Destiny of Midas

Sejak percakapan di taman kediaman Dreamer Agung, Aiden menghabiskan waktunya di perpustakaan kerajaan. Mencoba mencari tahu mengenai hal yang menganggu pikirannya, The Chosen.

Apa itu? Atau siapa?

Rasa penasaran Aiden membuatnya terlarut dalam tumpukan buku-buku kuno kerajaan Midas. Bahkan penjaga perpustaakan itu sampai berdebat dengan Aiden karena Aiden mengambil beberapa buku langka yang sangat tua dan rapuh.

Namun berhari-hari dia disana, dia masih saja tak menemukan petunjuk apapun. Sama sekali tidak ada catatan mengenai The Chosen.

Mungkinkah hal itu tidak nyata. Mungkinkah The Chosen itu tidak ada?

Namun segala pemikiran itu seakan ditepis hilang begitu saja saat Aiden ingat bisikan pelan di telinganya kala itu.

Maka biarlah waktu yang menjawabnya.

Jika menunggu zang waktu adalah jawabannya, maka Aiden akan melakukannya. Karena Aiden yakin, tak ada hal yang kebetulan di dunia ini. Semua pasti sudah di gariskan oleh waktu.

Jadi kali ini, Aiden akan memilih percaya pada sang waktu dan menunggunya menunjukkan kebenaran pada Aiden.

***

Sudah lebih dari sepuluh hari sejak kematian Dreamer Agung, namun kerajaan Midas masih berkabung. Begitu pula dengan Raja Aldrich. Setelah menghadiri pemakaman sang Dreamer, sang raja menjadi jauh lebih pendiam. Bahkan sejak bebetapa hari lalu dia hanya mengunci dirinya diruangannya. Tak mengijinkan siapapun masuk atau menganggunya. Hal ini tentunya membuat para menteri dan rakyat khawatir dengan kesehatan sang raja. Namun kekhawatiran itu tak dapat tersampaikan karena sang raja tak mengijinkan siapapun masuk bahkan sang permaisuri.

Kabar mengenai raja yang masih berduka sampai ke Kota Crishgen, Kota para Healing. Seorang prajurit istana yang diutus oleh menteri kenegaraan datang dengan membawa pesan agar Mathius, pemimpin Healing Clan datang ke istana untuk membujuk sang raja. Dan setelah mendengar berita itu, Mathius dan Aiden bergegas ke istana.

Sesampainya di istana, Mathius disambut oleh beberapa menteri dan Permaisuri Kerajaan, Ratu Veronica.

"Yang Mulia telah berada disana sejak 3 hari yang lalu, dia tak mengijinkan siapapun masuk bahkan hanya untuk mengirim makanan untuknya." Keluh sang permaisuri pada Mathius. Mathius mengangguk dan memohon ijin untuk membujuk sang Raja.

"Hormat hamba Yang Mulia Raja Midas" ucap Mathius didepan pintu ruangan Raja namun tak ada jawaban disana. "Mathius, pemimpin Healing Clan mohon ijin menghadap." Lanjutnya.

Namun masih tak ada respon dari dalam sana. Mathius kembali mencoba beberapa kali memanggil sang raja namun tetap tak ada respon. Hal ini semakin membuat permaisuri khawatir dengan kesehatan sang raja.

Melihat seluruh kebingungan dihadapannya, Aiden maju menuju pintu ruangan sang Raja.

Aiden mengetuk pelan pintu ruangan raja, "Yang Mulia, Aiden putra Healing Clan mohon menghadap."

Mereka semua menunggu respon Raja Aldrich dengan penuh harap. Namun setelah menunggu dalam diam sang Raja tak kunjung menjawab. Aiden menundukkan kepalanya kecewa dan berbalik menghadap sang ayah.

Namun sebuah seruan pelan membuat semua orang di lorong itu begtiu bahagia.

"Masuklah."

Aiden menatap ayahnya tak percaya. Raja Aldrich mengijinkannya masuk. Tanpa membuang waktu, Aiden segera membuka pintu ruangan itu dan menutupnya kembali.

Harum musk dan papermint adalah hal yang pertama kali indera penciuman Aiden rasakan. Ruangan besar dan mewah itu sangat harum. Ruangan itu sangat terang karena lentera dan lilin yang menyala di segala sisi ruangan. Terdapat banyak patung dan lukisan para raja terdahulu di sana. Berhias ukiran rumit yang berlapis emas membuat dinding ruangan itu tampak sangat indah.

Sebuah ranjang besar yang tertutup tirai merah tampak samar disalah satu sisi ruangan. Disisi lain ruangan itu terdapat sebuah meja dengan tumpukan dokumen dokumen kerajaan diatasnya. Beberapa almari yang dipenuhi buku tampak berjajar rapi dibelakangnya. Dan diujung ruangan, sang raja berdiri memunggungi Aiden. Berdiri dibalkon ruangan itu, siluet Raja Aldrich tampak sangat agung dari sana. Namun ada aura berbeda dari sosok sang Raja.

Menyadari bahwa tamunya telah tiba, Raja Aldrich berbalik dan menatap Aiden. Raja Aldrich tersenyum menyambut Aiden. Beliau berjalan mendekat dan menepuk pelan bahu Aiden. Raja Aldrich berjalan menuju meja kerjanya dan mengambil sebuah gulungan kertas yang cukup familiar bagi Aiden, surat Dreamer Agung.

"Aku telah membaca isi surat ini berulang kali. Namun setiap aku memikirnya aku tak bisa menemukan jawaban yang tepat. Aku selalu berakhir pada pikiran yang buntu." Ucap Raja Aldrich sambil memandang gulungan ditangannya.

Aiden tak tahu harus menjawab bagaimana sehingga ia hanya diam memandang Raja Aldrich.

Raja Aldrich kembali teringat dengan bayangan sang Dreamer Agung. Sosok yang dihormati dan disegani oleh seluruh rakyat Midas. Sosok yang ia hormati sebagai panutan, guru dan sebagai ayah. Bahkan sebelumnya Alexander dianggap sebagai sosok calon raja sebelum akhirnya Aldrich dipilih oleh alam saat ritual pemilihan raja. Meski begitu pengaruh dan kebijaksanaan sang Dreamer Agung tak surut dan semakin disegani oleh rakyat bahkan oleh dirinya, Raja Midas.

Bagi Raja Aldrich, sosok Alexander adalah sosok yang ia hormati sebagai tetua kerajaan dan salah satu penasihat yang baik. Terlebih lagi dengan kesitimewaannya yang mampu melihat rahasia takdir melalui mimpi, membuatnya semakin dihormati. Bagi Raja Aldrich, Alexander sang Dreamer Agung adalah panutannya. Sehingga kabar kematiannya sungguh mengejutkan dirinya sebagai raja juga sebagi seorang murid dari Dreamer Agung.

Meski Raja Aldrich juga memiliki kemampuan seorang dreamer, namun ia masih tak sebanding jika disandingkan dengan Alexander. Maka dari itu, ia begitu bingung dengan maksud sang guru yang meninggalkan pesan ini untuknya. Karena ia tak bisa memastikan apa isi sesungguhnya dari surat ini.

Aldrich memandang pemuda dihadapannya. Sosok calon pemimpin Healing Clan, Aiden. Aldrich beberapa kali mendengar tentang kehebatan Aiden sebagai healing tingkat 8 diusianya yang masih cukup muda, hanya dua tingkat dibawah tingkat tertinggi untuk seorang Healer. Tak hanya mengobati seperti healer lainnya, Aiden juga mampu menggunakan racun untuk keperluan pengobatan meski hal itu menjadi perdebatan di Kerajaan Midas sendiri. Namun bagi Aldrich, kemampuan seperti ini sungguh langka dan patut untuk dikembangkan.

Aldrich menyerahkan gulungan surat itu pada Aiden yang diterimanya dengan raut bingung. Aldrich sendiri juga tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Akhir-akhir ini ia hanya terpikir untuk memberikan gulungan itu pada si pengirim tentunya Aiden. Dan hari ini Aiden tiba di istana dan membuat Aldrich merasa itu bukan sebuah kebetulan jadi ia memutuskan memberikan gulungan itu. Meski Aldrich sendiri tidak yakin apakah Aiden mampu menemukan makna tersembunyi dari surat itu.

Aiden menerima gulungan surat itu dengan ragu. Ia memandang Raja Aldrich untuk memastikan bahwa hal ini tidak salah. Raja Aldrich lalu mengangguk seakan mengijinkan Aiden membukanya. Tanpa menunggu lama lagi Aiden segera membuka gulungan surat itu dan membacanya.

Raja Midas yang Bijaksana, Yang Mulia Aldrich Sebastian. 

Sesungguhnya Aku melawan alam jika aku menyampaikannya, namun demi Midas aku bersedia menerima hukumanku. Sampaikan pesan ini pada dia yang terpilih menemukannya. Karena hanya takdir yang akan mengijinkanmu mengetahuinya.

ketika gagak terbang ke cahaya bulan dan badai salju yang dingin datang

Jiwa pengembara yang tersesat akan kembali, para penyihir dan iblis datang untuk mengabdi

saat kerajaan  dalam kegelapan, sang pembawa pesan akan datang

membawa takdir suci dan perisai api

kebaikannya akan jadi perisai pelindung terkuat

Namun murkanya akan menjadi akhir tak terelakkan

Kupercayakan masa depan Midas padamu, karena sekarang tiba saatnya bagiku membayar hukumanku.

Sahabatmu,

Alexander