Tidak Baik Membicarakan Orang yang Sudah Meninggal

"Medi bisa menghidupkan kembali makhluk yang sudah meninggal?" heran Viel. "Jadi... apakah dia juga bisa..." Viel mengatakannya dengan penuh keraguan.

"Tidak, dia selalu menolaknya. Aku pernah meminta dia untuk menghidupkan Kak Olivia dan-"

Viel kaget. "Ah, Isla, stop! Stop!" Viel sontak menutup mulut Isla. "Tidak baik membicarakan orang yang sudah meninggal."

Isla terdiam sejenak mendengar perkataan Viel. Setelah itu, dia berkata, "Oke. Maaf, aku keceplosan." Isla tersenyum sembari menggigit lidahnya, dan tangannya menggaruk belakang kepalanya.

"Kenapa kau memberikan ekspresi yang aneh?" jengkel Viel.

"Karena dadamu datar sekali," kata Isla dengan wajah yang sangat datar.

"A- apa yang kau maksud dengan datar?! Itu tidak ada hubungannya sama sekali!" Viel malu sampai wajahnya memerah sembari menutup dadanya seolah menyembunyikannya.

Isla membalas, "Bodoh, tidak sadar punyamu itu datar sekali. Apa itu, kau ini penganut bumi datar ya?"

"Isla bodoh, aku ini masih 12 tahun sementara kau sudah 16 tahun! Lihat saja, kalau aku sudah 16 tahun, punyaku pasti sudah tumbuh bahkan lebih besar dari punyamu!"

"Ya sudahlah, aku akan menguji kembali Phoenix Domain." Isla hendak mencoba ulang sepatunya itu.

"Mengalihkan topik?!" Viel menghela napas. "Kau ingin melakukannya lagi? Maksudku, kau yakin tidak akan melukai orang lain lagi?" Viel khawatir. Itu seperti Viel yang khawatir bisa saja ada orang yang meninggal lagi jika dia tetap melakukannya.

"Kau berkata seolah aku akan melukai orang lagi," jengkel Isla. "Yang sebelumnya itu belum maksimal, aku tidak akan tahu kekuatan optimalnya."

Saat itu, Isla sedang bersiap-siap untuk menendang bolanya, lagi. Posisinya masih sama dengan yang sebelumnya, dia menendang di posisi tendangan penalti, di depannya sudah ada gawang besi berkarat tanpa jaring, sementara Pio dan Viel mengamatinya beberapa jarak dari Isla.

"Tapi, Pio, kau sudah baik, 'kan?" tanya khawatir Viel pada Pio yang baru saja sembuh. "Apa mau pulang?"

Pio pun tersenyum senang. "Pio selalu baik, Pio tidak pernah jahat." Pio lalu memasang wajah yang serius. "Kecuali jika Viel jahat pada Pio, Pio mungkin jahat juga pada Viel."

Dengan seadanya Viel menjawab, "Syukurlah kalau begitu." Viel lalu menghalangi Pio dari pandangan Isla saat Isla bersiap menendang bolanya. "Berlindunglah di balikku, aku tidak ingin Isla membunuhmu lagi."

Pio hanya menatap Viel dengan penuh kebingungan sembari memegang ujung bibirnya dengan telunjuk.

Isla menoleh pada Viel dengan jengkel. "Kau bisa terbunuh juga jika begitu."

"Berisik, cepat tendang bolanya!" ketus Viel sembari bersedekap. "Jika kami meninggal karena kau, kami berdua akan menghantuimu."

Isla merasa Viel sedikit berubah. "Sekarang aku melihat orang yang tidak takut mati lagi."

Mungkin kalian akan menduga jika tendangannya akan menimbulkan masalah lagi, itu benar sekali. Namun kali ini tendangannya benar-benar masuk ke gawang itu. Bisa dikatakan itu sebuah gol, namun bukan itu permasalahannya. Tendangannya memang masuk, tapi karena efek dari sepatunya itu membuat bola itu melesat sangat cepat, lebih cepat dari sebelumnya. Itu wajar karena kali itu Isla menendang bolanya dengan benar. Bola itu melesat seperti pindah dari satu tempat ke tempat lain hanya dengan kedipan mata. Tendangan itu menghancurkan tembok, lebih tepatnya menghancurkan rumah di sana.

Mereka bertiga terkejut melihat kejadian itu. Mereka pun pergi ke sana dengan berlari secepatnya sekuat tenaga. Walaupun Pio sempat tersandung di awal, dia kembali bangun dan berlari seolah dia tetap berlari dari awal tanpa tersandung.

Rumah itu sudah hancur berantakan seolah ada meteor yang baru saja menghantamnya. Kejadian itu secara kebetulan disaksikan oleh beberapa orang yang ada di sana, membuat kejadian itu masuk berita di televisi, internet, dan majalah. Sampai berita itu ramai dibicarakan orang-orang di beberapa hari kemudian. Itulah yang akan terjadi, tapi sekarang kita fokus dulu ke waktu mereka bertiga di hari yang sama.

Beberapa jam kemudian setelah kejadian itu, Pio, Viel dan Isla dipanggil oleh pihak berwajib ke kantor polisi. Namun setelah beberapa kejelasan, Pio dan Viel bisa meninggalkan tempat itu karena diketahui mereka berdua tidak terlibat atas kerusakan rumah itu. Sementara Isla masih harus di sana untuk lebih menjelaskan kejadiannya secara rinci, juga menjalani proses yang sudah ditentukan.

Dan setelah melalui proses-proses yang rumit, akhirnya Isla dapat pulang pada malam harinya. Prosesnya berjalan cukup cepat karena itu hanya membutuhkan satu hari saja. Isla tidak sampai diadili juga, selain karena masih di bawah umur, tidak ada korban jiwa juga atas kejadian itu. Pihak yang merasa dirugikan dan Isla sudah mencapai sebuah kesepakatan bahwa Isla akan mengganti rugi kerusakan yang ada. Isla juga diberi teguran, mengingat Isla tidak punya izin apa pun untuk menciptakan benda berbahaya itu. Isla adalah technomancy yang sial.