Nathaniel berjalan di atas tanah berbatu. Mencari sesuatu yang diminta oleh Fle Paradi. Ada begitu banyak tanaman aneh yang berada di sekitarnya. Ada sebuah bunga indah berwarna kuning cerah tak jauh dari tempat Nathaniel, tapi bau tak sedap tercio jelas di indera hidung pemuda itu. Ada juga sebuah tanaman dengan daun tipis layaknya jarum yang tadi sempat menusuk kaki Nathaniel. Bahkan beberapa tanaman berbentuk seperti binatang juga ada di sana. Mulai dari daunnya yang berbentuk seperti sayap kupu-kupu atau bahkan bunga berbentuk kepala kuda.
Nathaniel mengernyit melihat hal aneh di sekitarnya. Pemuda itu masih berjalan mengelilingi bukit beberapa kali. Ketika pemuda itu hampir menyerah seekor kunang-kunang datang menghampiri Nathaniel.
Kunang-kunang kecil itu terbang mengitari Nathaniel membuat pemuda itu berhenti sejenak dari pencariannya. Nathaniel mengerjap menatap makhluk mungil di depannya. Kepalanya segera teringat dengan sosok Fle Paradi yang selalu diikuti oleh ribuan kunang-kunang di sekitarnya.
"Apa kau juga penunjuk jalan seperti Fle Paradi? Atau justru dia yang mengirimmu?" tanya Nathaniel pada makhluk itu.
Tentu saja tak ada jawaban di sana, tapi kunang-kunang itu segera terbang ke sebuah sudut tak jauh dari tempat Nathaniel berada. Nathaniel mengikuti makhluk itu dan melihat kunang-kunang itu hinggap di sebuah tanaman dengan batang terbaring dan merayap. Bentuknya bulat, bercabang, beruas, dengan daun berwarna ungu.
Bentuk tanaman itu tak berbeda jauh dengan tanaman obat lainnya, tapi Fle Paradi mengatakan ada satu cara untuk memastikan bahwa tumbuhan itu adalah hal yang dia cari atau bukan.
"Karena dia sudah memberi petunjuk, selanjutnya saatnya memastikan kebenarannya," gumam Nathaniel.
Pemuda itu mengeluarkan sebuah belai kecil di pinggangnya dan menusuk ujung jarinya pada belati itu. Cairan merah kental segera keluar dari jejak luka di jari pemuda itu. Nathaniel menekan jarinya dan mengumpulkan setitik darah yang cukup besar di jarinya sebelum meneteskan darah itu pada daun tanaman tadi.
Dalam waktu singkat darah Nathaniel meresap ke dalam tanaman itu dan warna ungu pada permukaan daun itu segera berubah menjadi merah gelap layaknya warna darah miliknya. Sudut bibir Nathaniel terangkat menyadari bahwa dia telah menemukan apa yang dia cari, tanaman benalu api.
***
"Kekuatan keduanya setelah pengendali tanah, adalah kecepatan."
Caleb melihat Nathaniel yang berlari berputar-putar dan naik turun bukit selama beberapa kali. Dia melihat pemuda itu terus bergerak tanpa berhenti sama sekali.
"Apakah dia belum sadar bahwa dia berlari dengan sangat cepat?" tanya Caleb tiba-tiba.
Aiden menaikkan satu alisnya sambil melirik pada Fle Paradi. Wanita itu hanya diam dan mengangkat bahu acuh. Ketiganya mengamati setiap gerak gerik Nathaniel yang bisa mereka amati. Melihat bagaimana pemuda itu berjalan mondar mandir beberapa kali dan terlihat kebingungan.
"Apa yang dia cari disana?" sekali lagi Caleb bertanya, meski dia tahu kecil kemungkinan bahwa pertanyaannya akan dijawab.
"Lembah Vast Na Syel La sangat luas dna terkenal dengan energi murninya. Akan ada banyak obat dan tanaman langka yang bisa tumbuh subur di tempat ini. Mungkinkah dia mencari sebuah obat?" ucap Aiden sambil menoleh pada Fle Paradi.
"Kau benar." Fle Paradi mengangguk. "Sepertinya aku harus membantunya," gumam Fle Paradi pelan.
Aiden dan Caleb melihat wanita itu tersenyum samar sambil melambaikan tangannya pelan. Seekor kunang-kunang tiba-tiba terbang ke tempat Nathaniel. Setelah itu, tak butuh waktu lama hingga ketiganya melihat Nathaniel melompat kegirangan.
"Sepertinya dia telah berhasil menemukan pusaka pertama," ucap Fle Paradi dengan senyum penuh bangga.
***
Sama seperti Nathaniel dan Aiden, Caleb juga terpesona melihat keindahan danau didepannya. Caleb bahkan jauh lebih terpesona saat dia bisa melihat menembus jauh ke dalam dasar danau, berbeda dengan danau dingin yang pernah dia lihat di water clan sebelumnya.
"Bisakah aku mengambil air danau ini?" tanya Caleb pada Fle Paradi.
Wanita itu menoleh dengan wajah bertanya-tanya.
Caleb mengerti maksud tatapan itu dan segera maju untuk menjelaskan maksudnya. "Kau mengatakan bahwa danau ini memiliki kemampuan penyembuhan yang luar biasa. Bolehkan aku meminta sedikit obat langka ini untuk kusimpan sebagai persediaan kami?"
"Kau tidak perlu menyimpannya, setelah kau memiliki lima pusaka klan kuno kau bisa bebas keluar masuk tempat ini," jelas Fle Paradi.
"Benarkah?" Nathaniel bertanya dengan mata berbinar mendengar ucapan Fle Paradi.
"Bahan pertama dalam pusaka klan kuno ada di tanganmu," jelas Fle Paradi.
"Apa maksud ucapanmu dengan 'bahan pertama'?" tanya Aiden dengan nada curiga.
Fle Paradi menoleh pada ketiga pemuda itu. Senyum misterius terlihat di wajahnya. Gadis itu tak mengatakan apapun dan melenggang pergi meninggalkan tempat tersebut.
"Berapa lama waktu yang kita miliki?" tanya Caleb pelan.
"Seingat Aku lima hari," sahut Nathaniel.
Ketiga pemuda itu diam. Hanya sedikit yang bisa di ketahui oleh penduduk Midas tantang lima klan kuno terlebih tentang pusaka mereka.
"Kita tidak mengetahui apapun tentang pusaka klan kuno," gumam Aiden lirih. "Tapi jika tebakanku benar Golden Topaz dan Liontin Aquamarine yang kita miliki adalah dua pusaka dari Water Clan dan Earth Clan," tambahnya sambil melirik kalung yang ada pada Caleb dan Nathaniel.
"Selain dua klan ini, masih ada Fire Clan yang tersisa, sedangkan dua klan lainnya Chloro Clan dan Wind Clan sudah musnah beberapa dekade lalu. Bukankah dia sengaja memberikan kita tugas yang mustahil?"
***
Fle Paradi membawa Aiden, Caleb, dan Nathaniel kembali ke desa. Mereka kembali menemui penduduk yang tegah sibuk membangun kembali rumah mereka. Masih belum sadar jika tempat mereka berada bukanlah Laterit.
"Kalian pergi kemana saja semalaman ini?" tanya salah satu penduduk pada ketiga pemuda itu.
Tak sempat memikirkan alasan, ketiganya hanya saling menatap dan menggaruk kepala masing-masing.
"Ah, sudahlah. Ayo cepat bersihkan diri kalian dan segera berkumpul ke alun-alun. Kita akan berpesta hari ini!"
Ketiga pemuda itu masih terdiam. Nathaniel yang pertama kali membuka suara menyampaikan keheranannya.
"Apakah mereka tidak bisa melihatmu?" tanya pemuda itu sambil melirik pada Fle Paradi.
Fle Paradi dengan singkat mengangguk sambil tersenyum. "Bukankah sudah aku bilang bahwa aku hanya sebuah penjaga, hanya setitik kesadaran yang di ciptakan alam."
Caleb memiringkan kepalanya heran. "Itu artinya kau bisa berubah wujud menjadi apapun?"
"Benar," jawab Fle Paradi lagi.
"Jadi, apakah Vast Na Syel La juga seperti dirimu?" kali ini Aiden yang bertanya.
Sebenarnya pertanyaan itu terdengar sederhana, tapi Fle Paradi dan Aiden justru tampak saling menatap dengan sorot tajam pada satu sama lain.
Caleb dan Nathaniel terdiam menunggu keduanya.
"Jangan terlalu dalam memikirkan sesuatu jika tidak ingin kecewa oleh fakta, Aiden." Fle Paradi kembali melenggang pergi setelah mengucapkan sebuah kalimat ambigu pada Aiden.
"Aku tidak mengerti yang kalian bicarakan. Bisakah kalian berhenti bermain teka-teki?" pinta Caleb dengan nada sedikit terdengar kesal meskipun ia tak bermaksud demikian.
Aiden menghela nafas pelan. Pemuda itu memutar tubuhnya dan menatap penduduk Laterit yang terlihat bersuka cita. Kebahagiaan terpancar di mata mereka, tanpa ada sedikitpun jejak kesedihan.
"Jika—aku mengatakan jika—" Aiden mulai bicara "semua penduduk Laterit sadar bahwa apa yang mereka lihat tidak pernah nyata. Semua yang mereka miliki hanyalah ilusi, menurut kalian bersediakah mereka meninggalkan tempat ini?"
Seketika Caleb dan Nathaniel sadar maksud ucapan Aiden. Dengan mata melebar penuh keterkejutan kedua pemuda itu memandang penduduk Laterit yang tertawa. Mereka perlahan sadar bahwa tawa dan kebahagiaan di depan mereka hanyalah sebuah ilusi semata. Namun, mampukah para manusia itu melepaskan ilusi yang bisa memuaskan keinginan hati mereka?
***