Tingkat tertinggi sebuah keistimewaan adalah ketika kau tidak melakukan apapun namun mampu mengatasi segalanya. Hampir sama seperti telekinesis namun lebih terpusat pada satu elemen. Hal itulah yang tengah Caleb coba lakukan. Menerobos empat tingkat untuk menggunakan kuasa tertinggi Water Clan. Jika itu orang lain, mungkin Aiden tak akan pernah memikirkan ide tersebut, namun sebagian diri Aiden sangat yakin pada sahabatnya tersebut. Apalagi dia memiliki darah langsung dari pemilik batu Aquamarine tersebut.
Aiden menarik Nathaniel mundur beberapa langkah dari Caleb saat cahaya biru gelap mulai muncul dari tubuhnya pertanda kekuatan Aquamarine mulai keluar. Sebelum menggunakan kekuatan tersebut Caleb harus mampu membuat kekuatan tersebut menerima dirinya dan mengendalikannya, atau sebaliknya dialah yang akan dikendalikan oleh Aquamarine.
"Apakah kau yakin dia bisa bertahan?"
"Bisa. Karena dia adalah Sonur Vatns, putra Water Clan."
Cahaya biru gelap itu menyelubungi tubuh Caleb disertai angin dingin yang menyebar disekitarnya. Sebagai seorang healer yang sejatinya hanay penyembuh, Aiden tidak bisa banyak membantu di saat seperti ini.
Kilat mulai menyambar di atas langit. Disertai dengan awan gelap yang membumbung mendekat seakan melingkupi mereka.
Zllaarrr….
Sebuah petir menyambar tubuh Caleb dan membuat pemuda itu terpental beberapa meter.
"Dia tidak akan sanggup."
Aiden mencengkeram lengan Nathaniel saat pemuda itu ingin berlari kearah Caleb. Karena detik berikutnya sebuah petir kembali menyambar Caleb. Dengan wajah tegang dia berbalik menatap Aiden. "Apakah aku hampir menjadi target kedua petir itu?" gumamnya.
"Ini adalah ujian untuk kenaikan tingkatnya. Kau tidak akan bisa membantunya."
"Lalu kita hanya melihatnya saja?"
Aiden dan Nathaniel melihat Caleb yang mencoba bangkit dengan tubuh terluka. Entah sudah berapa banyak sambaran petir yang dia terima hari ini. Namun pemuda itu tetap bangkit berdiri dan melanjutkan tujuannya.
Zllaarrr….
Sebuah petir kembali menyambar Caleb. Tubuh lemah Caleb melayang ketika petir itu menyengat tubuhnya. Namun kali ini sebuah cahaya biru terang muncul dari tubuhnya. Cahaya tersebut melingkupi tubuh Caleb layaknya sebuah tameng dan menghalangi petir yang menyambarnya.
Aiden bangkit dari tempatnya dan melangkah kea rah Caleb. Melihat pendar biru yang semakin terang. Dan entah bagaimana air disekitai mereka bergerak meciptakan sebuah pusaran di sekitar Caleb. Tubuh sahabatnya yang di penuhi luka perlahan sembuh dengan sendirinya saat cahaya biru itu keluar.
Dia telah berhasil.
Sebuah bisikan pelan terdengar di telinga Aiden. Fle Paradi. Aiden mulai hafal dengan suara bisikan itu.
Aiden meraih serulingnya dan memainkan sebuah nada. Alunan lain yang kali ini terdengar oleh Nathaniel. Namun pemuda itu mengernyit bingung saat mendengar suara seruling Aiden. Bersamaan dengan cahaya biru yang menghilang dari tubuh Caleb awan mendung pun berangsur menghilang. Dinding air di sekitar mereka juga perlahan hilang.
Aiden masih memainkan serulingnya sembari berjalan ke arah Caleb. Saat jarak mereka hanya tinggal beberapa langkah Aiden bisa menatap mata Caleb dengan jelas. Biru terang. Mata hijau pemuda itu telah beralih biru terang.
***
"Nona Florian, ada pesan dari Tuan Withver."
"Ada apa?"
"Tuan berpesan bahwa Anda harus tiba di Laterit sebelum matahari terbenam, atau Anda tidak akan bisa melihat Tuan Muda."
Alis Florian berkerut mendengar isi pesan tersebut. Gerakan tangannya langsung berhenti saat mendengar kalimat terakhir tersebut.
"Flo!!" Ahh ..
Florian kembali mengayunkan tangannya saat obat yang tengah ia buat hampir tumpah. Dengan gerakan pelan Florian mengayunkan dan memindahkan kendi obat dan meletakkannya berjajar di rak panjang yang ada di ruangannya.
Dia berbalik menatap pembawa pesan ayahnya. Sebuah perkamen coklat kecil dengan aroma daun vindur diatasnya.
"Flo, mungkin kita harus pergi menyusul adikmu." Ucap Hatria. Dia menangkap raut khawatir di wajah Florian. Gadis itu mengangguk singkat sebelum mengambil jubah hijau dan kantung obat miliknya. Tak lupa sering putih miliknya yang dia simpan di rak teratas di ruangan itu.
"Berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk tiba di Laterit?"
"Dua hari dengan berkuda."
"Tidak bisa." Florian berpikir keras apa yang harus dia lakukan agar tiba lebih cepat. "Falcon!"
Florian melirik Hatria sekilas lalu menarik gadis itu menuju bukit belakang istana Anima. Florian bersiul keras dan tak lama suara kepakan sayap besar terdengar di atas mereka. Seekor elang dengan bulu coklat gelap mendekat ke arah mereka.
"Hatria, aku harus berangkat sekarang."
"Pergilah. Aku akan membawa beberapa orang menyusulmu ke sana."
Florian dan hatria saling memeluk sejenak sebelum gadis itu bergegas menaiki Falcon yang telah menunggunya. Falcon adalah binatang istimewa peninggalan leluhur Klan Anima yang di serahkan pada ibunya dan kini binatang itu berada di bawah perlindungan Florian. Florian Withver, putri Mathias Withver dengan Galla Siman seorang gadis dari klan Anima. Itulah sebabnya Florian bisa memiliki sedikit pengetahuan tentang Anima.
Namun, sayangnya ia harus menyembunyikan keistimewaannya tersebut karena dia bisa di anggap sebagai ancaman jika dia diketahui memiliki lebih dari satu elemen. Oleh karena itu dia memiliki Hatria Jester. Gadis Klan Anima yang selalu menemaninya dan membantunya menyembunyikan keistimewaannya tersebut dengan dalih dia menjaga binatang di hutan Klan Anima.
***
Langit gelap kembali terang setelah Caleb menyelesaikan ujian kenaikan tingkatnya. Badai yang tadinya mengguyur pun akhirnya berangsur hilang. Berganti dengan langit terang dan matahari yang mulai memberikan kehangatan.
Aiden membawa Caleb ke tempat yang teduh dan memeriksa sisa luka di tubuh Caleb. Sedangkan pemuda itu hanya bisa menurut dengan tubuh lemah kehabisan tenaga.
"Aku takut kau akan gagal." Ungkap Nathaniel dengan raut khawatir. Dia menggunakan tubuhnya sebagai sandaran untuk Caleb selagi Aiden memberikan obat untuk pemuda itu.
"Aku memang gagal." Lirih Caleb.
Caleb mengeluarkan batu Aquamarine yang sedari tadi ia sembunyikan dalam genggaman tangannya. Aquamarine sejatinya berwarna biru kehijauan, namun kini batu tersebut beralih menjadi putih tanpa warna apapun sama sekali. Seperti sebuah Kristal kosong tanpa keistimewaan.
"Tidak mungkin. Cahaya itu, aku melihatnya. Kau mengendalikan badai dan air hujan itu."
Aiden hanya menatap Caleb yang menampakkan ekspresi bersalah.
"Lihat! Kau bahkan telah membuat banjir itu mulai surut."
Aiden mengambil tangan Caleb dan menyayat ujung jari telunjuknya dengan belati miliknya. Dia meneteskan darah Caleb pada batu Aquamarine tersebut. Satu tetes kecil dan darah itu menghilang.
"Hmm, benar. Dia gagal."
"Apa maksud kalian?"
"Dia gagal mencapai tingkat tertinggi, namun kini dia setara dengan ayahnya."
"Aku tidak mengerti. Kau bilang dia akan menerobos empat tingkat keistimewaan, tapi kau bilang dia gagal." Aiden bisa melihat wajah bingung dari ekspresi Nathaniel.
"Dia hanya mampu menahan hingga tingkat ke delapan awal. Itu sudah cukup bagus karena kau lihat sendiri hasilnya." Jelas Aiden. "Dia mampu menenangkan badai dan membuat banjir ini menyusut dengan cepat. Setidaknya Laterit dan The Earthens aman saat ini." Lanjutnya.
Nathaniel mengangguk pelan mendengar penuturan Aiden.
"Wahhh"
"Hanya tingkat delapan dan dia bisa menghentikan badai yang hampir menenggelamkan Laterit. Kau luar biasa."
Aiden menatap Caleb yang mulai tersenyum samar mendengar pujian Nathaniel. Namun masih ada beberapa hal yang mengganjal benak Aiden. Bagaimana dengan batu tersebut, Aquamarine yang Agung telah kehilangan keistimewaannya? Meski tidak ada yang tahu mereka memiliki batu itu, namun dengan kenaikan tingkat Caleb yang mendadak tentunya akan menciptakan tanda tanya lain untuk semua orang. Apa yang akan mereka katakan jika nantinya mereka menyadari hal tersebut?