Tertangkap wajah bingung seorang murid dan guru dihadapan sang dokter "Pernah punya riwayat penyakit di kepala ? atau kelainan? " Tanya dokter, fairial menggeleng terbata.
"Kepalanya pernah gegar otak, cedera atau pernah terkena benturan?" Pak dian seru memperhatikan fairial yang terdiam berpikir.
Ia lamban meresponnya, itu ia lakukan mungkin karna bingung. "Kurang tau ya dok, dulu memang pernah karna sebuah ... ke-celakaan " Fairial terkesan menutupi. "Kecelakaan? mobil?motor atau ?"
"Maaf dok saya gak ingat...saat itu saya masih kecil."
"Oh yaudah masnya besok kesini lagi ya untuk mengambil hasil scan kepalanya."
Fairial makin bingung "Kok sampe segala discan ya dok?" Ucapnya sambil berseloroh.
"Untuk memastikan aja kok." Dokter berjas putih ini tersenyum.
Fairial dan pak dian hanya mengangguk saja sepanjang sang dokter memberi resep obat. Sampai akhirnya tiba saat mereka dimuntahkan dari ruangan itu dan berjalan kaki berdampingan. Fairial berkata "Cuma migrain aja pake segala discan."
"Hahaha, jaga jaga rial."
"Makasih banyak ya pak, saya jadi ngerepotin bapak "
"Iya gapapa, bapak ikhlas. Kamu ini kayak sama orang lain aja "
Fairial tersenyum. Ia tak tahu harus membalas budi pak dian dengan apa. Seperti yang ia tahu ia memang tak punya apa-apa. Pak dian terlalu baik untuk menjadi gurunya, seandainya saja ia memiliki seorang ayah seperti pak dian. Ia pasti menjadi orang paling beruntung didunia.
###
Ditengah perjalanan pulang sekolah, dua kakiku terhenti oleh sesuatu hal. Aku melihat anak perempuan seumuran anak sd tengah berlarian dari ujung bahu jalan, dibelakangnya ada banyak pria bertato dan berwajah beringas mengejarnya.
Gadis mungil itu terlihat sangat ketakutan, apalagi kalau lima bapak-bapak itu sampai mengejar dan mendapatinya. Mereka pasti akan menculiknya
“Heh jangan kabur kamu !" Teriak salah satu Bapak itu.
Mereka terlihat seperti ingin memukulnya. Anak gadis berpakaian lusuh itu terus berlari. Aku tidak tega. Aku pun berusaha mencari-cara agar anak itu kutolong. Aku segera melangkahkan kaki ini ke sebuah persimpangan, kebetulan disitu ada gang kecil aku bersembunyi disitu.
Anak gadis itu berhenti ketika menepi didekat persimpangan, ia bingung mau kemana. Aku membisik agak kencang. Ia mendengarku, bahkan ia menurut ketika aku menyuruhnya masuk ke dalam gang kecil dan bersembunyi dibalik tong besar bersamaku.
Kami saling menunduk dibalik tong sampah agar tak terlihat. Aku menyuruhnya untuk diam. Gadis mungil itu mengangguk.
Sejumlah bapak-bapak yang berlarian tadi pun pergi dan lurus melewati gang itu. Aku bersyukur dengan berulang kali mengucap hamdalah didalam hati.
Aku dan dia keluar dari gang itu, aku memegang kedua pundaknya. Lalu berkata "Lain kali lebih hati-hati ya dek. Kalau mau kemana-mana jangan suka sendirian, banyak penculik akhir-akhir ini soalnya.”
“I-iya kak. Makasih ya kak."
“Iya sama-sama."
Aku tersenyum melihat gadis itu pergi dengan selamat. Aku lantas kembali meneruskan perjalananku dan kembali berjalan ke jalanan yang tadi. Aku sangat senang bisa menjadi orang yang berguna bagi orang lain, atau menjadi penolong orang yang sedang kesusahan.
Seperti dalam sebuah hadits yang pernah kubaca nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda "Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia seorang mukmin, maka Allah akan melapangkan darinya satu kesusahan di hari kiamat.”
Subhanallah semoga saja aku bisa menjadi orang seperti itu.
Tiba tiba ditengah perjalanan aku menemukan seorang ibu paruh baya terus melihat kearah belakangku, mereka seperti sedang menunggu-nunggu kedatangan seseorang dari belakangku. Tapi ketika kulihat kebelakang tak ada orang.
Lantas mereka mengharapkan kedatangan siapa ?
Yang kubaca dari raut wajah mereka, mereka terlihat sangat khawatir. Mereka dikelilingi orang-orang yang kukira itu bukan juga anggota keluarga mereka, melainkan para pejalan kaki yang lewat.
"Dompet ibu dicuri dimana bu, kok bisa ?"
“Tadi saya lagi beli es sama si bapak ini disini, eh pas saya keluarin dompet anak perempuan itu langsung dateng dari belakang, dompet saya diambil. Cepet banget pak.”
“Tapi sekarang lagi dikejar kok bu sama preman sini, tenang aja, cuman anak kecil. Gampang ketangkepnya”
“Ah jangan ngegampangin gitu si bapak, eta teh soalnya ada ktp sama uang ratusan ribu pak. Saya takut gak bisa pulang pak. “
“Kita tunggu aja dulu bu “
Anaknya merengek. “Bu gimana ini bu nanti kita gak bisa pulang." Ibunya jadi makin khawatir.
Aku terkejut bukan kepayang mendengar percakapan mereka yang kutangkap tanpa sengaja ketika sedang lewat. Apa mungkin anak perempuan yang tadi dikejar-kejar oleh pria bertato dan berwajah menyeramkan itu adalah anak perempuan yang mencuri dompet ibu ini?
Astagfirulloh, kenapa aku bisa selalai ini. Mereka bahkan sangat mengharapkan dompet itu bisa kembali dan anak itu ditangkap. Padahal nyatanya aku tahu sendiri anak perempuan itu aku yang biarkan kabur.
Aku melewati mereka dengan berguncangan batin . aku merasa sangat bersalah dan berdosa sampai-sampai ketika aku menepi ke depan rumah aku tak masuk-masuk ke dalam pagar. Aku seperti orang yang tak sanggup melakukan apa-apa.
“Bodoh.” Gumamku
Padahal kiranya aku bisa membantu dan bermanfaat bagi orang tapi nyatanya…
***
Cukup lama fairial melihat lantai dibawahnya, ia terduduk disalah satu jejeran kursi yang berada didepan ruang dokter. Ia sedang berada dirumah sakit untuk melihat hasil scan kemarin. Meski agak malas aslinya.
Tiba tiba saja dokter yang ditungguinya sejak beberapa menit lalu datang dan mereka saling tersenyum hambar. Dokter berkacamata itu langsung memasuki ruangannya. Fairial izin masuk dan ia mulai memasuki ruangan ber-ac itu. Untungnya ia memakai sweater. Disana cukup dingin karna temperatur acnya yang lebih ditinggikan sedikit dibanding kemarin.
Mereka saling duduk dikursi dan saling berhadapan. Dokter itu lama mendiami fairial menatap jengkal demi jengkal garis wajah fairial dan ekspresi bingungnya.
Dokter ini menghela nafas, seakan ia sedang menguji fairial dengan sebuah teka teki yang tak pernah bisa fairial pecahkan, bahkan raut wajahnya sangat serius dibanding pertama kali ia menemui wajahnya didepan, rasanya begitu berat yang ingin dokter ini ucapkan.
“Fairial kan ? “
“I, iya dok.”
“Bisa tolong tutup pintu ?"
Fairial menurut dan mulai menutup pintu itu.
Suara-suara bising dan suara jalan orang-orang sudah tak terdengar lagi. tidak ada satupun yang bisa mendengar atau mengganggu mereka.
Ia kembali duduk berhadapan dengan sang dokter. Beberapa lembar kertas dan foto hasil scan dokter itu geser ke depan fairial.
“Anda menderita kanker otak stadium tiga “
Seakan petir menggelegar ke telinganya, fairial mendengus. Ia melengoskan pandangan ke dinding sambil tertawa mentah. “Heh, apaan lagi ini.” Ia tahu ini semua pasti salah, ia tak boleh terlalu banyak percaya. Ia harus tetap tenang. Bisa jadi ini cuma kesalahan dari pihak rumah sakit.
Atau bisa jadi hasil scan dikepalanya ini tertukar. Dokter juga manusia. Bisa jadi ia melakukan kesalahan dan scan itu tertukar dengan milik orang lain. Ia sadar jantungnya berdegup lebih kencang sekarang tapi tetap saja hatinya menolak pernyataan itu berkeliling dikepalanya .
“Ada beberapa kerusakan didalam otak anda yang memicu sel kanker ini tumbuh dan berkembang, saya mau tanya kembali pada anda, apa anda pernah mengalami cedera kepala parah tanpa penanganan medis ? kapan itu kejadiannya ? dan karna hal apa ?"
Fairial menggeleng, ia terus menggeleng tak percaya. Ia terus meyakinkan diri bahwa ini semua adalah kesalahan, bahkan sampai-sampai sang dokter yang terus berbicara tak ia dengarkan. Malah akhirnya sang dokter yang jadinya mendengarkan semua pembantahan ucapannya.
“Ngga... nggak mungkin… anda salah ! coba dokter periksa ulang itu bukan punya saya. Saya gak mungkin punya penyakit itu.”
Sang dokter sudah terbiasa dengan suasana seperti ini. Ia berusaha menenangkan fairial dan mencoba mengajaknya duduk kembali secara baik-baik. “Saya mengerti, dokter juga pasti pernah melakukan kesalahan. Tapi hasil scan ini benar-benar sesuai dengan gejala yang kamu alami akhir-akhir ini. “
“Dokter bohong..”
“Untuk apa saya berbohong? apa itu menguntungkan saya ? Ini, ini dan ini adalah buktinya. Sudah bertahun-tahun saya menggeluti bidang ini. Saya memang seorang manusia, tapi saya tidak akan berbohong kepada pasien saya sendiri. Sisa waktu anda bahkan tidak lebih dari setahun.”
Fairial tak percaya petir itu seolah menggelegar lagi ketelinganya, berharap telinganya salah. Ia dijebak oleh kesuraman didalam ruangan ini. Ia ingin keluar dari semua pernyataan bajingan ini. Gemetar tangannya memegang hasil scan di otaknya dan juga beberapa berkas yang kini bertumpukan ditangannya.
Ia membacanya. Ia kembali melihatnya. Ia tak berdaya. Ia tak percaya sambil berulang kali memegang kepala. Ia bolak-balik melihat berkas-berkas itu. Ia meringis “Ya allah.”
Dalam waktu yang singkat, kursi itu ia tinggalkan.
Ia berjalan ke depan pintu dan seenaknya keluar dari ruangan itu, langkah kakinya gontai menyusuri jalanan, bahkan ia hampir menabrak orang, dinding atau apapun. Ia terus memegang kepala ketika berjalan.
Ia masih berekspresi tak percaya bahkan matanya sampai tak sempat ia pindahkan kemanapun selain ke tulisan di berkas-berkas yang ada ditangannya. Iaa bingung kemana harus pergi, ia hanya menuruti kemana kakinya melangkah. Ia bahkan tak sempat memikirkan hal itu, dikepalanya berkumpul semua tentang penyakit ini. Ia masih tak percaya
Tiba tiba saja diujung sana dekat staff administrasi rumah sakit, risky muncul seperti sedang mencari-cari sesuatu. Ia menerawang jauh ke depan matanya mencari teman yang baru beberapa menit ini mengajaknya janjian untuk menjenguk seseorang.
Fairial masih terbungkus oleh kesuraman, bahkan ia tak sadar sejurus matanya ada Risky yang keduluan menyadari keberadaan fairial. Risky menoleh dan alis matanya terangkat tinggi. Ia langsung menghampiri fairial sampai seakan ia mencegatnya.
“Rial, lu ngapain ada disini ?”
Risky cengar-cengir menyambut fairial. Bahkan ia sampai memukul punggungnya berulang kali. Fairial berhenti. Dan ia yang giliran terkejut. Risky memiringkan kepalanya ketika membaca berkas-berkas yang fairial pegang saat itu. Tak terlalu jelas. Ia malah langsung merebutnya dan kembali membacanya. Sampai ketika tulisan-tulisan diberkas itu jelas dipandangnya. Risky melotot. Degup jantungnya seakan dihentikan oleh pernyataan didalam berkas-berkas itu.
“A-apaan ini rial … ini punya siapa ?”
Fairial kesal. Ia cepat merebut berkas-berkas itu dari tangan kak risky. “Itu bukan punya lo kan ? lo nggak lagi bercanda kan? Rial ! Jawab gua !” Mata risky berkaca-kaca.
Tangannya beberapa kali sempat mengguncang dua bahu fairial.
Fairial masih terdiam murung. Ia bahkan hampir mengeluarkan air matanya saat itu. Tapi ia masih terlihat kebingungan untuk mengungkapkannya.
Sejurus ketika risky menatap wajah fairial dengan sebuah keseriusan, sebuah cairan merah turun dari lubang hidung fairial, darah. Ia mimisan. Risky tak percaya ketika melihat hal itu. Setahunya mimisan adalah tanda-tanda yang biasa terlihat ketika orang menderita penyakit kanker. Dan seakan-akan kejadian itu membuat sebuah pembenaran tentang yang dibacanya baru-baru ini.
Fairial langsung tersadar ketika risky melihat kea rah hidungnya dengan tatapan terkejut. Fairial mencoba mengusapkan dan memastikan apakah benar ia mimisan. Ia terkejut, ternyata perkiraannya benar. Ia langsung mengusap-usap dengan tangan dan menutupinya dari mata risky.
Namun sayang. Itu sudah pasti tidak berguna. Risky sudah mengetahui rahasia besar yang sedang fairial sembunyikan sekarang. Risky menahan tangan fairial ketika mau pergi. “Fairial ! “
“Apa gunanya gua ngomong sama lo …ngomong sama seluruh orang didunia juga gak bakalan ngehindarin gua dari penyakit ini.”
Fairial terlihat kacau, ia membuang tangan itu dan berlalu pergi, meninggalkan risky bersama pertanyaan yang membumbung ke langit dan menciptakan awan mendung didalam penjuru otak.
Ia masih tak percaya seperti halnya fairial. Padahal setahunya fairial tidak memiliki riwayat penyakit apa apa dulu. Ia dan shafiyya selalu mengetahui fairial lebih awal dibanding orang-orang lain termasuk dokter, bagi nya fairial adalah keluarga. Fairial sudah mereka anggap saudara sendiri sejak berbelas-belasan tahun lalu, tapi mengapa. Fairial seakan tidak mengerti.