Semua orang memiliki sisi gelap, semua orang memiliki rahasia, dan tentu saja semua orang memiliki kelemahan—Hee-ra adalah kelemahannya. Gadis itu mengetahui rahasia besar yang ia sembunyikan. Gadis itu membuatnya terpaksa mengawasi hingga perasaan yang tak seharusnya ada, perlahan muncul begitu saja. Gadis itu bagaikan narkoba, merusak raganya secara pasti, membuatnya ketagihan hingga terobsesi.
Dae-hyun mengetuk-ngetukkan jari di atas meja, mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut pria berwajah Eropa di layar laptopnya.
"Habisi saja dia. Kau membuang terlalu banyak waktu dan malah terperangkap pada ilusi."
"Kau tidak memiliki hak untuk memutuskan."
Pria di layar itu tergelak mendengar jawaban Dae-hyun.?"Kita semua tidak memiliki hak untuk memutuskan, tapi nyatanya tetap melakukannya, bukan?"
"Aku tidak sama denganmu, Bruce."
Pria yang dipanggil Bruce itu mendecih geli.?"Benarkah? Kurasa kita sama-sama menikmatinya."
"Aku dijual padamu oleh ay—bukan, tapi bajingan itu, dan kaulah yang merubahku. Aku hanya terpengaruh olehmu."
"Ah, benar. Kau memang terpengaruh olehku. Tak heran kemampuanmu dalam hal ini sedikit lebih unggul dariku. Kau tahu kenapa? Karena sesungguhnya kau sangat menikmatinya."
"Tutup mulutmu Bruce Waylon!"
Dae-hyun tak tahan lagi pada kebenaran yang terus keluar dari mulut Bruce. Ya, dia tak ingin bersikap munafik, karena nyatanya Dae-hyun memang sangat menikmati pekerjaannya.
Dendam dan kebenciannya pada sang ayahlah yang membuat Dae-hyun berubah sekejam ini. Terlebih lagi, faktor pendukung seperti sang ayah yang menjual Dae-hyun kepada Bruce semakin membuatnya menjadi-jadi.
Bruce bukanlah lelaki biasa, ia adalah seorang anggota sindikat pembunuh bayaran yang sangat berpengalaman di bidangnya. Sejak berumur sepuluh tahun, Dae-hyun dipaksa untuk menjadi anggota dari organisasi tersebut. Ia dilatih dengan sangat keras. Melihat, mencium, bahkan berlumuran darah adalah hal yang biasa baginya.
Dae-hyun berkali-kali ditugaskan untuk membunuh orang mengandalkan ketampanan dan daya tariknya. Kelihaiannya dalam berperan juga menjadi nilai tambah, terutama ketika melumpuhkan target wanita.
"Jangan pernah menyentuhnya sedikitpun. Dia milikku. Bruce. Dan aku akan melindungi apapun yang menjadi milikku."
Bukannya bergidik ngeri, Bruce malah terbahak. Ia menyadari betapa miripnya Dae-hyun dengannya semasa muda, tidak rugi kalau dulu Bruce membeli anak itu dengan harga mahal.
"Well, kita lihat saja nanti."?Bruce berhenti sejenak dan mendekatkan mulutnya ke layar, lalu berbisik,?"Jaga milikmu baik-baik."
Tak berniat menjawab perkataan Bruce, Dae-hyun langsung menutup laptopnya. Amarahnya menguap, namun Dae-hyun harus bersikap profesional. Ia kembali mengenakan jas yang sempat dilepasnya tadi.
Dae-hyun tidak begitu sering datang ke?mansion?ini.?Mansion?yang dibelinya empat tahun lalu, tentu saja tanpa diketahui Hee-ra dan keluarganya. Tempat ini diurus oleh Park Young-lee, asisten serta kaki tangannya sejak mereka masih tinggal di Korea. Dae-hyun sengaja membeli?mansion?ini sebagai tempat persembunyian serta markas ketika menerima perintah dari organisasi.
Empat tahun tinggal di London dengan Hee-ra dan keluarganya, rupanya tak membuat mereka curiga tentang pekerjaan lain Dae-hyun. Yang mereka tahu, ia adalah direktur di cabang perusahaan milih ayah tirinya—Shin Jae-Woo.
Semenjak kedatangannya di London empat tahun lalu dan mengaku sebagai anak kandung Kang So-hee dengan berbagai barang bukti yang meyakinkan, Dae-hyun diperlakukan sangat baik. Ia menerima banyak kasih sayang dari Kang So-hee dan Shin Jae-Woo. Terutama Kang So-hee. Rasa bersalah yang terus menyertainya karena sempat meninggalkan Dae-hyun setelah lahir pada kekasih yang juga ayah dari bayinya tersebut membuatnya terus berusaha menebus kesalahannya.
Sayangnya, ada satu masalah. Ketika Kang So-hee dan Shin Jae-Woo sangat menyayangi Dae-hyun, ada Hee-ra yang begitu membencinya.
Tentu saja Hee-ra membenci Dae-hyun bukan tanpa alasan. Sesungguhnya, gadis itu tahu jika Dae-hyun adalah seorang pembunuh. Hal itu pula yang menjadi satu dari sekian banyak alasan Dae-hyun untuk tidak melepaskan Hee-ra.
"Park, siapkan kamar utama dengan baik. Nanti malam aku akan membawa wanita itu ke sini." ujar Dae-hyun tanpa menatap lawan bicaranya.
Sementara itu, Park Young-lee yang sejak tadi berdiri di depannya langsung mengangguk. Lelaki itu bergegas pergi dan menyuruh bawahannya untuk membeli beberapa barang yang sekiranya akan digunakan tuannya malam ini.
Alasan inilah yang membuat Dae-hyun sangat menyukai Young-lee sebagai orang kepercayaannya. Ia pintar, cekatan dan tidak banyak bicara. Benar-benar karyawan idaman. Tidak seperti Hee-ra, begitu sulit diatur dan keras kepala. Namun, tetap saja, pada akhirnya Dae-hyun malah jatuh cinta padanya.
Seo-jun menaruh nampan berisi sup dan?lemon tea?di depan Hee-ra. Ia menumpu badan dengan kedua lengan di atas meja. "Makanlah, aku tidak mau kau sakit."
Ia paham kesedihan yang mendalam dalam hati Hee-ra masih tersisa. Tapi bukan berarti gadis itu harus mengorbankan jam makan siangnya, bukan? Hee-ra bahkan belum menelan makanan sedikitpun sejak pagi.
"Aku ingin ke studio." Hee-ra mendongakkan wajahn, menatap Seo-jun penuh harapan.
Seharusnya Seo-jun tidak menuruti kemauan Hee-ra, tapi menolak sama saja dengan membiarkan Hee-ra terus mogok makan.
"Baiklah, tapi kau harus menghabiskan makananmu dan setelah itu kita pergi, setuju?"
Tanpa menunggu balasan Hee-ra, Seo-jun langsung menarik kursi dan duduk di samping gadis itu. Ia menyendok sup dan diarahkan ke mulut Hee-ra. "Sepertinya kekasihku ingin disuapi, eh?"
Pipinya memerah, Hee-ra mendengus pelan dan mengambil sendok dari tangan Seo-jun. "Aku bisa makan sendiri tahu." balasnya lalu memukul pelan lengan kanan Seo-jun yang kemudian disambung tawa keduanya.
Inilah Seo-jun, begitu perhatian dan selalu berusaha memperbaiki suasana hati Hee-ra. Sangat jauh berbeda dengan Dae-hyun yang selalu menekan dan mengancamnya.
Kedekatan mereka berawal saat Hee-ra masuk ke sanggar. Seo-jun adalah satu-satunya anggota yang berasal dari Korea Selatan, dan kebetulannya lagi, usia mereka tidak jauh berbeda, otomatis teman pertama Hee-ra adalah Seo-jun.
Mereka sering menghabiskan waktu bersama, bahkan tak jarang keduanya saling mengunjungi rumah satu sama lain, sehingga tak aneh kalau orang tua Hee-ra cukup dekat dengan Seo-jun. Begitupun sebaliknya, Hee-ra selalu disambut baik oleh paman maupun bibi Seo-jun.
Rupanya Hee-ra tak membutuhkan waktu lama untuk menghabiskan makanannya. Sesuai perkiraan Seo-jun, gadisnya pasti kelaparan. Melihat Hee-ra menyantap makanan dengan lahap sudah cukup membuat Seo-jun tersenyum senang. Rasanya menyakitkan ketika Seo-jun harus melihat Hee-ra diliputi kesedihan. Ia tidak ingin Hee-ra tersiksa.
Seo-jun mengusap rambut Hee-ra lembut. "Good girl." ujarnya manis.
Setelah Hee-ra menyelesaikan makanannya, Seo-jun segera membantu sang kekasih untuk berjalan menggunakan kruk. Mereka beranjak dari kafetaria kampus menuju ke sanggar.
Well, dilihat dari banyaknya kendaraan yang ada di parkiran, bisa disimpulkan bahwa mereka sudah berkumpul untuk latihan. Tiba-tiba relung hati Hee-ra kembali sakit, teringat bahwa kemarin sore masih bisa menari dengan bebas, sedangkan hari ini? Berjalanpun susah baginya.
Seo-jun menyadari perubahan air muka Hee-ra, ia merangkul pinggang gadis itu dan mengecup pipi kirinya. "Mrs. Sanders pasti sedih melihat ekspresimu." Ia menunjuk ke studio dengan dagu.
"Maaf..."
Seo-jun menggeleng, mereka keluar dari mobil dan perlahan memasuki studio. Dari kejauhan, terlihat seorang gadis duduk di tengah sekumpulan orang yang membentuk lingkaran. Kelihatannya mereka sedang mengadakan rapat penting.
Sampai akhirnya, salah satu dari mereka menyadari kehadian Hee-ra dan Seo-jun. Wanita berambut pirang itu menghampiri Seo-jun dan Hee-ra.
"Kau telat?Mr. Kim." celetuknya.
"Oh?" Seo-jun tertawa hambar sambil menggaruk kepala. "Ah... maafkan aku?Mrs. Sanders, anda tahu kan dosenku agak rewel?"
Orang yang dipanggil?Mrs. Sanders itu mendecak beberapa kali. "Cepat ganti baju, Emma sudah menunggumu." perintahnya yang langsung diiyakan oleh Seo-jun.
Sementara Seo-jun mengganti pakaiannya,?Mrs. Sanders mengajak Hee-ra untuk duduk di pinggir ruangan. Sejujurnya, ia sangat sedih karena salah satu penari terbaiknya tak bisa tampil Sabtu depan.
"Bagaimana keadaanmu, Shin Hee-ra?"
Hee-ra memandang kaki kanannya sebentar dan kembali fokus pada?Mrs. Sanders. "Sudah lebih baik dari sebelumnya." katanya dengan senyum yang tak pernah pudar. "terima kasih sudah mengkhawatirkanku, Mrs. Sanders." lanjutnya.
Rambut pirangnya meluncur begitu saja melewati wajah ketika?Mrs. Sanders menunduk. "Seharusnya kemarin aku tidak memaksamu latihan lebih lama, kalau saj—"
"Tidak?Mrs. Sanders, ini tidak ada hubungannya denganmu." Hee-ra paham akan rasa bersalah yang tersirat dari raut?Mrs. Sanders, ia mengusap punggung tangan wanita berusia akhir tiga puluhan itu. "Mungkin memang belum saatnya aku tampil di sana, toh ada Emma yang bisa menggantikan. Aku juga tak ingin memaksakan diri."
Cih, tak ingin memaksakan diri? Hee-ra jelas-jelas berbohong. Ia bahkan menangis di tengah malam kemarin.
Pembicaraan mereka terpotong ketika ponsel Hee-ra berbunyi. Ia segera merogoh saku. Oh? Sebuah pesan dari Dae-hyun?
'From: Ahn Dae-hyun
Aku datang ke kampus, tapi kau tidak ada. Jadi aku pergi ke sanggar. Sekarang, aku di depan studio. Jangan lari karena aku akan segera masuk dan mengajakmu pergi.'
"Oh,?shit!" Umpatan tersebut keluar begitu saja dari mulut Hee-ra, lupa kalau?Mrs. Sanders masih duduk bersampingan dengannya.
"Pardon me?"
Hee-ra buru-buru meluruskan segalanya.?Mrs. Sanders pasti berpikiran yang tidak-tidak. "Maaf?Mrs. tapi kurasa... aku harus pergi."
"Eh? Kau tidak ingin melihat kekasihmu?" Ia melirik Seo-jun yang sudah berdiri di tengah lingkaran.
Hee-ra menggeleng cepat. "Aku memiliki urusan lain." Suaranya tergagap, "Aku ha—"
"Mrs. Sanders?"
Suara bariton seorang pria memotong ucapan Hee-ra. Pria itu melangkah dengan percaya diri, membuat para wanita yang tadinya mulai berlatih jadi terhenti.
Itulah Ahn Dae-hyun, kedatangannya selalu membuat para wanita tak bisa berpaling. Ketampanan serta kharismanya seolah menyihir semua orang, ditambah lagi, sikapnya yang ramah—tentu saja kecuali pada Hee-ra— semakin menambah pesonanya.
Jujur, ia muak dengan topeng sok baik dan berwibawa yang selalu digunakan oleh Dae-hyun. Ingin sekali rasanya Hee-ra membongkar kedok pria jahat yang selalu menekan hidupnya tersebut, tapi kembali pada kenyataan, Hee-ra tidak mungkin menghancurkan hidup kakaknya sendiri.
"Maaf aku telah mengganggu kalian." Dae-hyun meraih tangan kanan?Mrs. Sanders dan mengecupnya lembut. Tentu saja sebagai perempuan yang diperlakukan semanis ini oleh lelaki tampan dan kaya raya mampu membuat?Mrs. Sanders merona. "Tapi aku berniat mengajak adikku pergi. Apakah anda mengizinkannya, Mrs. Sanders?"
Sayangnya,?Mrs. Sanders yang terlalu terlena oleh rayuan maut Dae-hyun langsung mengiyakan. "Tentu saja, darling." Ia melirik Hee-ra sejenak. "Pantas saja Hee-ra berkata harus pergi, ternyata ini alasannya."
"Benarkah?" Dae-hyun menampilkan senyum kemenangan. Ia tahu dengan pasti jika yang dimaksud Hee-ra untuk pergi adalah menghindarinya, tapi rupanya Dae-hyun datang lebih cepat dan berhasil menggagalkan rencana Hee-ra.
"Aku senang kau sudah meminta izin pada pelatihmu, bahkan sebelum aku datang.?Good girl." ejeknya.
Hee-ra melihat kilatan itu, ia peka akan ejekan kemenangan Dae-hyun yang memuakkan. Dan sekarang tak ada lagi yang bisa Hee-ra lakukan selain mengikuti apa yang diinginkan sang kakak.
Tanpa meminta persetujuan, Dae-hyun langsung melingkarkan lengannya di pinggang Hee-ra, kemudian menariknya untuk berdiri hingga membuat Hee-ra terkejut dan hampir membeku.
"Terima kasih?Mrs. Sanders, kuharap Hee-ra tidak menyusahkanmu karena terkadang ia sangat keras kepala." ujarnya.
Mrs. Sanders tertawa, ia mencuri kesempatan untuk bisa menyentuh pundak Dae-hyun dengan memukulnya pelan.?Well, Hee-ra bahkan bisa membaca dari raut wanita berambut pirang itu mengenai ketertarikannya pada Dae-hyun. Yah,?Mrs. Sanders memang menyukai daun-daun muda.
"Dia adalah salah satu penari terbaikku, kau harus bangga padanya." puji?Mrs. Sanders
Dae-hyun mengangguk, kedua bola matanya menatap intens sosok Hee-ra yang memilih menundukkan kepala. "Tentu, aku sangat bangga pada adik kesayangangku." balasnya disertai senyuman palsu.
Obrolan mereka berakhir saat Dae-hyun mengucap pamit. Ia menekan pinggang Hee-ra dengan kuat, seolah berkata bahwa Hee-ra sudah jatuh ke tangannya dan tak akan pernah bisa pergi.
Mata mereka sempat bertemu dengan tatapan tak suka Seo-jun, namun ia juga tak bisa berbuat apa-apa.i?Mrs. Sanders akan menganggap Seo-jun sebagai kekasih posesif apabila tidak membiarkan Hee-ra pergi bersama kakaknya.
Keadaan ini terasa sangat menarik bagi Dae-hyun. Ia bisa mempermainkan banyak orang dalam lingkungannya. Ia suka melihat raut pasrah Hee-ra dan ia sangat-sangat suka pada tatapan marah Seo-jun yang tak terima atas kedatangannya. Detik berikutnya, Dae-hyun mendekatkan bibir ke telinga Hee-ra. "Gagal, sister? Sudah sering kukatakan, bukan? Kau adalah milikku dan kau tak akan pernah bisa lari dariku."
Seorang gadis baru saja keluar dari terminal kedatangan Internasional Bandara Heathrow. Tangan kanannya sibuk mendorong troli berisikan koper, sementara tangan kirinya melepas kaca mata yang sempat menutupi mata hazelnya. Surai kecoklatan bergerak lembut diterpa angin, gerak anggun dan terorganisir membuat orang-orang melirik ketika lewat di sampingnya.
Setelah membiarkan sopir taksi memasukkan koper ke bagasi, ia segera masuk dan mengambil ponsel. Bruce Waylon pasti tak akan menyangka kalau ia datang secepat ini, batinnya dalam hati.
"Antar aku ke Kensington." perintahnya dengan nada anggun penuh kelas layaknya bangsawan.?
Siapa yang tidak suka mendengar suara serta kehadiran wanita ini? Sopir yang mengantarnyapun merasa senang dan menganggap ini adalah hari keberuntungannya karena mendapatkan pelanggan seperti itu.
Waktu berlalu hingga taksi yang ditumpanginya berhenti di depan sebuah rumah berpagar putih, gerbangnya terlalu tinggi hingga tak memungkinkan bagi orang dari luar melihat seperti apa rumahnya. Ia menarik salah satu sisi bibirnya, untuk pertama kalinya dalam lima tahun, ia akan kembali bertemu dengan Bruce Waylon, orang yang telah membuatnya sehebat dan sekejam ini.
Seolah telah mengetahui kedatangannya, gerbang rumah besar itu terbuka otomatis. Ya, ia yakin Bruce telah melihat wajahnya dari?CCTV, dan benar kan? Pria bermata biru itu sudah menunggunya di depan pintu.
Melihat sang gadis berjalan ke arahnya, Bruce Waylon menderu senang. "Jasmine Rochester, my girl!" panggilnya.
Wanita yang dipanggil Jasmine itu mengangguk. "Lama tidak bertemu, Bruce."
"Biar kutebak." Bruce meletakkan jari kanannya di bawah dagu. "Tidak, ternyata aku gagal menebak. Jadi, apa yang membuatmu datang kemari dan menemui pria tua ini?"
Jasmine tertawa renyah, Bruce tidak kelihatan tua. Mata biru dan rambut hitam pekatnya masih sama seperti dulu, ia tetap tampan meski usianya telah menginjak akhir empat puluhan.
"Di mana dia?"
Oh astaga, Jasmine rupanya tak suka berbasa-basi dan memilih untuk langsung mengatakan maksudnya.
Bruce tentu paham pada apa yang dimaksud Jasmine barusan. Jadi, dia jauh-jauh datang dari Australia hanya untuk mencari lelaki itu? Well, Bruce baru ingat bila Jasmine pernah mengatakan bahwa ia menyukai lelaki Korea yang dulu dibeli mahal oleh Bruce.
"Masuklah, kita bicara di dalam." gumam Bruce yang kemudian berjalan mendahului Jasmine.
Setelah menunjukkan kamar untuk ditinggali Jasmine selama beberapa hari, Bruce duduk di sofa ruang tengah, diikuti oleh gadis bersurai coklat itu. Mereka duduk bersampingan di sofa, sementara salah seorang pelayan Bruce telah menyajikan dua cangkir teh hangat tanpa gula.
"Dia ada di sini, sibuk bersandiwara di tengah keluarga barunya."
Perkataan Bruce membuat Jasmine senang, instingnya tidak pernah salah soal Dae-hyun. Ia yakin pria itu ada di London, dan lihatlah? Benar kan?
"Aku tak menyangka kalau perasaanmu padanya akan bertahan selama ini." Bruce berhenti sejenak, menyesap teh hangat di cangkir dan kembali meneruskan ucapannya, "Tapi kurasa kau sedikit terlambat."
Terlambat?
Apa maksudnya?
Tidak mungkin Dae-hyun sudah menikah! Usianya masih dua puluh empat tahun, terlalu muda untuk menikah.
Air muka Bruce berubah serius. "Dia terobsesi pada seseorang yang pernah melihatnya membunuh. Awalnya, Dae-hyun berniat menghabisi gadis itu, tapi niatnya hancur kala ia sadar pada perasaannya." Bruce tertawa hambar. "Lucu, bukan? Sang singa telah jatuh cinta pada rusa buruannya."
Jasmine tak menyukai ini. Bagaimana mungkin Dae-hyun bisa jatuh cinta pada orang lain. "Dan kau membiarkannya begitu saja?"
"Well..." Bruce mengangkat kedua pundaknya bersamaan. "Dia tidak pernah membiarkan aku mendekati gadis yang diincarnya. Bisa dibilang kalau gadis itu berada di bawah perlindungannya."
Seorang Ahn Dae-hyun melindungi gadis sampai seperti itu?
Jadi, ia benar-benar menyukainya?
Mata hazelnya berkilat tak terima. Jasmine sudah datang sejauh ini dan malah mendapat berita tak menyenangkan. Benar-benar mengesalkan.
"Aku akan menunjukkan padanya siapa yang harus dijaga dan siapa yang harus dilenyapkan." gumam Jasmine, lebih pada dirinya sendiri.