Sehabis dari atap fairial tak sengaja melewati sebuah musholla yang biasa dipakai para pengunjung, karyawan rumah sakit atau pasien untuk menunaikan ibadah shalat. Tapi bedanya musholla itu agak sepi kali ini, yang setahu fairial disana selalu ramai kalau adzan telah berkumandang. Wajar saja ini masih sekitar jam sepuluhan.
Tangannya menengadah ke atas, wajahnya mendongak. Kakek itu terlihat khusyu ketika sedang berdoa. Fairial mengintipnya dari depan pintu musholla.
Ada perasaan lain lagi ketika ia mulai merasa bahwa orang yang sedang diperhatikannya saat ini, adalah sosok yang pernah ia temui diatas atap. Lewat punggungnya yang agak membungkuk, lewat peci putihnya, lewat warna ubannya yang mendominasi, lewat kesedihannya yang mudah terlampiaskan dengan sebuah guliran air mata.
Fairial seakan mengerti apa yang sedang ia ungkapkan kepada tuhannya. Ia terlalu peka, untuk tidak mengerti...
Sejam berlalu fairial duduk termenung diantara deretan kursi yang terpahat didepan musholla. Sosok itu masih belum kunjung keluar dari musholla, fairial memastikan lagi dengan mendekat ke depan pintu. Ia terkejut, kakek tua itu masih terus menengadahkan tangannya ke atas seraya menangis.
Tiba tiba sepatunya tak sengaja menggeser tempat sampah yang berdiri dekat pintu. Tempat sampah itu terjatuh dan membuat kegaduhan saat itu.
Sontak kakek ini terkejut dan langsung menyeka air matanya sebelum saatnya ia berpaling kea rah fairial. Lalu tersenyum, matanya terlihat merah dan hidungnya kembang kempis bersuara seperti orang flu "Mau sholat dek?"
"A-ah, nggak pak, eh kek"
Fairial langsung mengembalikan tempat sampah yang tertidur itu ke tempat semula. Ia tak tahu apa yang harus ia akan lakukan saat ini. Setahunya kakek itu kembali meneruskan doanya dan kembali menengadahkan tangan.
Ia melangkah pergi meninggalkan.
Terkadang ia tidak mengerti dengan dirinya atau tentang tujuan hidupnya. Malah kelihatannya ia hampir sama sekali tidak mempercayai tuhan. Semenjak ayahnya selalu memperlakukannya seperti itu, ia sama sekali tidak mengerti apa yang tuhan mau dari hidupnya.
Serasa semua ini tidak adil untuk hidupnya. Padahal shafiyya dan keluarganya sangat dekat dengan agama, berbeda dengan pandangan fairial sendiri, yang selama ini selalu ia sembunyikan. Ia selalu dibuat menderita dan tak memiliki apa-apa.
Tak ada yang bisa ia andalkan atau harapkan. Kecuali yang datang dari keluarga besar itu. Yang semakin kesini juga semakin memudar keberadaannya. Fairial tersiksa. Bertambah lagi dengan hadirnya penyakit ini yang bahkan hampir membuatnya gila semalaman. Karna dosa apa ia diberi cobaan bertubi-tubi seperti ini.
Tapi mengapa, diantara itu...
Ada satu hal yang cukup janggal di hari ini. Ketika fairial melihat bagaimana kakek tua itu tetap bertahan dan menangis meminta pertolongan. Padahal seolah-olah ia meminta pertolongan untuk hal yang takkan mungkin bisa ia jangkau. Yang tak akan pernah jadi kenyataan. Yang sungguh menyakitkan bila terlalu diharapkan. Yang membuatnya semakin mempertanyakan dimana eksistensi tuhan sebenarnya ketika berada diposisi seperti itu.
Tapi kakek ini...mengapa kakek tua ini sangat berbeda dengannya, padahal penderitaan mereka hampir sama besar.
Ia terlihat sangat percaya bahwa keberadaan tuhan sangat ada, seolah-olah Dia mendengarnya, seolah-olah Dia akan menolongnya, seolah-olah Dia akan menyelamatkannya, seolah-olah Dia akan memberinya solusi dari setiap permasalahan, seolah-olah Dia bukanlah yang paling bersalah dalam urusan ini.
semakin ia memikirkan, semakin ia berlabuh ke ingatannya dimasa lalu,
masa dimana, ia masih mengenal cahaya itu....
"Rial!"
Suara teriakan aisyah yang pertama kali ia ingat. Ibunda shafiyya yang selalu tampil sempurna dengan hijab sedadanya. Melambai-lambaikan tangan pada fairial kecil, ia coba berteriak lagi dari kejauhan itu " Sinii! ".
Seingatnya beliau adalah ibu dari dua orang anak yang baru-baru ini menempati rumah didepannya yang dua tahun ini kosong. Fairial masih berusia lima tahun saat itu, ia sudah rapih dengan baju kokonya, kopiah dan sarung, ia baru saja hendak ke masjid untuk mengaji.
Seorang anak perempuan seusianya tampak malu-malu berlindung dibelakang tubuh ibunya. Ia sudah berkerudung manis disertai gamis mungilnya.
Sebuah iqra ia genggam erat ditangannya, ialah shafiyya yang fairial kenal selama ini. "Kamu mau permen coklat ini gak... kalo mau shafiyya ikut kamu ya" aisyah menawarkan lima permen coklat padanya.
"Eh...iya-iya aku mau tan!"
"Yaudah nih." Aisyah memberikannya "Tapi inget ya, habis ngaji langsung pulang, jangan kemana-mana lagi, oke??"
"Siip... ayo shaf!" Fairial menggandeng tangan shafiyya
"Ibu..."
"Nggak apa apa sama rial dulu ya, cuma sebentar kok."
Shafiyya terus dibawa jalan, gadis itu tak henti-hentinya berpaling ke belakangnya, memandang raut wajah ibunya yang kian menjauh. Matanya berkaca-kaca
"Ibu..."
"Hati-hati!"
Didalam kumpulan anak-anak berkopiah dan berkerudung itu berdiri diantaranya seorang ustadz yang menyampaikan materi pengajian hari ini. Semua anak terlihat saling mendongakkan kepalanya.
Bahkan diantara keseriusan anak-anak itu, ada yang paling antusias mendengar materi itu sampai si anak tak sedikitpun menghiraukan canda tawa apapun yang disekelilingnya.Ia adalah fairial.
"Dari hudzaifah bin asid al ghifari ra. Berkata : datang kepada kami rasulullah saw. Dan kami pada waktu itu sedang berbincang-bincang. Lalu beliau bersabda "apa yang kamu perbincangkan?" Kami menjawab "Kami sedang berbincang tentang hari kiamat." Lalu nabi saw bersabda." Tidak akan terjadi hari kiamat sehingga kamu melihat sebelumnya sepuluh macam tanda-tandanya." Kemudian beliau menyebutkannya "Asap (dukhan), dajjal, binatang, terbit matahari dari tempat tenggelamnya turunnya isa alaihissalam, ya'juj dan ma'juj, tiga kali gempa bumi, sekali ditimur, sekali dibarat dan yang ketiga disemenanjung arab yang akhir sekali adalah api yang keluar dari arah negeri yaman yang akan menghalau manusia kepada padang mahsyar mereka, hadist riwayat muslim."
"Nah nanti pada hari menjelang dekatnya harikiamat akan muncul tanda-tanda itu berturut-turut, salah satunya adalah dukhan, kalian tahu? Asap, yang kedua adalah dajjal kalian tahu apa dajjal itu, ia adalah sosok bermata satu yang akan membawa fitnah sangat besar, ia pertama akan mengaku sebagai utusan allah dan kedua ia akan mengaku sebagai tuhan, pada hari itu banyak orang yang tergelincir ke dalam permainan yang dibuat dajjal ini, ketika pertama kali datang ia akan membawa surga dan neraka di kedua tangannya. Yang sebenarnya surganya itu adalah neraka bagi kita dan nerakanya adalah surga bagi kita."
Waktu kecil fairial sangat hobi pergi mengaji, dari sana ia jadi bisa memiliki banyak teman , dari sana ia tak merasa kesepian, disana juga ia sering mendapati cerita-cerita menakjubkan yang membuat bulu kuduknya berdiri.
Malah diantara yang lain fairial lah yang tercatat ikut pengajian tanpa pernah absen. Bukan hanya pengajian saja tapi sholat berjamaah nya juga, awalnya ia tidak terlalu bisa namun ustadz yang biasa mengajarnya mengaji selalu mengajaknya dan mengajarkannya, yang akhirnya ia jadi terbiasa sendiri tanpa disuruh pun.
Sepulang mengaji ia jalan beriringan dengan shafiyya, fairial masih terlalu bocah saat itu. Ia bahkan sejak tadi sibuk memperagakan apa yang diceritakan pak ustadz. Berkumur-kumur perkataan yang pernah dikatakan pak ustadz di pengajian tadi.
Tiba tiba ditengah itu fairial dicegat oleh beberapa temannya yang diantaranya sudah menenteng-nenteng bola, mereka berniat mengajak fairial bermain bola. Padahal mereka masih bersarung dan berkopiah.
"Rial maen bola yok"
"Nggak ah aku mau nganter shafiyya dulu pulang"
"Yah elah gak seru gak ada lu, dia kan bisa pulang sendiri"
Shafiyya ketakutan ketika ditatap oleh beberapa anak itu ,atau termasuk fairial, ia takut ditinggal.
"Kamu bisa pulang sendiri shaf?"
Tatapan matanya mendadak gentar, gadis ini tiba tiba menggeleng.
"Tuh nggak mau dia... udah besok aja abis pulang sekola"
"Yahh yaudah deh "
Setibanya didepan rumah shafiyya, fairial yang sudah ditunggu-tunggu kedatangannya itu disambut oleh aisyah dan sekeluarga dimeja makan. Fairial diajak makan sore dirumah shafiyya ia juga diberikan banyak permen coklat oleh aisyah.
Serasa mimpi, serasa berada disurga ketika ia memasuki rumah ini. ia menceritakan semua hal yang terjadi hari ini dipengajian seraya menunggu datangnya siukan nasi dari aisyah.
"Terus katanya nanti dajjal bawa surga sama neraka, surganya itu neraka buat kita dan nerakanya itu surga buat kita, jadi kita harus milih nerakanya biar kita selamat dan masuk surganya Allah"
"Wahhh rial kamu pinter ya. Besok-besok ceritain lagi ya kisah-kisah yang diceritain dipengajian"
"Iya tante"
"Tuh shafiyya dengerin tuh... nanti kalo kamu udah besar hati-hati sama yang namanya dajjal ya"
"Iya bu... shafiyya takut bu"
"Duh ibu lupa tuh nama surat apa ya yang buat lindungin kita dari dajjal"
"Kata pak ustadz buat ngelindungin diri dari dajjal harus hafal permulaan surat alkahfi, kalo nggak yang akhirnya"
"Masya allah fairial kamu.. benar sekali, oh iya ngomong-ngomong udah sampai iqro berapa"
"Enam tan... sebentar lagi aku alquran"
"Wahh liat tuh shaf. Liat fairial tuh, kamu juga jangan kalah, kamu masih iqro empat lohhh"
"Iya bu"
"Oh iya kamu besok-besok samper shafiyya ya, nanti tante kasih permen coklat lagi ke kamu... "
"Yang bener tan? Yesss! Oke deh tan"
Hari itu masih berlalu sangat indah, suasana masih sekondusif yang diinginkan meskipun bertahun-tahun ia lalui tanpa kehadiran keluarga. Namun menurutnya itu lebih baik. Saat itu ayahnya masih jarang pulang kerumah, beliau sibuk dengan perusahaan yang tengah dijalankannya.
Setahun sekali ia baru pulang kerumah. Itu juga tanpa sekalipun bertatap muka atau sekedar menanyakan sekolahnya. Hubungan mereka terlalu renggang semenjak ibu fairial menceraikan ayahnya. Ia merasa sangat dikhianati oleh istrinya bahkan sampai ia menjadikan fairial sebagai pelampiasan rasa sakitnya.
Setiap hari fairial hanya mengandalkan uang yang di transfer ayahnya saja, untuk semua keperluan hidupnya, sekolahnya, atau biaya-biaya lainnya.
Keluarga shafiyya masih belum tahu tentang masalah ini.
Saat itu fairial juga tidak pernah tahu keadaan akan menjadi sangat buruk ketika hari itu tiba. Perusahaan ayahnya bangkrut, keadaan jadi berubah 180 derajat dari biasanya. Ia sering pulang dalam keadaan mabuk. Melampiaskan segala hal dengan cara kekerasan pada fairial hingga harus memukul, membanting, atau bahkan menampar.
Fairial tidak mengerti atas dosa apa ia bisa diperlakukan seperti ini, ia menjerit, membatin,ia dibenci, dikhianati, dibuang. Bahkan sampai merasa dikecewakan oleh tuhannya sendiri.
Mulai dari saat itu, Setiap kali orang itu pulang, yang tadinya sebuah kerinduan jadi sebuah ketakutan. Ia menahan duka-duka dan luka itu seorang diri. Dan ia tidak ditolong oleh siapapun kala itu.
Sampai kalanya shafiyya melihat kejadian itu lewat didepan matanya. Baru keluarga itu benar-benar menganggapnya lebih.... Lebih untuk dijadikan sekedar tetangga dekat. Padahal fairial sudah terlanjur dibaluti oleh kegelapan yang membuatnya hampir tersasar dijalan itu.
Ia terbiasa oleh kegelapan-kegelapan itu, tanpa hadirnya cahaya, tanpa hadirnya sebuah penopang. Karna ia selalu terbiasa hidup seorang diri. Tanpa membutuhkan siapapun. Ia terlalu lama didewasakan oleh jalan yang benar-benar dilumuri kegelapan.
Oleh karena itu melihat perubahan shafiyya yang tiba-tiba, dan kakek tua itu, entah mengapa jadi membuatnya agak....terusik