Kesibukan Ulva Bunda Kezia dipagi hari di dapur sekalian membatu Bi Erna memasak, kalau ada waktu Ulva memasak untuk keluarga kecilnya. Terdengar suara Kezia memanggil bunda yang sedang sibuk didapur untuk menyiapkan sarapan. Mau tidak mau ia harus meninggalkan masakan daripada harus mendengar suara teriakan Kezia.
"Kenapa sih dek, teriak-teriak masih pagi ini." Tanya Ulva menghampir putrinya yang masih dengan rambut acak acakan tapi baju sudah stel kampus.
"Itu bun, laptop Kezia dikamar gak ada. Kan Kezia mau bawa kampus." Tanya balik Kezia dengan raut wajah kesalnya.
"Laptop saja harus kali nanya bunda ya dek, itu barang bunda atau barang kamu. Cari sendiri, bunda mau bantu bi s masak dulu."
"Sudah Kezia cari diseluruh tempat sampai di bawah kolong pun gak ada bun."
"Sudah cari di kamar mandi belum dek?" Tanya Bunda Ulva asal.
"Ha? Ngapain laptop di kamar mandi bun?" Kezia mengerut dahinya yang tidak mengerti maksud kata bundanya.
"Ya mandilah dek, masak tidur." Canda Bunda Ulva sambil tertawa kecil membuat Kezia mengeluarkan suara otanya.
"Bunda..... Adek serius nih."
Ayah dan Kenzo yang masih berada di kamar masih masing merasa terganggu dengan teriakan bagaikan toak dari ruang keluarga dan menghampiri dua wanita yang sedang berdebat. Terlihat bunda Ulva masih menahan tawanya sedangkan Kezia sedang menahan dirinya buat tidak kesal pada bunda nya.
"Ada apa dek, teriak-teriak sama bunda tidak sopan." Tanya Edzhar Ayah Kezia meendekati Kezia yang sedang menarik hidungnya.
"Entah si curut ini, hukum saja yah." Sahut Kenzo yang kesal dengan suara teriak.
"Yah, Kezia lagi serius nanya sama bunda. Eh, bunda malah bercanda sama Kezia."
"Putri ayah ini si Kezia, ganggu bunda masak. Malah teriak pagi pagi cuma nanya laptopnya dimana karena lupa di letakkan dimana. Ya, bunda nggak tahu jawab asal saja."
"Aduh dek, soal laptop saja kamu harus mengeluarkan suara dengan volumen 100 itu. Kamu pikun atau sudah tua ya dek. Nggak ingat semalam kamu ke kamar kakak buat belajar dan laptop kamu tinggal dikamar kakak."
"Lupa adek hehe."
"Makanya dek, cari sesuatu itu harus sabar bukan dengan teriak teriak yang ada tidak ketemu." Ucap bunda Ulva mengelus dadanya melihat putrinya.
"Maaf bundaku sayang, adekkan panik. Ada tugas di laptop. Jangan marah ya bundaku sayang." Kezia menghampiri bundanya dan memelukknya.
"Kebanyakan mikir Sam sih."Goda kenzo dengan menyenggol nyenggol pipi Kezia.
"Apaan sih kak, jangan bawa bawa Sam deh. Ayah lihat kakak ini." Adu Kezia melihat Ayahnya sudah duduk di meja makan.
"Sudah-sudah sana siap-siap. Biar bunda siapkan makanan dulu."
Sedangkan di lain tempat Arga sudah bersiap siap dengan pakaian yang rapi.
"Mau kemana pagi-pagi buta begini kak?" Tanya Papa Kris melihat putranya sudah siap siap terlebih dahulu.
Arga yang baru turun tangga dari kamar yang berada di lantai atas, lantas menghampiri papa Kris di meja dapur yang sedang menyuapin Arin dengan seranggam sekolahnya yang sudah rapi.
"Papa tumben masih dirumah?" Tanya Arga sambil membuat sarapan nasi goreng yang tersedia di meja makan.
"Papa nanya malah balik nanya. Papa agak siang ke kantor sudah janji mau kesekolah Arin."
"Pertemuan orang tua pa?"
"Ya kak, ada pertemuan orangtua. Kakak ikut boleh sekalian ajak kak cia." Sahut Arin yang memasang muka gemasnya.
Dahi Kris mengerut tidak tahu siapa Cia, "Cia? Papa baru dengar namanya. Siapa Cia kak, pacar?"
"Itu pa cewek kak Arga. kak Cia cantik dan baik pa."
"Bukan pa, Kezia junior Arga dikampus."
"Kenal Arin darimana?"
"Kemarin Kak cia ajak Arin nonton, kasih boneka dua yang dikamar itu pa. Baru ajak Arin makan, main lagi, pokoknya Arin suka sama kak Cia pa." Sahut Arin yang semangat kalau menyangkut Kezia.
"Tumben Arin suka sama gebetan kak, sudah sikat saja jadi pacar. Sudah lampu hijau dari Arin pasti papa juga." Goda Kris pada anak laki-laki yang kini sudah beranjak dewasa.
Lebih baik diam daripada makin ditanya-tanya tentang junior yang telah masuk kedunia abu-abunya. Belum yakin dengan hati, aku lebih baik berhati-hati dengan memastikan apa benar aku jatuh cinta pada junior yang telah memiliki kekasih.
"Pa.. Arga berangkat dullu, ada kuliah penggantin pagi ini." Pamit Arga yang menyalam tangan Kris dan menyium kening Arin.
"Hati-hati, dan kalau bisa bawa yang namanya Kezia kesini. Papa mau kenalan mana tahu bisa jadi mantu."
Arga langsung meninggalkan ruang makan tanpa menjawab godaan papanya.
Arga sibuk bermain gitar diruang musik. Lelaki itu terlalu fokus dengan kegiatannya yang tidak mengiraukan para anggota cewek yang tidak fokus akibat dirinya.
Mungkin sedikit rishi dilihat begitu, entah apa yang dikagumi anggota cewek pada dirinya yang nggak acuh.
"Ga, nanti jadi kasih penguman buat acara kita sabtu?"
Arga menoleh sekilas, ia tak mengeluarkan sepatah kata pun hanya ada anggukan kepala saja. Arga masih asik bermain gitar kesayangannya. Sebagai ketua organisasi Arga sedikit dingin di depan anggota lainnya apalagi di depan junior cewek yang baru bergabung. Tetapi dengan sikap begitu Arga masih professional dengan jabatannya yang selalu peduli.
"Ga, sudah lo kasih tahu belum sama anggota lain buat kumpul nanti?"
Lagi, Rio bersuara dan menarik kursi ke depan Arga. Melihat Rio yang duduk di depannya, Arga menghentikan permainan gitarnya.
"Itu HP buat apa kalau nggak bisa lihat isi chat grup." Kata Arga yang setengah menyidir.
Rio hanya tertawa mendengar kalimat yang keluar dari mulut ijo Arga. Rio sudah tahu bagaimana sikap Arga yang war-war tapi baik dan peduli.
"Lo nggak risih di lihat para gadis disana? Karena Lo sering bermain music di sini, anggota cewek sering berkunjung keruang ini."
"Iri bilang, nah main gitar lo biar di lihat."
"Nggak perlu. Bukan kagum malah pergi semua nanti, tinggal kita berdua deh. Dikira orang lain kita ada apa pula diruangan berduan." Sahut Rio sambil menggoda Arga.
Arga geli melihat tingkah menggelikan temannya itu. "Gue masih normal. Ajak yang lain saja kalau mau bengkok."
"Eh Ga, gue dengar nih sipalybob cap belang lagi incar junior sastar yang cantik itu loh."
"Jordan. Dia sudah biasa, nggak usah diusik."
"Juniornya yang sering dekat sama lo. Siapa namanya?"
"Kezia?" Jawab Arga memastikan.
"Iya."
Mendengar nama itu Arga langsung berdiri dan keluar dari ruang musik. Entah... entah kemana ia akan pergi. Yang dipikirannya sekarang hanya satu nama. Arga mengambil HP dan menelpon untuk bertanya dimana keberadaannya sekarang, tapi tidak ada balasan.