undangan dari masa lalu versi 1

Pagi itu dari Jeneva, Jun dan Ben terbang ke Paris untuk melihat laporan dan memeriksakeadaan cabang utama perusahaan Shin untuk semua bisnis di daerah eropa. Tetapi, Jun sangatlah marah dengan hasil dari performa kantor mereka di Paris dikarenakan situasi politik dan keamanan yang sangatlah tidak stabil. Karena situasi politik di Paris yang tidak kondusif untuk saat ini, dia ingin memindahkan kantor pusat perusahaan Shin yang berada di Paris ke Jenewa. Ben sebagai orang kepercayaan Jun dalam mengurus segala hal yang berkaitan dengan perusahaannya, sudah mengantisipasinya, dikarenakan sebagai asisten kepercayaan, Ben sudah mempersiapkan kepindahan kantor pusat jauh sebelum diperintahkan oleh Bossnya. Semua dokumen legalitas dari pemmerintah Swiss sudah diperolehnya, Jika semuanya berjalan sesuai dengan rencana maka pemindahan kantor pusat , bisa dilakukan hanya dalam beberapa hari. Jun memuji keefisienan kerja Ben untuk memindahkan perusahaan dari Paris ke Jenewa.

Jun kembali ke kamar hotelnya agak larut, hari yang melelahkan ini diharapnya akan sirna begitu melihat wanita pujaan hatinya. Namun setibanya di kamar, Dia agak terkejut dan kecewa karena menemukan kamarnya kosong melopong. Jun tidak dapat menemukan istrinya di dalam kamar tidurnya dan kamar hotel gelap gulita. Dia melihat arloji di pergelangan tangannya, waktu menunjukkan sudah pukul 10 malam, dimana gerangan Bella saat ini, dan apa yang dilakukannya? Jun mencoba tetap tenang, walaupun sebenarnya pikirannya berkecamuk dan bertanya-tanya. Jun mencoba menelepon ponsel Bella, tapi hanya tersambung dengan pesan suara, Ia mencobanya berkali-kali namun hasilnya sama saja. Keningnya berkerut memikirkan keselamatan istrinya. Dia takut akan kehilangan istri yang baru dimilikinya.

Jun lantas pergi menuju ke restoran untuk mencari Bella, dengan harapan bisa menemukannya di sana. Nihil, Restoran tampak sepi dan Bella tidak disana, dia hanya melihat Linda di dalam restoran yang sedang bekerja di dalam area Bar.

Jun bergegas ke area bar untuk menemui Linda, tanpa berbasa-basi langsung bertanya kepada Linda.

"Dimanakah Bella? apakah dia sudah selesai shif kerjanya?" Jun bertanya dengan suara dinginnya.

"Bella sudah pulang sore tadi…. Aku akan memberikan alamat apartemen kami agar kamu bisa bertemu dengannya." Linda berkata sambil merobek kertas dari buku pesanan untuk menuliskan alamat apartemen mereka dan memberikannya kepada Jun.

"Terima kasih ..." Jun berkata kepada Linda sambil menerima kertas yang berisikan alamat apartemen mereka, Linda menganggukan kepalanya. Jun kemudian bergegas keluar dari restoran dan meminta Ben untuk segera menyiapkan mobil.

---

Bella setengah tidur ditempat tidurnya, Ketika dia mendengar suara ketukan berulang-ulang dari depan pintu apartemenya. Masih setengah mengantuk dan langkah yang berat, dia berjalan menuju pintu depan untuk melihat siapa gerangan yang mengetuk pintu tanpa henti larut malam begini. Begitu pintu dibukanya, Wajah tampan dengan setelan warna biru tua berdiri dihadapannya. Jun menatapnya dengan wajah agak jengkel, dan lelah. Dia tampak belum mandi ataupun berganti pakaian, masih memakai setelan yang sama yang ia pakai sejak pagi tadi. Tanpa dipersilahkan, Jun langsung menerobos masuk ke dalam apartemen yang ukurannya hanya sebesar bilik lemari dan kamar mandi dirumahnya. Tanpa menunggu lama, Jun langsung memeluk Bella dan menciumnya dengan penuh gairah untuk mendapatkan dosis opiumnya. Dia mencandu wanita cantik ini. Begitupun Bella, secara natural dia menyerahkan dirinya dan rela dinikmati oleh Jun, dirangkulnya leher Jun menikmati dan mencium aroma maskulin dari tubuh dan bibir Jun. Lidah Jun menyeruak kedalam relung mulut Bella untuk menikmati aroma yang sangat dirindukan. walau mereka hanya berpisah sehari lamanya.

"Mengapa ponselmu mati?" Jun bertanya pada Bella, setelah beberapa saat setelah melepaskan bibirnya dari bibir Bella. Jun masih tidak dapat melepaskan matanya dari wajah instrinya yang terlihat sangatlah lelah.

"batterainya habis tadi dan aku tidak sadar hingga telepon tersebut mati ... Aku sedang mencas hapenya di atas meja," Bella menunjuk jarinya untuk menunjukkan lokasi telepon. Jun melihat sekeliling dan melihat ponsel masih dalam posisi pengisian. Bella berjalan kearah meja untuk menyalakan ponselnya. begitu dihidupkan, Ponsel itu langsung berdering dari nomor yang tak dikenal. Nomor tersebut menunjukan nomer dari negara asalnya. Bella takut apabila sang penelpon akan memberikan kabar buruk lewat telepon.

"Halo…" Bella menjawab telponnya dengan agak heran, siapakah yang menelponnya malam-malam begini dari nomor yang tak dikenal. Dan ternyata… dia menyesal telah mengangkat panggilan telpon itu. Suara dari seberang adalah suara laki-laki, orang yang paling dibenci dan seseorang yang ingin dihindari oleh Bella.

"Bagaimana kabarmu, Bella? Sudah lama sekali, dan baru kali ini aku bisa mendengar suaramu lagi," terdengar suara Si Hao di sisi lain telepon. Suara itu berhasil membuat Bella tercenung dan merasa agak sedikit tegang. Di seberang telepon Si Hao sendiri mereasa sangat senang bisa mendengar suara Bella lagi, Entah mengapa tidak bisa dipungkiri, tiba-tiba ada perasaan hangat menjalar kembali di hatinya. Sepertinya hati Si Hao masih belum bisa melupakannya. seorang gadis cantik yang telah menghiasi masa mudanya dengan wajah dan tingkah laku lugunya.

" Apa yang anda inginkan Tuan An?" Bella menjawab dengan dingin, perasaan marah dan sedih merasuki hatinya, telepon ini membangitkan lagi luka hatinya. Selama ini, Bella mengira ia telah melupakannya, tapi ternyata perasaan sakit hati itu masih kuat dia rasakan.

"Sayang, ayo kembali ke kamar kita. Ini sudah larut, "kata Jun dengan suaranya yang serak dan suara yang sangat keras. Jun melihat wajah Bella yang tiba-tiba berubah ketika mengangkat telepon. Wajah Bella terlihat tidak bahagia,Tubuhnya menegang . Karena itu Jun merasa perlu segera mengakhiri percakapan telepon itu.

"Bella ... Apakah kamu tinggal dengan seorang pria?" Dengan perasaan curiga dan ingin tahu, Si Hao bertanya pada Bella. Giginya menggigit keras seperti sedang menahan sesuatu. Terdengar ada nada sedikit cemburu di dalam suaranya. Si Hao tidak memungkiri bahwa dia tidak rela bahwa gadis cantik itu mempunyai lelaki lain di hatinya.

"Apa pedulimu? Ini hidupku dan pilihanku, kamu tidak punya hak untuk mengatur hidupku! Aku ingatkan kau, bahwa bagaimanapun juga aku ini adalah wanita bebas… jadi berhentilah membuang-buang waktuku yang berharga, Tuan An. Apa yang kamu inginkan dariku?" Kata Bella dengan dingin saat Jun memeluknya dari belakang dengan penuh kasih untuk menghiburnya. Jun mendengar dari seberang telepon, seorang yang bernama Tuan An sedang memberitahukan Bella tentang undangan pernikahannya dengan saudara perempuannya. Mendengar hal tersebut membuat tubuhnya semakin menegang, emosinya bercampur aduk, wajahnya menjadi memerah sangat marah mendengar undangan pernikahan itu. Hal tersebut adalah yang ingin didengar oleh bella keluar dari mulut lelaki yang pernah mengisi relung hatinya. Masih teringat dengan segar ketika Si Hao bersama kakak perempuannya menjebak bella sehingga dia harus pergi meninggalkan rumah kakeknya.