksaku.
[Belakangan ini kau cukup sibuk ya sampai tidak ingat kami?]
"Ahhh kalian, sudah lama tidak mendengar suara kalian. Maaf, aku sedang merilekskan otak agar tidak penat karena tekanan yang kuhadapi."
[Santai saja, toh kami juga tahu apa yang kau rasakan. Tidak ada dari kami yang mentalnya tidak rusak. Mungkin hanya Ryuuou dan Eriene yang tidak seperti itu.]
"Tentu saja, mereka kepribadian yang masuk tiba-tiba. Kalau Allergeia itu wujud haus darahku akan Kuroshin yang tidak tertahankan."
Mungkin kalian tidak ada yang tahu, tetapi setiap roh dan jiwa alias kepribadian yang tersimpan dalam diriku benar-benar beda kecuali beberapa sikap dasar.
Jika kebetulan sama, berarti kami sedang menyingkirkan ego kami untuk mendengarkan hal penting tersebut.
Dinamakan Alter Ego sendiri karena bukan apa-apa selain ego yang mengendalikan kami. Jadinya jangan heran kalau terkadang kami bertindak dengan ego walau bersikap baik.
Semua itu demi satu tujuan walau kami berbeda kepribadian, Kuroshin badjingan itu. Itulah mengapa aku tidak akan pernah bisa melupakan hal itu.
Sebenarnya bukan karena aku tersiksa lalu aku ingin balas dendam. Namun kenapa, mengapa kau harus membunuh mama yang tidak bersalah?
Lagipula persentase laki-laki dan perempuan itu setengah-setengah, jadi kau juga tidak bisa memilih jenis kelamin mana anakmu yang ingin dilahirkan itu.
[Kau cukup berani ya mengatakan itu saat aku bisa mendengarnya juga?]
"Oh, akhirnya kau angkat suara juga. Biasanya kau hanya berdiam diri tanpa mengucapkan sepatah kata pun bukan?"
Allergeia sama seperti laut yang dalam, susah dipahami. Sikapnya yang ingin memberikan kedamaian kepada orang lain itu bagus, tetapi lewat kematian.
Di balik itu, dia hanyalah satu di antara semua pendiam yang ada di dalam semesta ini. Jadi seorang pembunuh, tetapi bukan orang yang cakap untuk mengalihkan perhatian.
Bisa dikatakan kami semua, aku dan Alter Egoku, memiliki kemampuan sebagai seorang Assassin, walau dalam klasifikasi yang berbeda.
Jika aku berfokus pada kecepatan, Eriene lebih ke arah bermain trik, lalu Kioku mengutamakan gaya sentrifugal yang sebenarnya cocok dengan Swordman atau Blade Dancer, maka Allergeia adalah tipe silence yang muncul dari kegelapan, kembali kepada kegelapan.
Lucifer dan Ryuuou mungkin bisa jadi Assassin, tetapi mereka lebih suka bermain barbar. Sikapnya yang meledak-ledak juga memendam emosi dalam kata-kata itu menakutkan.
[Apa yang tidak ada hubungannya denganku, pastilah aku diam. Tapi kau sudah menyebutkan namaku, jadi tentu ada kaitannya dengan diriku.]
"Haih, hahahaha, iyain aja deh. Ngomong-ngomong, sudah berapa dalam aku menyelam? Kalau aku tidak menggunakan penglihatan malam, seharusnya ini menjadi gelap sekali."
[Karena kau sudah menyelam sedalam 2500 meter sambil berbicara dengan kami. Jadi waktunya terlewati dengan cepat. Sudah lewat satu jam hampir dua jam sih.]
"Oh sial, aku akan dimarahi Kiera kalau begini caranya. Cepat kembali!!"
Dengan sihir yang mendorongku ke atas dengan cepat juga sayap yang sudah kulapisi dengan udara agar tidak basah dan memberati, aku langsung menuju ke permukaan dalam tiga menit.
Dan benar saja, seperti yang kutebak dan mungkin kalian tebak juga, Kiera sudah menungguku di tepi pantai, yang tadinya khawatir, menjadi menaruh kedua tangannya di pinggang.
Gawat, bisa-bisa aku tidur di sofa nih malam ini. Kalau aku bohong bahwa aku tidak menyelam sampai dalam, pastilah ketahuan olehnya karena dia bisa membaca pikiranku juga memoriku.
Aiihh, karena Alter Egoku sih, aku jadi keterusan bicara sama mereka sampai lupa waktu. Salahkan mereka, jangan aku sayang!!
"Sayang… kau tahu kan apa salahmu?"
"Uhh… yahh… kurasa."
"Dan kau masih belum mengucapkan sepatah kata pun untuk menjelaskannya? Apa perlu aku melihat ke dalam kepalamu untuk mengetahui apa yang terjadi?"
"Ehhh, iya, iya aku jelaskan. Maaf, tadi lagi bicara sama Alter Ego sih, jadinya sampai lupa waktu dan menyelam terlalu dalam."
Habislah aku. Walau aku sudah jujur semua, pastilah Kiera tetap marah. Ke kanan kandang singa, ke kiri kandang naga, sama-sama mati.
Salah satu faktor karena aku teledor juga sih sampai terkecohkan seperti itu. Namun serius, aku tidak berniat untum menyelam terlalu dalam sejak awal.
Kiera sih jarang marah, tetapi kalau aku melanggar apa yang sudah dikatakannya apalagi aku berjanji, pastilah dia tidak bisa menahannya.
"Aishh, sayang selalu saa begitu. Kenapa sih setiap tindakan yang kau lakukan itu berbahaya dan menyebabkan orang jadi mudah khawatir?"
"Maaf… aku juga tidak bermaksud begitu. Hanya saja kan kebablasan."
"Lain kali jangan diulangi!! Aku tidak ingin kehilangan dirimu sayang."
Walau sedikit kena bentak, tetapi ini bukan masalah. Kiera yang sekarang mendekap diriku erat sangatlah khawatir bahkan mungkin menangis dalam pelukan ini.
Kurasa tindakanku dari dulu memang selalu sembrono, tidak memang nyatanya aku sembrono bukan hanya aku rasa.
Kalau aku tidak sembrono, buat apa aku cari masalah dengan Kuroshin lebih lagi. Mungkin jika aku diam dan tidak cari masalah, dia tidak akan mengusik diriku sebanyak ini.
Dalam pengertian harafiah, mungkin aku sudah bisa mati berulang kali karena sikapku ini. Hanya saja tertolong karena sihir dan kekuatan dewa, if not I'm already dead.
"Baik… jadi… di mana Feliha dan Ais?"
"Mereka sudah pulang tadi. Aku menunggumu di sini karena khawatir. Jujur saja, kalau sebentar lagi saja kau belum keluar sayang, pastilah aku juga menyelam untuk mencarimu."
"Sampai sebegitunya lho… maaf ya. Walau aku tidak bisa berjanji aku tidak bisa lari dari bahaya, tetapi aku tidak akan membiarkanmu khawatir terus-menerus sayang."
"Mungkin ini yang sayang rasakan ya saat kehilangan diriku? Khawatir, depresi, lelah mental bahkan bisa sampai stress. Terima kasih sudah tetap kuat untukku."
"Apa saja untuk istri tercintaku pastilah aku akan sediakan dan berikan."