Usai acara resepsi, Ayunda segera mandi dan berganti pakaian. Begitu juga dengan Tama. Jantung Ayunda berdebar ketika Tama mulai naik ke atas ranjangnya.
"Capek juga ya, Sayang." Ujar Tama penuh kejutan. Ayunda merasa kaget mendengar panggilan Sayang untuk pertama kalinya dari Tama.
"I...iya, Mas. Mas Tama mau aku pijitin?"
"Emang kamu nggak capek?"
"Enggak kok, aku pijit ya!" Tama mengangguk. Ayunda segera bangkit dari tidurnya dan mulai memijat kaki Tama.
"Ternyata kamu jago mijat juga." Puji Tama.
"Aku biasa mijitin Ibuku, Mas." Ayunda tersipu mendengar pujian Tama.
"Ternyata dia anak yang baik" Batin Tama.
"Wah, bisa dong kalau aku minta pijit tiap hari." Ayunda mengangguk.
"Sini, Mas. Aku pijat bahunya!" Ayunda ganti memijat bahu dan tangan Tama. Tiba-tiba pintu kamar mereka terbuka.
Ceklek
Keduanya serempak menoleh, ternyata Reza yang sengaja membuka kamar mereka.
"Eh, maaf. Aku tadinya mau ngasih kado pernikahan ke Ayunda."
"Sebentar ya, Mas." Ayunda menghampiri Reza, lalu memukul lengannya.
"Ih, Reza nggak sopan. Ketuk pintu dulu kan bisa. Aku kan jadi malu kepergok lagi mijitin Mas Tama."
"Romantis banget sih, Ayang. Aku juga mau dong!"
"Husssttt, jangan gitu ah! Nggak enak kalau didengar yang lain. Udah sana pergi!"
"Ih, kamu kok ngusir aku sih?"
"Iya deh." Reza segera pergi setelah memberikan kado pada Ayunda. Perasaannya tidak tenang memikirkan pergumulan antara Ayunda dan Tama. Ada rasa tidak rela, gadis pujaannya dimiliki sepupunya sendiri.
"Jangan lupa, kunci pintunya!" Ayunda pun mengunci pintu kamar mereka. Khawatir ada yang masuk lagi.
"Tidur yuk, Sayang!" Ayunda mengangguk dan segera menarik selimutnya. Mereka pun tidur sambil memeluk guling masing-masing. Tak ada pelukan ataupun pergulatan seperti yang Reza bayangkan.
Pagi hari, saat mata Ayunda mulai terbuka. Dia terkejut karena posisinya sedang berpelukan dengan Tama. Ayunda mencoba melepas pelukan Tama, tapi Tama justru memeluknya semakin erat.
"Mas Tama," Ujar Ayunda mencoba membangunkan Tama.
"Mas, ayo bangun sudah pagi!" Tama mulai membuka matanya. Dia mendapati wajah cantik Ayunda di hadapannya. Tanpa meminta persetujuan, Tama menarik wajah Ayunda.
Tama mengecup bibir Ayunda perlahan. Ayunda hanya diam tanpa bereaksi karena ini ciuman pertamanya. Ciuman Tama semakin intens hingga membuat Ayunda ikut larut dan mengikuti iramanya. Tak berselang lama, Ayunda menarik dirinya.
"Maaf, aku belum siap." Tama mengangguk mengerti. Dia tidak akan memaksa istrinya melakukan itu.
Tapi kenapa Tama mau menciumnya? Bukankah dia tidak mencintainya? Pantang bagi Tama mencium apalagi menjamah cewek yang tidak dia sukai. Mungkinkah, dia mulai tertarik dengan Ayunda?