Andara berlari menyusuri lorong yang sudah sepi. Andara tidak ingin menyakiti hati Algar, maka perempuan itu berusaha untuk tidak mengatakan sesuatu yang kejam lagi.
Sejujurnya, Andara sedikit terkejut dengan apa yang baru saja Algar katakan. Algar menyukainya? Apakah Andara juga harus mengatakan yang sebenarnya? Bahwa Andara juga menyukainya. Egois? Ya, itulah Andara.
Andara menggelengkan kepalanya, perempuan itu harus mengingat tujuannya, yaitu tidak membiarkan Elvan menghancurkan keluarga bahagia Algar, cukup keluarganya saja. Meskin Andara masih sangat ingin berada di samping Algar, namun Andara harus menyampingkan egonya dahulu.
Andara memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki seraya mendinginkan kepalanya. Belakangan ini Andara mulai banyak sekali pikiran, dan ia tidak bisa berbagi pikirannya dengan siapa pun, kecuali bundanya. Andara rindu bundanya.
Andara menatap senja yang perlahan mulai tenggelam. Andara merasa hatinya sangat kosong, seperti ada sesuatu yang mengganjal. Apa karena ia baru saja kehilangan Algar? Tapi ini adalah keputusannya, Andara tidak boleh menyesal.
Andara melanjutkan langkahnya menuju rumah. Besok hari libur dan Andara masih tidak memiliki tujuan. Mungkin Andara akan memikirkannya nanti.
♡♡♡
Lidya menerobos masuk kamar Algar. Jam sudah menunjukkan pukul 11.00 dan lelaki itu masih belum juga membuka matanya. Tampaknya tidur Algar sangat nyenyak dan Lidya jadi semangat mengganggu tidurnya Algar.
Lidya menarik satu telinga Algar hingga memerah.
"Bang!!" pekiknya.
Algar mengerjapkan matanya beberapa kali, setelah ia sadar dan merasakan sakit, Algar langsung memukul tangan Lidya yang masih setia di telinganya.
"Apaan, sih?!" omelnya. Lidya melipat kedua tangannya di depan dada. Algar menatap bocah itu dengan mata menyipit.
"Anterin gue ke rumah Shelvi, ayo!" Algar menggeleng kecil kemudian memejamkan matanya kembali.
"Lo sendiri aja. Gue lagi males," jawabnya.
"MAMA!! ABANG GAK MAU NGANTERIN LIDYA!!" pekiknya membuat Algar langsung membuka kedua matanya kemudian berlari ke kamar mandi. Lidya tersenyum miring, itu adalah satu-satunya cara untuk membuat Algar tunduk padanya.
Lidya menatap jam dinding. Ia berjanji dengan Shelvi akan datang jam 12.00. Lidya akan mengerjakan pekerjaan kelompok dengan Shelvi.
Setelah selesai mandi dan memakai pakaiannya, Algar langsung bergegas menuju ruang makan. Lelaki itu akan sarapan sebelum mengantar Lidya.
Algar menatap makanannya terdiam setelah lelaki itu menyadari jika ia dan Andara baru saja putus kemarin. Algar mendesah berat, rasanya seperti ada yang kurang.
Kira-kira apa yang dilakukan perempuan itu sekarang? Bagaimana dengan kehidupan mandinya? Apa dia sudah bangun? Biasanya, jika libur seperti ini Algar akan menghubungi Andara untuk bertukar kabar. Sayangnya, sepertinya hari ini tidak bisa lagi, karena mereka bukan siapa-siapa sekarang.
Algar menghabiskan sarapannya dengan cepat kemudian memanaskan mesin motornya.
Algar menatap jok belakang motornya, biasanya Andara yang menempatinya. Tersenyum dan tertawa, kini tidak lagi. Algar tidak bisa mengajak perempuan itu jalan bersamanya lagi. Sial, sesusah ini melupakan semua kenangan manis itu?
"Bang, ayo!" Algar tersadar dari lamunannya kemudian mengangguk.
Algar mengantarkan Lidya ke rumah temannya. Bocah kecil itu meminta Algar untuk menjemputnya kembali jam 15.00 dan itu masih sangat lama.
Algar menatap benda pipih yang sedang ia genggam, Algar tidak tahu ingin mengisi waktu luangnya dengan melakukan apa. Algar hanya menatap ponselnya saja, tidak melakukan apa pun. Algar juga tidak mungkin menghubungi atau bahkan mengirim Andara sebuah pesan.
Tiba-tiba saja sebuah pesan muncul di notice ponselnya. Algar mengernyitkan dahinya ketika mengetahui pengirim pesan itu adalah Resta.
"Resta?" Algar kemudian memutuskan untuk menghubungi perempuan itu karena menurut Algar, pesan yang dikirimkan Resta sangatlah aneh dan menyangkut dengan Andara.
"Halo, gar?" ucap Resta di seberang sana dengan nada yang panik. Algar menaikkan satu alisnya.
"Kenapa lo?" Resta menghembuskan napasnya, perempuan itu berusaha menenangkan dirinya terlebih dahulu.
"Andara, gar ... Andara."
"Kenapa Andara?"
"Andara lagi bicara berdua sama Elvan!"
♡♡♡
Beberapa saat yang lalu, Resta memintanya untuk datang ke sebuah taman. Resta mengatakan jika Andara dan Elvan sedang berbicara berdua, dan keduanya tampak sangat serius. Meskipun Algar dan Andara sudah tidak ada hubungan spesial lagi, tapi Algar tidak melupakan jika Andara memutuskan hubungan keduanya dengan sangat aneh. Algar pikir ia akan bisa mendapatkan jawabannya di sana, jadi Algar memutuskan untuk menemui Resta.
Algar menyentuh bahu Resta, perempuan itu menoleh sebentar kemudian kembali menatap Andara dan Elvan yang sedang berbicara tak jauh dari mereka berdiri. Algar mengikuti arah pandang Resta. Meskipun samar-samar, tapi Algar dan Resta masih bisa mendengar pembicaraan mereka.
"Andara bilang sama lo kalau dia mau nemuin Elvan?" Algar menggeleng kecil.
"Kita udah putus," jawabnya membuat Resta spontan menoleh ke arah Algar.
"Lo serius?"
"Gue serius, tapi Andara mutusin hubungan kita secara mendadak tanpa masalah apa pun." Resta terdiam kemudian kembali menatap Andara dan Elvan.
"Mungkin pembicaraan mereka ada hubungannya dengan putusnya hubungan kalian. Ini cuma pendapat gue, gak tahu bener atau nggak." Algar terdiam. Masuk akal juga kata-kata Resta berusan.
"Gue udah mutusin Algar sesuai dengan apa yang lo mau, jadi gue mohon jangan ngelakuin sesuatu yang buruk ke dia." Algar membulatkan kedua matanya ketika samar-samar mendengar apa yang Andara ucapkan. Sementara Resta hanya melirik Algar dan kembali menguping pembicaraan Andara dan Elvan.
Elvan tersenyum miring kemudian mengulurkan tangannya.
"Bagus. Jadilah milikku, Andara!"
Algar tidak bisa lagi menahan segala emosinya, ini sudah keterlaluan. Algar mengepalkan kedua tangannya. Sebelum Andara menyambut uluran tangan Elvan, Algar terlebih dahulu keluar dari persembunyiannya kemudian mendaratkan pukulannya di pipi Elvan dengan sempurna.
Resta hanya mendesah berat, perempuan itu tidak bisa lagi menghentikan Algar.
Sementara Andara terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Algar sukses membuat Elvan tumbang dengan sekali pukulannya. Andara menoleh ketika seseorang menyentuh bahunya, dia adalah Resta.
Andara tidak menyangka jika Resta dan Algar ada di dekat sini. Mungkinkan mereka mendengarkan pembicaraannya dengan Elvan sedari tadi?
"Sampai kapan pun gak akan gue biarin Andara jadi milik lo! Cukup dengan obsesi gila lo itu dan berhenti ganggu Andara!" Elvan perlahan bangkit. Lelaki itu memegangi pipinya yang masih terasa panas, bahkan ujung bibir Elvan terlihat mengeluarkan darah. Sepertinya Algar memukul Elvan dengan segala emosinya.
"Kalian terlalu banyak ikut campur. Aku akan membalas kalian semua, kita tunggu tanggal. mainnya!" Elvan memutuskan untuk meninggalkan ketiganya.
Elvan tidak akan berhenti, ia tidak akan menyerah.
Ya, dia memang bajingan, dia sadar akan itu. Tapi Elvan tidak akan mundur sebelum hasrat balas dendamnya terpuaskan. Meskipun bunda Andara sudah tiada, namun Elvan merasa jika dirinya masih belum puas.
Jika kalian menganggap bahwa Elvan bajingan, kalian tidak salah. Bahkan dirinya mengakui itu, dan Elvan senang dengan sebutan itu.