WebNovelZennavy72.22%

25. tumbang

Di kala suara Adzan shubuh berkumandang menyerukan agar setiap muslim menunaikan ibadah shalat mereka.

Navy dengan sedikit kesusahan membuka matanya yang terasa berat, maniknya mengerjap dengan kening mengernyit yang kentara sekali terlihat begitu menyakitkan. Pandangan nya mengabur dengan pening yang menjalar membuat penglihatan nya berkunang-kunang. Tangan kiri nya terangkat memijit sebelah pelipisnya bermaksud agar rasa pusing yang ia rasakan sedikit mengurai.

Ia sama sekali belum beranjak dari posisi berbaringnya, meskipun adzan shubuh dari mesjid di tempat tinggalnya sudah selesai di kumandangkan. Sebelah tangan nya lagi yang terbebas ia arahkan pada dadanya yang terasa sesak. Satu hal yang Navy pikirkan. Dirinya pasti kecapean, sehingga membuat ia menjadi kambuh seperti ini.

Diam-diam di tengah rasa pusing, sesak dan demam yang anak itu rasakan. Navy menyunggingkan sebuah senyuman samar di bibir kering nan pucatnya.

Rasa bahagia ia rasakan di dalam hatinya yang terdalam. Bagaimana tidak? Dia sakit. Dan itu hal yang cukup membuat dia merasa senang. Navy memang aneh benar-benar aneh. Jadi kalian jangan heran dengan tingkah dan pemikiran Navy yang kadang suka di luar nalar.

Di saat semua orang tidak menginginkan sakit. Navy malah senang dan bahagia di beri rasa sakit pada tubuhnya. Jika kalian bertanya alasan mengapa Navy begitu bahagia hanya dengan di berikan rasa sakit. Maka Navy akan menjawab dengan tegas bahwa; "ga papa gue di kasih sakit parah. Itu artinya Tuhan sayang gue. Lagian sakit juga bisa bikin dosa gue berguguran sedikit demi sedikit." Begitulah sekiranya jawaban yang akan Navy lontarkan.

Suara pintu kamar Navy terdengar ada yang membuka dari luar, membuat Navy mau tak mau menoleh pada daun pintu yang kini sepenuhnya sudah terbuka oleh Gevan.

"Bangun. Sholat shubuh berjama'ah dulu." Titah Gevan yang kini sudah terlihat tampan dengan balutan koko hitam, sarung berwarna putih dan peci putih yang menutupi kepalanya. Gevan kalo sudah berbusana seperti itu benar-benar pas untuk di jadikan menantu idaman.

Titah dari Gevan hanya Navy balas dengan sebuah gumaman pelan. Omong-omong tubuhnya terasa lemas sehingga ia tidak bisa segesit biasanya.

Gevan mengkerutkan keningnya melihat Navy yang masih berdiam diri di atas ranjang bersprai captain america.

"Kenapa masih diem? Cepetan!! Yang lain udah nunggu di mushola." Ucap Gevan tak sabaran. Dia memang berkata benar, kedua orang tua dan saudaranya yang lain sudah menunggu di mushola kecil yang ada di rumah besar itu.

Terdengar decakan kesal yang keluar dari mulut Navy. Langsung saja anak itu melayangkan sebuah deathglare pada sang kakak kedua karena telah dengan seenak jidat mengacaukan ketenangan nya.

"Bacot lo bang. Mending lo duluan aja deh. Gue masih PW." Balas Navy sarkas. Ia langsung memalingkan mukanya dengan tangan kiri yang masih setia memijat pelipis.

Melihat tingkah Navy membuat Gevan memicingkan mata tajamnya. Tubuh yang semula bersandar pada daun pintu langsung ia tegakan dengan kepala yang ia anggukan pelan seolah paham dengan situasi yang terjadi sekarang.

"Lo lagi sakit?" Pertanyaan dari Gevan di jawab dengan senyuman lebar oleh Navy.

"Biasa. Tubuh gue butuh di manja."

"Ya udah. Lo ga perlu turun ke bawah. Sholat aja disini. Nanti gue bilangin ke Bunda."

"Woke siappp.. makasih Bang Gev."

"Hmmm..." Gevan berdehem singkat dengan raut ekspresinya yang datar dan sulit dibaca. Ia membalikan tubuhnya sambil menutup kembali pintu kamar Navy meninggalkan Navy seorang diri dengan rasa pusing yang masih bertahta di kepalanya.

****

Gevan berjalan santai memasuki mushola yang telah diisi oleh Appa, bunda, kembaran serta ketiga adiknya. Tentu saja kedatangan nya di sambut tatapan penuh tanya dari mereka.

"Loh Gev. Adek mana?." Tanya Jiwoon heran karena tidak menemukan presensi si Bungsu.

"Di kamar. Biasa tumbang." Jawab Gevan acuh. Seolah tumbangnya Navy adalah suatu hal yang biasa.

Mona langsung terkejut mendengar jawaban dari putra keduanya. Ia hendak berdiri menemui Navy tapi di tahan oleh suara dingin Gevan.

"Kita sholat aja dulu Bun. Tadi Gevan udah nyuruh Navy buat sholat di kamarnya aja. Habis sholat bunda tinggal masakin makanan kesukaan dia. Nanti juga langsung sembuh." Jelas Gevan dengan omongan nya yang terdengar cukup panjang. Gevan memang berkata benar. Navy kalo sakit itu berbeda dengan orang lain. Jika orang lain nafsu makan nya akan menurun, Navy malah berbeda nafsu makan anak itu semakin meningkat. Di sogok makanan saja langsung sembuh dia.

Mona terdiam sebentar. Sebagai seorang ibu ia tentu saja khawatir mendengar kabar jika salah satu putranya jatuh sakit. Namun setelahnya ibu enam anak itu membuang nafas berat lantas mengangguk perlahan. Sebagai seorang muslim tentu saja ia harus mengedepankan kewajiban nya menunaikan sholat terlebih dahulu. Jadi setelah mendapat anggukan dari Mona, mereka pun menempati tempatnya masing-masing untuk melaksanakan sholat berjamaah dengan Jiwoon sebagai imamnya. Dalam hati Mona terus bermunajat pada sang pemilik semesta, berharap putra bungsunya cepat sehat dan tidak jatuh sakit lagi. Sungguh.. Mona sudah tidak sabar untuk menemui putranya yang paling cerewet itu di kamar.

****

Usai menunaikan sholat shubuh berjamaah, Mona dan Jiwoon pun berjalan tergesa menuju kamar Navy. Sementara kelima putranya yang lain sudah berada di kamar mereka masing-masing untuk mempersiapkan diri mereka berangkat ke sekolah dan kuliah.

Mona membuka pintu kamar Navy dengan pelan lalu setelah pintu itu terbuka lebar. Mona pun berjalan menghampiri bungsunya yang sedang melipat sajadah dan sarung merah. Bisa di pastikan jika Navy baru saja menyelesaikan sholat shubuhnya.

"Kata Bang Gevan kamu sakit dek?." Tanya Jiwoon. Ayah dengan enam anak yang masih terlihat muda dan kuat, menempelkan punggung tangan nya di kening Navy. Hangat. Itulah yang dirasakan Jiwoon saat bersentuhan dengan kulit sang putra.

Navy mengangguk lesu. Wajah piasnya menandakan jika ia memang sedang tidak baik-baik saja sekarang. "Demam sedikit Appa." Jawab Navy, kembali membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Mona mendudukan dirinya di samping sang putra kemudian menempelkan plester penurun demam di kening Navy.

Navy menikmati afeksi kasih sayang dari sang Bunda yang tidak ada duanya. Ia mendongak menatap raut khawatir Bundanya yang kentara sekali terlihat. Anak itu tersenyum pada sang Bunda dengan harapan senyuman yang ia berikan dapat mengikis sedikit kegundahan yang di rasakan oleh wanita yang paling dia sayang.

"Bunda ga perlu khawatir. Aku udah ga papa kok sekarang. Nanti siang juga pasti udah sembuh. Oh ya.. satu lagi aku izin ga masuk sekolah dulu. Jadi Bunda ga perlu repot-repot bujuk aku buat ga sekolah ya. Soalnya aku udah punya inisiatif sendiri untuk ga sekolah." Cerocos Navy dengan mulutnya yang kelewat cerewet itu.

****