Penjelasan

Banyak yang ingin kutanyakan, tapi suaraku lagi-lagi nyangkut di tenggorokan.. Aku bingung mau mulai dari mana.

Anwar Pranata berdiri, dia kemudian berjalan menuju pintu keluar dari apartemen kecil ini..

"t.. Tunggu, Anda mau kemana? Banyak yang harus kita bicarakan!!", aku berusaha mengeluarkan suaraku. Anaknya masih menggendong tubuhku, tapi bapaknya mau pergi? Apa-apaan ini..

Anwar berhenti menatapku sebentar, dan kembali menatap lurus dan berjalan ke arah pintu. Aku ingin memanggilnya lagi, tapi kali ini...

"kita akan bicara, vina. Tapi tidak disini. Kita akan kerumah papa.", kali ini Airin menjelaskan sebelum aku sempat memanggil Anwar.

Klek,

Anwar sudah meninggalkan ruangan ini

"kenapa dia yang membantuku? Kenapa bukan kamu?", tanyaku kini, sambil menatap ke Airin

"jelas suamimu yang harus membantumu.. Seorang suami harus bertanggungjawab kepada istrinya sampai maut memisahkan mereka!", airin menjawab sambil berjalan ke arah pintu, dan

Klek

Pintu lagi-lagi tertutup

"a.. Apaaaaaa? Sss... Suamiiii????", giliran kini aku kebingungan! Aku mencoba mencari jawaban dengan menatap lelaki yang menggendongku

"apa yang kamu katakan pada Anwar? Apa ini? Apa ada persengkokolan antara kau dan airin untuk meyakinkan anwar pranata kalau aku istrimu? Hah???? Jawaaaaab!!", kini aku sangat panik, kupukul dada bidang lelaki yang menggendongku meminta penjelasan, tapi dia hanya diam mematung sambil tetap menggendongku. Mataku sudah berkaca-kaca, suami??? Apa apaan ini! Apa kakak adik ini bersengkongkol?

"kau boleh memukulku semaumu..",

"apa maksudmu? Berikan aku penjelasan sekarang juga! Aku ga mau ke rumah papamu! Antar aku ke apartemenku!" kini aku benar benar menangis, sekencang-kencangnya, ku luapkan semua emosiku.

Lelaki ini kemudian berjalan ke arah sofa bed yang berada dibelakang jendela besar, dengan view gedung-gedung perkotaan dijakarta.

Dia duduk bersandar diatas sofa itu masih dengan menggendongku yang sedang menangis diatas pangkuannya. Menyandarkan kepalaku di dadanya, tangan kirinya memegang jemari tangan kananku,, tangan kanannya mengelus rambutku dengan sangat lembut, tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Tindakannya ini membuatku nyaman, merasa hangat dan perlahan tangisanku pun mulai berhenti.

Kuberanikan diri mengangkat kepalaku dan menatapnya, dan kurasa dia sadar dengan perubahan gerakanku, diapun menatapku, sehingga kami saling berhadapan. Ingin kukatakan sesuatu, ingin kumaki dia, tapi sebelum kata-kata itu keluar, bibirnya sudah menempel di keningku, perlahan dan sejujurnya, sangat menenangkan hatiku. Agak lama dia mencium keningku, dan saat ini, tangisanku sudah benar-benar berhenti. Tapi tak ada kata yang dapat keluar dari mulutku. Sejujurnya, aku sangat tenang dengan posisi ini, aku merasakan kehangatan yang selama ini kurindukan.

"vina, tolong dengarkan aku dan jangan potong kata-kataku.", pintanya..

Dia pun menatapku... Mendengar ada yang ingin dikatakannya, akupun menatap kewajahnya dan mata kami saling bertemu.

Kali ini, dia merubah posisi duduknya, dia duduk tegak, dan membuatku duduk menatapnya..

"tolong jangan potong kata-kataku, dengarkan aku sampai selesai dan aku menyuruhmu untuk bicara, barulah kamu berbicara", sekali lagi dia mengingatkan. Tangan kirinya masih menggenggam tanganku, kaki kanannya ditekuk untuk menyanggah tulang belakangku. Dan tangan kanannya mencoba merapihkan rambut yang ada diwajahku dengan diselipkan ditelingaku. Kemudian kedua tangannya memegang kedua tanganku.

"vina... Kau tahu apa yang sudah kulakukan padamu?", dia diam.. Dan aku pun diam. Karena dia belum menyuruhku untuk berbicara. Kali ini aku tak mau menyulut emosinya lagi, karena moodku juga sudah bagus.

"vina.. Yang kulakukan padamu adalah kesalah terbesar. Seharusnya hanya seorang suami yang boleh melakukan hal seperti itu kepada istrinya, tapi tidak dengan menyiksa istrinya seperti yang kulakukan padamu. aku telah merusakmu seumur hidup. Maafkan aku. " dia menghentikan lagi kata-katanya

"vina, aku tahu kau tidak mencintaiku. Aku tahu kau membenciku..tapi sekarang tolong jawab aku, apa kau punya kekasih?" kini dia menyuruhku menjawab..

Aku hanya menggelengkan kepala. Dan aku yakin dia tahu kalau jawabanku tidak.

Dia menarik napas panjang.. Terdiam sambil menatapku sebelum melanjutkan kata-katanya

"vina, menikahlah denganku.. Aku berjanji akan menjagamu seumur hidupku, memperlakukanmu dengan baik, menyayangi anak-anak kita, dan aku tidak akan menyakiti hatimu. Aku akan menemanimu sampai akhir hidupku, aku akan belajar untuk mencintaimu, dan tidak akan ada kata perceraian, kecuali maut memisahkan kita."

Deg!!!!

Apa ini? Lamaran? Hah??!!! Aku dilamar oleh orang se-absurb ini??? Yang benar saja!! Apa aku mimpi..

"maukah kau menikah denganku?"

Aku belum menjawab, aku menatap pria dihadapanku.. Kata-katanya begitu tulus.. Dan sungguh, aku saat ini sangat tersentuh dengan kata-katanya dan sangat nyaman berada diatas pangkuannya.. Nyaman dengan perlakuannya.. Tapi, bagaimana kalau dia berubah seperti tadi pagi??? Menjadi predator mengerikan!!! Apa aku harus hidup dengan predator???!

"bagaimana jika dia kembali?"

"maksudmu?"

"orang yang membuatmu membenci bahasa inggris.. Bagaimana jika dia kembali?", tanyaku kali ini.. Membuatnya terdiam. Aku pasrah kalau dia akan membantingku setelah aku bertanya seperti ini. Tapi, aku harus dapat jawabannya. Aku ga mau dibuang nantinya setelah wanita itu kembali dan sekarang aku juga ga mau kalau hanya jadi ban serep pengganti.

"aku ga akan menceraikanmu karena dia. Aku juga ga akan menduakanmu karena dia.. Aku berjanji vina, setelah aku menikah denganmu, cinta dan kasih sayangku, hanya akan kuberikan padamu dan anak-anak kita.", dan aku tak pernah ingkar janji semasa hidupku.

Kutatap matanya, tak ada kebohongan disana.. Sekali lagi aku mencoba mencari tahu, apakah dia serius? Dan sepertinya tatapan itu.. Memang serius.. Dan hatiku kini seakan ditumbuhi oleh ratusan bunga tulip yang bermekaran.. Aku.. Bahagia?? Apakah ini rasanya kebahagiaan saat dilamar?

"vina?",

"eh.. Ehmm... A.. Aku.. Mau jadi istrimu!!", jawabku.. Sambil menunduk, ada senyuman malu, tapi aku sangat senang, ada ragu, tapi.. Aku bahagia.. Ah entahlah.

"terima kasih, vina..!!", tangan kirinya berpindah dari memegang tanganku kemudian memegang lembut wajahku. Membuatku menatap wajahnya, kulihat senyuman itu.. Senyuman diwajahnya yang sangat menenangkan.. Ah.. Bodohnya wanita itu membiarkan lelaki seperti ini patah hati, pikirku!!!

Tak berapa lama, bibirnya menempel dibibirku, memberikan ciuman yang benar-benar lembut, hangat, dan sangat menyejukkan hati.. Ini berbeda dari ciumannya yang brutal tadi pagi.. Otakku pasti konslet!! Aku.. Aku menerima lelaki seperti Rangga menjadi suamiku.. Owh... This is crazy, pikiriku!!!

Cukup lama kami berciuman, sampai sepertinya aku kehabisan napas. Rangga menyudahi dengan mencium keningku, dan karena masih malu, aku hanya memilih memeluk pinggangnya dan memasukkan kepalaku menyender kedalam dada bidangnya yang hangat. Terasa nyaman berada dipelukannya.

"ayok kita ke rumah papa, sayang..",

"hah? Apa? Kamu panggil aku apa?!"

"sayang.. Kan sebentar lagi kamu jadi istriku.. Hehe",

"ish, gombal!", kucubit pinggangnya..

"aw, sakit dong!"

"kamu pikir aku ga sakit? Lihat semua badanku remuk, banyak luka, kepalaku bocor, sakitan mana sama cubitanku, hah???", kini giliran aku yang nyolot!

"maafin aku, sayang.. Itu.. Accident..",

"apaaaaa???"

"hehe.. Udah dong marahnya.. Kita baikan ya..", pintanya..

"Nayyyy.. Nayyyyy..!!! Ups...", kututup mulutku.. Wajahku berubah pucat dan panik sekarang.. "mm..mmaaafkan aku.. Aku terbiasa bicara bahasa i..."

Belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku.. Rangga sudah mendaratkan ciuman kembali dibibirku

"mmuah.. Ga ada yang perlu minta maaf.. I am not angry..", jawabnya.. Lagi, dia ga berbicara bahasa indonesia..

"hah? Kamu.."

"sudah, yuk, berangkat!" kali ini Rangga berdiri dan membawaku kembali dalam gendongan ala bridal. Aku menaruh tangan kiriku melingkar dari punggung ke pundaknya, dan tangan kananku memegang tangan kiriku.

"handphoneku?" aku teringat benda berbunyi itu..

"kunci apartemen.."

"kunci mobilku ada di apartemen uncle farhan..", jawabku menjelaskan

"semua sudah diurus sama kak airin.", jawabnya, dan terus melangkah ke pintu. Membuka pintu, dan menutupnya kembali.

TING

Lift terbuka, kami pun masuk dan menuju basemen.. Tak ada pembicaraan.. Tak ada yang ingin kubicarakan. Aku hanya ingin menyandarkan kepalaku didadanya, mendengar detak jantungnya, dan menikmati moment ini dalam hening..

TING

Kami sudah sampai di basemen.. Rangga berjalan menuju sebuah ferrari keluaran terbaru, Ferrari F8 Tributo. Ku lirik Rangga seakan ga percaya..

Dia membuka pintu untukku, dan mendudukanku dikursi penumpang. Memasangkan seatbelt, menutup pintu, lalu berjalan kearah berlawanan, membuka pintu, dan duduk dibelakang kemudi.

"ehmmm"

"apa yang mau kamu tanyakan sayang?"

"hmmm.. Ini mobilmu?", dia ga menjawab, hanya menatapku. Senyumannya sungguh sangat menyenangkan untuk dilihat.. Aku betah berlama-lama menatapnya kalau dia begini..

"ko ga dijawab??", aku protes karena setelah tersenyum menatapku, dia kembali memegang stir tanpa menjawab.

"terus, menurut kamu, sayang? Aku harus jawab apa?"

"ko balik nanya? Kan aku yang nanya!!", jawabku kesal.

"mobil ini.. Milik nyonya Vina Ariescha Pranata!", jawabnya, sambil melirikku dengan senyum manisnya. Tangan kirinya mengelus punggung tanganku.

"hah?! Apaaaa? Aku ga pernah beli mobil kaya gini, dan ga akan.. Pemborosan.. Uangku ga mau ku gunakan beli mobil beginian!!", kini aku protes.. Apa iya dia beli pakai uangku?

"nyonya Vina Pranata, jangan kesal dulu.. mobil ini, adalah hadiah untukmu dari suami kesayanganmu, Rangga Pranata.", jawabnya yang membuatku hatiku makin berbunga-bunga.. Ah.. Pintarnya dia ngegombal!!!

"ehm... Gombal.. Suami pelit yang ngejar-ngejar uang 75ribu, bisa ngasih mobil kaya gini k istrinya, aku ga percaya!!"

"tujuh puluh lima ribu lagi!"

"iyalah, kamu tau, gara-gara tujuh puluh lima ribu itu, hari itu aku siaaal... Hufff.. Sampai aku harus pindah ke apartemen uncle farhan. Mana sempit, kecil, ujungnya.. Aku malah diperkosa!!! Gimana ga sial cobaaaa!",

"hah, kamu pindah kesebelah apartemenku karena ngehindarin aku datang lagi ke penthouse?"

"bb.. Bu.. Bukan.. Kalau cuma ngehindarin kamu, aku tinggal panggil security!", jawabku

"terus..."

"ya gara-gara kamu dateng nagih, aku harus ngehindar.. Karena kamar apartemenku jadi ketauan sama kak... ", aku berhenti bicara, ingatanku kembali ke kak doni.. Aneh.. Aku menyebut namanya.. Tapi hatiku ga sakit lagi.. Kak doni.. Kuulangi mengulang namanya dihatiku.. Tapi rasa sakit itu hilang entah kemana..

Ada apa dengan hatiku? Apa benar pria disampingku ini sudah menghilangkan kak doni dari hatiku? 2 hari aku bersamanya.. Tapi bisa menghilangkan luka 10 tahunku.. Apakah ini nyata???

"ngehindarin pengantar martabak bang saleh?"

"hah??", aku terkejut mendengar perkataan Rangga..

"kk..kamu tau dari mana?"

"dia mengirim pesan singkat ke handphone mu."

Deg

"apa?" dari mana dia tahu nomerku? "kamu baca pesan di handphoneku?"

"iya."

Aku hanya diam.. Apa yang Rangga baca di dalam pesan singkat? Siapa saja yang mengirimiku pesan? Apa Rangga membalas semua pesan di sana? Jadi.. semua orang berpikir aku ga hilang???

"apa hubungan kamu dengan dia, sayang? Maksudku.. Pengantar martabak bang saleh itu.", Rangga membuka percakapan kembali.. Kali ini dia melontarkan pertanyaan yang cukup berat untuk ku jawab.

"dia.. Kak doni. Dia sudah menikah dengan nindy. Mereka juga sudah punya anak."

"kamu orang ketiga diantara doni dan nindy?

"enak aja!!!", jawabku spontan!

"dari umurku 7 tahun aku udah sama kak doni! Sahabatku nindy yang merampas dia dariku saat aku dapat beasiswa di England, 6 bulan kepergianku, aku mendapat pesan dari kak doni, kalau nindy hamil anaknya! Aku bukan pelakor!!!", kata-kata itu refleks keluar dari mulutku, aku ga terima dibilang orang ketiga! Bagaimanapun, aku lho yang dikhianati!

"wis.. Santai dong sayang, jangan nge gas gitu, hehe.."

"ya kamu, nuduh aku kaya cewek kegatelan!"

"dia, masih ngarepin kamu, sepertinya.", kata-kata rangga membuatku diam sejenak..

"apa yang dia tulis di pesan singkat?"

"dia sedih kamu ga makan martabaknya."

"oh..",

"kamu suka martabak itu?"

"dulu",

"sekarang?"

"10 tahun aku ga pernah makan martabak itu."

"udah ga enak?"

"ih, apasih.. Itu martabak terenak yang pernah aku makan!!! Ter-e-nak!!!", kataku menegaskan

"terus kenapa ga pernah beli lagi kalau enak?"

"itu.. Ah, udahlah.. Kenapa jadi bahas martabak?", aku jadi kesel sekarang.. Maksudnya apa coba..

"mau aku anterin beli?"

"ga mau!"

"mau kak doni yang nemenin beli?"

"ga mauuuuuu!! Ih, apaan sih?"

"hehehe.."

"kamu tuh ya.. Sengaja ngeledekin aku???"

Rangga tidak menjawab, hanya meminggirkan mobil ke bahu jalan, kemudian berhenti, dan menatapku.. Tatapannya membuatku takut.. Apa dia marah?

"hmm.. Kenapa kita berhenti disini?", tanyaku pelan. Dia tidak menjawab, hanya menatapku, menatap mataku..

"mm.. K...kamu kenapa?"

"aku cemburu!!"

DEG!!!!

"aku cemburu, sayang.. Aku cemburu ke kamu, vina... Aku cemburu ke istriku.. "

Aku ga tau harus bagaimana menanggapi ini.. Apa secepat itu dia jatuh cinta kepadaku?

"berjanjilah padaku, untuk tidak pernah menemui kak donimu lagi.."

"i. Iya... Aku janji..", hah... Apa ga salah? Dia cemburu???? Seriusan? A..aku.. Ga tau harus bilang apa, tapi hatiku bahagia...

"kamu janji untuk ga akan menemui dia lagi?"

"iya, aku janji.. Dan asal tau aja, aku ga pernah menemui dia! Dia yang mendatangiku.. ", aku menjelaskan.

"aku percaya kamu.. Tapi kamu juga harus tahu, sayang.. Aku tipe pencemburu.. Aku ga suka lihat kamu bersama pria lain selain aku.. Cobalah jaga jarak dengan mereka semua untukku..",

"apa kamu melarang seperti ini juga ke wanita yang meninggalkanmu?", dia menggelengkan kepala.

"aku ga pernah melarangnya. Karena dia bukan istriku. Tapi kamu beda, kamu adalah istriku. Kamu cuma milikku."