Setelah kejadian itu Aiden dan Caleb semakin penasaran apa yang sedang terjadi pada mereka. Mereka sepakat tidak akan mengatakan apapun baik tentang danau, mantra wuyun dan juga batu Aquamarine.
Saat ini kondisi kerajaan telah berangsur normal. Kesehatan Raja Aldrich mulai kembali normal. Sejak hari itu Aiden tidak pernah lagi masuk ke istana. Meski ayahnya beberapa kali mengajak Aiden pergi bersama namun dia selalu menolak. Teringat surat terakhir dreamer agung yang masih menjadi misteri baginya membuatnya ragu untuk kembali ke istana.
Pagi ini Aiden bersiap untuk mengunjungi salah satu sahabatnya di Clan Earth. Pelayan kediamamnya telah menyiapkam segala keperluan yang dibutuhkan oleh Aiden salam perjalanan kali ini.
Earth Clan adalah salah satu dari 5 Clan utama dan menjadi Clan yang cukup dihormati. Namun beberapa tahun terakhir penduduk Clan ini berkurang drastis terutama mereka yang terlahir dengan kemampuan pengendali elemen mereka.
Sebelum kabar duka dreamer agung, sebenarnya Aiden telah berencana untuk pergi meski akhirnya dia tunda. Tapi kali ini dia memutuskan untuk menjalankan kembali rencana awalnya itu.
"Tuan Muda, semuanya telah siap." Ucap seorang pelayan mengingatkan Aiden.
"Baiklah. Jika Caleb kemari tidak perlu mengatakan padanya kemana aku pergi."
"Sebenarnya Mr. Winston telah menunggu Anda didepan sejak beberapa saat yang lalu Tuan Muda."
Aiden menaikkan sebelah alisnya tak percaya ketika melihat Caleb benar ada dikediamannya. Dari penampilan Caleb saat ini Aiden yakin jika dia berencana mengikutinya pergi.
"Berencana meninggalkanku Tuan Muda?" Sapa Caleb dengan senyuman puas saat melihat wajah masam Aiden.
"Kupikir Tuan Muda Water Clan tidak menyukai perjalanan jauh."
"Tenang saja, aku tidak akan berjalan. Aku hanya akan tidur nanti."
Caleb mengabaikan tatapan Aiden dan masuk kedalam keretanya.
"Ayo tunggu apa lagi?"
Aiden hanya menggeleng melihat tingkah Caleb. Dia mengangguk pada kepala pelayan kediamannya sebelum baik keatas kudanya.
"Khas Tuan Muda Healer Clan." Gumaman Caleb terdengar oleh Aiden saat dia melihat Aiden menolak masuk ke kereta.
Mereka berangkat saat hari menjelang siang. Perjalanan ke tempat Earth Clan cukup jauh dan sulit dilalui karena clan ini berada di bagian utara kerajaan Midas didaerah pegunungan.
"Katakan padaku kenapa kau memutuskan mengunjungi Clan Earth. Seingatku kemarin kau masih berkutat dengan liontin itu?" tanya Caleb.
Mereka berdua telah sepakat untuk tidak memabahas atau mengucapkan secara langsung tentang temuan dan apa yang mereka alami. Namun sebagai gantinya, Aiden memerintahkan penambahan penjagaan disekitar hutan Midas.
"Hanya mengunjungi teman lama."
"Kau pikir aku akan percaya?"
"Ada hal yang kita lewatkan, dan sepertinya hal itu hanya bisa kita temukan di Clan Earth."
"Bagaimana mungkin?"
"Lihat saja nanti."
***
Disisi lain Daratan kerajaan Midas, sesuatu yang luar biasa sedang terjadi. Sebuah keajaiban yang belum pernah terjadi selama ratusan tahun lamanya. Daratan gurun di wilayah Earth Clan yang menadi wilayah paling kering di Kerajaan Midas di guyur hujan badai semalaman. Bahkan gemuruh Guntur dan petir itu terdengar hingga pemukiman penduduk Clan Earth.
Kejadian itu membuat penduduk Earth Clan was-was. Bahkan para tetua Earth Clan bergegas berkumpul untuk membahas peristiwa itu.
"Ini belum pernah terjadi sebelumnya bahkan dalam sejarah kerajaan Midas."
"Tapi bukan berarti hal itu tidak mungkin terjadi. Gurun Deze telah ada bahkan sebelum Kerajaan Midas berdiri."
"Tidak penting apakah peristiwa ini pernah terjadi sebelumnya atau tidak, sekarang yang perlu kita lakukan adalah mencegah dampak yang mungkin akan terjadi."
"Benar, Tuan Faulhn benar. Jika hujan badai itu tidak berhenti maka ngarai disekitar gurun mungkin akan mulai terisi air."
"Bukankah itu bagus? Dengan begitu kita akan memiliki sumber air baru."
"Tapi jangan lupa dengan penduduk yang tinggal disekitar ngarai. Kita tidak tahu berapa banyak volume air yang akan terkumpul. Kita juga tidak bisa menghentikan hujan itu."
"Mungkinkah ini adalah peringatan alam untuk kita? Apakah The Earthens melakukan kesalahan?"
Perdebatan itu terus berlanjut diaula istana Clan Earth. Namun tak ada solusi yang merkea dapatkan sejak pertemuan itu dimulai. Bahkan pimpinan Clan Earth, Roland Hanz hanya mampu memijit kepalanya pelan.
Ada banyak rakyatnya yang tinggal di dekat ngarai disekeliling Gurun Deze. Jika sampai ngarai itu banjir karena badai yang tak kunjung berhenti berapa banyak jiwa yang akna menjadi korban untuk hal itu. Pemikiran it uterus saja terlintas dan membayangi pikiran Roland.
"Ketua.. ." Teriakan seorang penjaga memecah perdebatan para tetua itu.
"Tuan Muda Nathaniel, dia pergi ke gurun Deze."
Tanpa menunggu lagi, Roland beranjak untuk mencari putranya. Satu lagi hal yang terlewat dari pertimbangannya. Putranya yang satu itu, sangat menyukai tantangan dan baginya mungkin ini adalah salah satu tantangan yang tidak dapat ia lewatkan begitu saja. Apalagi dengan statusnya sebagai putra pemimpin Clan dan Tuan Muda Clan Earth, putranya itu tak akan diam saja melihat wilayah mereka diambang bencana.
"Perintahkan evakuasi untuk seluruh penduduk yang tinggal di sekitar ngarai. Kosongkan wilayah itu. Hingga aku kembali tak ada seorangpun yang diizinkan ke Gurun Deze." Perintah panjang Roland sebelum berangkat dengan kudanya menuju Gurun Deze sendirian. Bahkan ia tidak mengizinkan pengawalnya untuk ikut serta.
Nathaniel, apa yang kau pikirkan?
***
"Berapa lama lagi kita akan sampai di Laterit?"
"Setelah melalui hutan ini kita akan tiba di ngarai timur Kota Laterit, jika perjalanan lancer kita akan tiba sebeleum hari gelap." Jelas kusir kereta.
Caleb menatap Aiden dengan lemas. Sudah dua hari mereka melakukan perjalanan menuju wilayah Clan Erath yang sangat berbeda dengan apa yang dibayangkan Aiden.
"Sudah kubilang kau tidak akan menyukai perjalanan ini." Ucap Aiden tanpa mengalihkan padangannya dari buku di pangkuannya.
"Lalu, apakah aku harus kembali ke Crishgen sendirian setelah melakukan setengah perjalanan?"
Aiden mengangkat bahunya mendengar jawaban Caleb. Sahabatnya itu hanya diam cemberut sambil memandang jalan yang mereka lalui dari jendela kereta mereka.
"Aiden, kau bilang wilayah Earth Clan mengalami kekeringan beberapa tahun terakhir."
"Benar."
"Ah, sepertinya kekeringan itu telah berakhir."
"Kenapa?"
"Ada badai tak jauh dari sini. Dilihat dari suhu udara dan angin yang berhembus, badai ini sepertinya cukup besar."
Aiden meletakkan bukunya dan mengikuti Caleb memandang langit diluar. Hari masih siang namun langit terlihat sangat gelap. Hembusan angin juga terasa semakin kencang menerpa kereta mereka yang kini berada di tanag lapang. Sebelumnya Aiden dan Caleb tidak menyadari hal itu karena mereka berada didalam hutan dan tertutup rimbunan pepohonan.
"Badai ini akan segera tiba di tempat ini." Ucap Caleb.
"Tuan percepat keretanya." Teriak Aiden. Tanpa diminta pun sebenarnya kusir kereta juga telah mempercepat laju kereta mereka. Sangat berbahaya untuk berada di tanah terbuka menjelang terjadinya badai.
"Ambil keperluanmu." Lanjut Aiden.
"Apa yang kau rencanakan?"
"Badai ini terlihat tidak biasa. Terlalu besar dan mendadak. Kita tidak akan bisa melaluinya."
"Tanah ini terasa kering dan panas, namun hembusan angin ini sangat dingin. Hampir sama dingin dengan gua di mata air Danau Dingin Water Clan."
"Kalau begitu cepat pergi."
Aiden dan Caleb memerintahkan semua pengawal dan kusir mereka untuk meninggalkan kereta. Mereka memilih berkuda secara langsung dan segera memasuki wilayah ngarai yang tak jauh didepan mereka.
Awan mendung itu bergerak dengan cepat seakan mengejar mereka. Sesekali hembusan angun terasa sangat kuat menghempas tubuh mereka yang sedang menunggang kuda. Bahkan beberapa pengawal Aiden sempat terjatuh dari kuda mereka karena kuatnya hembusan angin.
"Didepan, ada sebuah gua." Teriak Caleb.
Aiden mengangguk dan mengarahkan kudanya kearah yang dimaksud Caleb. Sesekali Aiden akan melihat kebelakang kearah bumbungan awan gelap yang sekan berusaha menelan mereka.
"Cepat masuk kedalam gua."
Dan benar saja. Saat seluruh rombongan Aiden berhasil masuk ke gua hujan badai itu turun. Tak hanya hujan, guntur dan kilat menyambar bersahutan membuat badai itu kian dahsyat. Aiden memperhatikan anggota rombongannya, memastikan tak ada seorangpun yang tertinggal.
"Aku tidak tahu jika badai diwilayah Earth Clan akan sebesar ini. Kira kira apa yang akan terjadi jika badai ini berlangsung selama berhari-hari?" Guman Caleb disamping Aiden.
"Tuan Muda, sebaiknya Anda melihat ini." Lapor seorang pengawal dengan wajah yang terkejut.
Aiden dan Caleb segera bergerak mengikuti pengawal tersebut. Dan tibalah mereka di sebuah pintu batu yang sangat tinggi. Sebuah ukiran tercetak dipermukaan pintu itu. Tinggi pintu itu hampir sama dengan tinggi gua yang artinya lebh dari 5 meter.
Aiden dan Caleb saling menatap satu sama lain lalu mengangguk.
"Buka pintu ini." Perintah Caleb.
"Tunggu Tuan Muda." Dia adalah Huan, kusir kereta Aiden.
"Anda tidak boleh membuka pintu itu."
"Kenapa?"
"Pintu itu di kutuk, Tuan Muda."
"Bagaimana mungkin. Ini hanya sebuah pintu batu biasa." Jawab Caleb.
"Tuan Muda, ukiran itu. Anda lihat ukiran itu. Itu adalah kisah dari siapapun yang pernah mencoba membuka pintu itu." Huan masih bersikeras menghentikan Aiden membuka pintu itu.
Aiden mnegamati ukiran di permukaan pintu batu. Ukiran itu memang cukup kecil namun Aiden masih bisa melihatnya. Seperti sebuah kisah kesil yang coba disampaikan pada yang melihat ukiran itu.
"Mereka para penyamun dan penduduk Earth Clan yang berusaha membuka pintu itu. Tidakkah Anda lihat bagaimana mereka disingkirkan diukiran itu?" lanjut Huan dengan suara gemetar.
Aiden menyipitkan matanya saat tak yakin dengan apa yang dia lihat. Gambar itu menunjukkan sebuah pembunuhan. Siapapun itu merek dibunuh dengan cara yang aneh. Tertimpa batuan runcing, terjatuh kedalam lubang, terbakar api, diserang serangga raksasa.
Aiden melihat sekeliling tempat itu. Batuan runcing? Aiden melihat ke atas, namun tak ada batuan runcing disana. Lubang? Pun ta ada lubang sama sekali di tempat itu. Apalagi api, dengan udara gua yang lembab ini akan sulit mempertahankan nyala api untuk waktu yang lama. Lalu serangga raksasa?
Aaaaa....
Teriakan itu mengejutkan Aiden. Beberapa pengawalnya terlihat berlarian dari mulut gua. Aiden dan Caleb segera melihat hal itu. Namun Caleb menahannya.
"Sst.. ."
Caleb meminta semua orang diam. Aiden mengikuti isyarat Caleb dan perlahan kembali mundur.
"Bersembunyilah.. ." bisik Caleb pelan.
Seekor kalajengking raksasa berjalan masuk dengan perlahan. Tubuhnya yang besar memenuhi jalan yang tadi mereka lalui. Di ujung ekornya, salah seorang pengawal Aiden telah meninggal terkena racunnya. Tubuh pengawal itu masih menancap dengan kulit yang berwarna biru.
Mereka semua masih diam ditempat mereka. Bersembunyi di sudut gua yang gelap di balik sebuah batu yang cukup besar. Menunggu agar makhluk itu segera pergi dari gua itu.
"Dia tidak akan pergi." Bisik Caleb.
"Kenapa?"
"Karena ini rumahnya." Jawab Caleb sambil melirik sudut dibelakang mereka. Tumpukan tulang belulang entah manusia atau binatang yang berserakan begitu saja. Aiden memutar matanya, harusnya dia memeriksa tempat itu dahulu.
Gurun Deze adalah wilayah yang sanagt luas, tak heran jika ada berbagai makhluk aneh yang menghuninya, termasuk kalajengking raksasa ini.
"Jika dia tidak pergi, maka kita yang akan membuatnya pergi." Tukas Aiden akhirnya.
Dari pada menunggu binatang itu menemukan mereka, lebih baik Aiden segera menyusun rencana untuk melawan binatang itu. Ada spuluh orang pengawal yang bersamanya saat ini, selain Kusir Huan dan Caleb, mereka semua bisa bertarung melawan binatang itu.
Caleb mengangguk paham pada Aiden saat ia menunjuk sebuah sudut gua. Dengan cekatan Caleb mengajak salah seorang pengawal untuk mengalihkan perhatian binatang itu. Saat melihat gerakan di sudut gua, kalajengking itu segera bergerak mendekat. Beberapa pengawal segera bergerak ke belakang kalajengking itu dan mencari tempat persembunyian saat binatang itu berhenti bergerak.
Namun tanpa diduga, binatang itu berlari kearah Aiden bersembunyi bersama kusir Huan. Tanpa menunggu lagi Aiden segera bergerak kedepan dan menyerang secara langsung binatang itu. Melihat perlawanan didepannya bianatang itu segera mengarahkan ekornya untuk menyerang Aiden.
Dengan kaki besarnya Kalajengking itu berusaha menginjak Aiden, namun dengan cepat Aiden beralih posisi dan tak lupa menggunakan pedangnya untuk menyayat kaki binantang itu.
Lengkingan suara kalajengking itu terasa memekakkan telinga saat pedang Aiden berhasil menebas salah satu kakinya. Aiden melihat binatang itu yang terlihat semakin marah setelah menerima serangan Aiden.
"AIDEN, ATAP GUA .. ." teriak Caleb.
Aiden segera melihat atap gua yang di penuhi batuan runcing. Ah benar, batuan itu. Aiden mengangguk dan melemparkan pedangnya ke atap gua disertai bantuan tenaga dalam Caleb untuk memperbesar kekuatan pedang dan meruntuhkan batuan itu tepat ke tubuh kalajengking raksasa itu.
Bunyi bedebum menghantam telinga mereka disertai lengkingan suara kalajengking itu. Debu beterbangan membuat mereka semua terbatuk. Namun saat debu itu memudar binatang itu telah mati. Tubuh besarnya tergeletak dengan banyak batu runcing yang menancap padanya.
"Siapa kalian?"
Seorang pemuda muncul di mulut gua. Wajahnya tertutup cadar dengan pakaian serba hitam dan jubah coklat yang basah. Aiden memandang pemuda itu dengan sekilas dan menyadari lencana topas pemuda itu.
"Nathaniel?"
***