Sorry

Warning. Sedikit mengandung 21++

Aku mengetuk sebuah pintu yang berada di depanku, menunggu pemilik ruangan itu mengizinkanku untuk masuk, suara lelaki dari dalam ruangan itu akhirnya terdengar dan memerintahkan untuk masuk, aku menarik nafas dalam-dalam sebelum memasuki ruangan itu.

Setelah aku masuk, kulihat seorang pria paruh baya yang sedang berdiri mengahadap jendela. Pria yang selama ini aku kagumkan, pria yang selalu aku jadikan panutan. Dia adalah Adam Firdaus Calvin, pemilik perusahaan Calvin Group yang bergerak dibidang tembakau dan sekaligus Papaku.

"Duduk lah. Gimana kabarmu?" tanyanya

"Baik Pa"

"Gimana kuliah mu? apakah berjalan dengan lancar?" tanyanya lagi sambil berjalan kearah ku.

"Sejauh ini lancar Pa"

"Kamu harusnya serius untuk kuliah, jangan melakukan hal aneh-aneh lagi, karena cuman kamu satu-satunya anak Papa. Papa mau kamu bisa meneruskan perusahaan ini nantinya"

"Iya pa"

"Jadi apa yang ingin kamu bicarakan?"

"Aku Sabtu ini mau ke Singapure. Daniel ulang tahun" ungkapku yang merasa deg-degan, karena mengingat kejadian dua tahun lalu.

"Sama siapa kamu pergi? kalo kamu sendirian, Papa ga akan izinkan. Setidaknya kamu harus membawa teman mu, biar mereka bisa memantaumu."

"Masih belum tau Pa" jawabku lemas.

Seseorang mengetuk pintu ruangan tempat dimana aku sedang berbincang dengan Papa ku. Pemilik ruangan itupun mengizinkan orang itu untuk masuk.

"Permisi Pak, maaf menggangu Pak Adam, ini berkas yang Bapak minta tadi pagi, mengenai lahan tembakau yang akan di jual pada perusahaan kita" ucap seorang Pria sambil memberikan berkas-berkas ditangannya. Pria ini sepertinya umurnya sama seperti Papa ku.

"Terimakasih banyak Pak Agus, berarti besok kita bisa berangkat kesana untuk tinjauan lapangan" balas Papa ku sambil menjabat tangan pria itu.

"Bisa Pak, saya akan mempersiapkan yang lainnya" jawab pria itu.

"Oh iya Pak Agus, ini Adit. Anak saya yang kemarin saya bicarakan itu."

"Wah ternyata sama gantengnya seperti Papanya" jawab pria itu sambil menatapku dari atas sampai bawah.

"Halo Om, saya Adit" ucapku menyapa pria itu, dan dia hanya memberikan senyuman.

"Mungkin kita bisa makan malam bersama lagi Pak Agus, saat kita selesai urusan ini, saya akan ajak anak saya"

"Tentu saja bisa Pak. Baiklah kalo begitu, saya pamit Pak"

Pria itu pun pergi sambil memberikan senyumannya terhadap ku, aku pun membalasnya dengan sama.

"Yah intinya kamu tidak pergi sendirian, kalau bisa ajak wanita, biar kamu punya tanggung jawab memulangkannya" sambung Papaku.

"Iya Pa iyaa. Semuanya ngomongin wanita mulu. Yaudah kalo gitu aku pulang, aku cuman minta izin untuk pergi."

"Iyaa hati-hati, luangkan waktumu untuk makan malam bersama setelah kembali dari sana." tambah Papaku sebelum aku keluar dari kantornya.

Aku meletakkan kepalaku di setir mobil, berpikir keras tentang 2 hari kedepan, ini sudah hari kamis dan aku sama sekali belum menanyakan Carina bisa pergi atau tidak, Sabtu malam aku harus sudah berada di Singapure, karena Daniel pasti memaksaku untuk party tengah malam. Apa yang harus aku lakukan? Kalau Carina menolaknya gimana? Argh lagi-lagi ini membuatku frustrasi.

"Aku udah berada didepan apartemen mu, kamu dimana Dit? " pesan masuk dari Carina yang membuatku kaget, apa yang dia lakukan disana?

"On my way, jangan kemana-mana. Tunggu aku" balasku, dan langsung meluncur ke apartemen dengan kecepan penuh.

Aku berlari memasuki lobby dan menekan paksa tombol lift, setelah sampai dilantai tiga, aku mulai mencari sosok gadis itu, aku khawatir karena bisa saja dia diculik orang lain dan dipaksa masuk ke dalam kamar lain.

Aku akhirnya bisa melihat sosoknya berjongkok di depan pintu kamarku, dengan kepalanya sambil menunduk. Syukurlah dia baik-baik saja. Aku mendekatinya perlahan, kulihat dia masih tidak menyadariku.

"Carinaa" ucapku pelan, sepertinya dia tertidur.

Aku menyentuh lengannya pelan.

"Eh Adit, dateng juga akhirnya" jawabnya kaget dan langsung berdiri sempoyongan.

"Yaudah masuk dulu kalo gitu" ucapku sambil memegang pundaknya agar tidak jatuh akibat jongkok terlalu lama. Dan dia pasti lelah karena dia menungguku cukup lama, aku tau kakinya pasti pegal.

"Kamu udah makan belum?" tanyaku.

"Belum sih. Tadi, sebelum aku kesini, aku beliin makanan supaya kita bisa makan bareng" ucap Carina sambil terseyum. Bagaimana dia bisa tersenyum bahagia seperti itu?, sementara orang lain mengkhawatirkannya.

Kenapa dia sampai repot-repot datang ke tempatku hanya untuk makan? aku masih tidak bisa mengerti akan pemikiran gadis ini.

Aku pun langsung mengambil piring dan minuman, dan meletekannya di meja. Ini ketiga kalinya aku makan berduan dengan wanita. Hanya dia. Entah kenapa ketika dekat dengannya, aku menjadi begitu perhatian kepadanya.

"kamu udah berapa lama nunggu disitu?"

"Baru dua puluh menit" jawab Carina sambil mengigit paha ayam.

Apa? dua puluh menit? kenapa dia sampe melakukan itu?

"lain kali kalo kamu mau dateng, hubungi aku dulu" jawabku sambil mengelus kepalanya, ya otakku udah benar-benar tidak singkron saat ini.

"O-ke" jawabnya dengan paha ayam yang masih menempel dimulutnya, mungkin dia kaget karena melihat aku mengelus kepalanya.

Yah seperti bisa setelah makan aku akan pergi keluar apartemen, karena tidak mungkin aku merokok didepan Carina.Setelah selesai merokok aku kembali ke kamar, kulihat Carina masih sibuk menonton acara tv itu, bedanya kali ini dia tidak tidur.

Aku duduk di sampingnya, aroma parfum khasnya tercium olehku, wanginya yang nyaman membuatku tenang.Aku berfikir kembali tentang tiket itu, apakah Carina mau pergi bersama ku? bagaimana kalo dia tidak diizinkan untuk pergi?

Hingga akhirnya aku memberanikan diri untuk menanyakannya.

"Carina. Kamu mau ga kalo aku ajak pergi ke Singapure hari Sabtu ini? Pulangnya hari minggu." ucapku meyakinkan.

"Wahh, mau dong, yah tapi kenapa ga pulang sekalian?" tanya Carina menggoda, yang aku tau itu hanya candaan.

"Engga, satu hari cukup" jawab ku singkat. "Hari ini aku pesan tiket buat kamu, dan kamu persiapkan pakaian untuk pergi, dan kirimkan aku nomor telfon mama kamu" tambah ku.

"Okey" jawabnya dengan senyum semringah

Aku menunggu Carina yang dari tadi pergi untuk membeli cemilan, kenapa dia suka sekali makan?. Sedangkan aku, dari tadi aku hanya diam memperhatikan nomor telfon yang Carina berikan. Aku masih bingung bagaimana cara menjelaskan semua ini kepada orang tuanya. Akupun memberanikan diri untuk menelfon nomor itu.

"Halo, selamat siang? Ini siapa ya?, tanya seorang Wanita itu di balik telfon.

"Ha-lo Tante Emi, selamat siang, ini saya Adit. Temannya Carina.

"Ohh kamu Dit, kenapa? Ada yang bisa tante bantu?

"Maaf sebelumnya Tante, saya mengajak Carina pergi ke Singapure beberapa hari, maaf kalo baru sekarang saya meminta izin" jawabku dengan rasa takut.

"Ahh cuman itu ternyata, gapapa kok, Tante tau kamu orangnya baik, kapan kalian balik ke indonesia?" tanyanya lagi.

"Mungkin minggu sore Tante"

"Loh, Tante kira sampe sebulan, atau mungkin gapulang sekalian" goda Tante Emi. "Yaudah kalo gitu, kalian hati-hati ya"

"Iya Tante, terimakasih" Aku sekarang mengerti dari mana sifat Carina yang suka menggoda itu. Ternyata kepribadian mereka berdua sama.

"Gimana? diizinin sama Mama?" tanya Carina yang sudah ada didepanku membawa banyak sekali cemilan, kenapa dia ga buka toko aja dipesawat?.

"Diizinin kok" jawab ku terseyum.

"Oh iya, kamu belum bilang, kita ngapain ke Singapure?, disini aja bisa kok ngelamar aku, ngapain jauh-jauh?" tanya Carina sambil membuka bungkusan coklat dan memberikannya ke aku.

"Acara ulang tahun temen" jawaku sambil memakan coklat yang dia berikan.

"Oh kirain"

Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya kami bisa menaiki pesawat itu, aku memutuskan untuk istirahat di perjalanan nanti, karena nanti malam aku akan menguras tenaga ketika bertemu dengan Daniel.

CARINA

"Baru juga duduk, udah tidur aja, dimana-mana tidur mulu" gumamku dalam hati.

Baru kali ini aku bisa memperhatikan jelas wajah tampannya dari dekat, rahangnya yang keras, hidungnya yang mancung, serta bibirnya yang merah membuat dia benar-benar tampan. Ingin sekali aku terjang orang ini, mengingat ini tempat yang tidak pas untuk melakukan itu, dia begitu menggoda.

Aku yang dulunya gugup saat dekat dengannya, malah sekarang tidak ingin berpisah dengannya. Aku suka kepribadiannya yang teguh, serta sikap cueknya dia kepadaku, tapi beberapa hari ini dia sepertinya mulai mengeluarkan sifat aslinya, kadang-kadang dia juga mengelus kepalaku, terus memberikan senyuman indahnya, yang membuat aku tidak tahan, apalagi dengan sentuhan lembutnya. Oh my God, I can't stand it.

Setelah kami sampai dihotel, Adit memesan satu kamar untuk kami berdua, otakku pun traveling entah kemana-mana, membayangkan satu hotel dengan Adit adalah rezeki seumur hidup sekali.

Aku menggunakan Dress berwana hitam selutut, tak lupa high heels menghiasi kakiku, serta Dress ku yang atasnya sedikit terbuka memperlihatkan belahan dadaku yang lumayanlah untuk anak kuliahan.

Kulihat Adit menggunakan kemeja hitam lengan panjang yang digulungnya asal, celana Khaki berwana hitam, serta sepatu hitam pantofel menghiasi kakinya, dan tak mau kalah dariku dia juga melepaskan satu kancing kemejanya, sehingga sedikit memperlihatkan dada bidangnya. Aku lagi-lagi hanya bisa menahan iman untuk saat ini, gatau kalo nanti.

Aku berjalan bersamaan dengan Adit, memasuki Aula hotel yang begitu besar, orang kaya macam apa yang mau buat acara ulang tahun di tempat seperti ini?, kalo dulu sih aku cuman dirayain direstoran doang, itu pun mati lampu karena hujan geledek.

Aku merangkul lengan kekar Adit seperti layaknya pasang kondangan. Adit membawaku kesisi kanan Aula dan memperkenalkan aku kepada temannya yang membuat acara ini.

"Akhirnya lo dateng juga, temen gue tercinta. Aditya Calvin. gimana kabar lo? ucap pria itu seraya memeluk Adit.

"Good" jawab Adit singkat.

"Buset dah, cuek amat ini orang, padahal sama temen sendiri' gumanku dalam hati.

"Ini kenalin, PASANGAN GUE " ucap Adit sambil menekankan kalimat terakhirnya, sepertinya dia ada dendam dengan pria ini. Aku saat ini bingung, dia ini posesif atau marah sih sebenarnya?

"Iyaiya. Chill dude. Halo gue Daniel, temennya Adit, dan gue yang ngadain acara ini, terimakasih udah nemenin temen gue yang cueknya kaya es batu kristal ini" ungkap Daniel tertawa sambil berjabat tangan dengan ku.

"Hai, gue Carina, happy birthday ya" jawabku sambil tersenyum.

Berbeda dengan Adit, Daniel ini sepertinya penakluk wanita, karena aku lihat ada beberapa wanita disekelilingnya.

"Yaudah kalo gitu kalian nikmati acaranya ya, gue mau menjamu tamu yang lain, dan lo dit jangan kemana-mana, ntar kita lanjut lagi" Daniel pun pergi meninggalkan kami berdua.

"Kamu tuh ya, kalo di tempat rame cueknya minta ampun"

"Biasa aja" jawabnya singkat.

"Ya tuhan, ini emaknya ngidam apa coba dulu, untung gue suka, kalo engga, udah gue jadiin sate ini orang"

Aku dan Adit menikmati malam hari itu, atau lebih tepatnya hanya aku yang menikmati. Aku dan Daniel sepertinya sudah menjadi akrab, sering kali kami menertawakan hal-hal aneh, dan Adit? dia hanya sibuk dengan ponselnya, tidak seperti kebanyakan party lainnya, kami tidak mabuk-mabukkan, karena kebanyakan para tamu yang datang adalah temannya Orang tua Daniel yang kelihatannya seperti orang penting. Jadi Daniel tetap menghargai para tamunya.

"Ahh cape juga ya ternyata" ucapku sambil merebahkan tubuh dikasur. Sejak berangkat dari indonesia, aku dan Adit ga sempat untuk istirahat. Kita bahkan sampai di Singapure langsung bersiap-siap, jadi wajar saja jika aku sangat lelah.

Tapi ada hal yang buat aku tidak terlalu lelah saat ini, yaitu adalah satu tempat tidur dengan Adit, karena yang aku lihat cuman satu kasur doang yang ada disini, dan itu membuat jangtungku berdetak lebih cepat, semoga saja dia tidak tidur di sofa lagi. Ngayal terus.

"Makanya jangan ketawa terus, ntar lama-lama kamu gila" balas Adit.

Aku tidak menjawab perkataannya karena saat ini aku sedang fokus melihat dia yang perlahan membuka kancing kemejanya, aku bisa sekali lagi melihat dia telanjang dada seperti ini.

Lamunanku yang indah terhenti karena mendengar nada dering ponsel Adit yang berada di kasur. Shit!.

Adit berjalan pelan kearahku dengan telanjang dada, detak jantungku semakin cepat dan membuat aku susah untuk bernafas saat ini. Setelah dia benar-benar di atasku, dia membungkuk ke arahku, menatapku dalam.

"Udah ga sabar ya?" ucapku spontan karena jarak wajahku dan wajahnya sangat dekat.

Dia tidak menjawab pertanyaan ku, kemudian dia hanya mengambil ponselnya kemudian duduk disofa, meninggalkan aku yang sudah berharap lebih.

"Cih dasar gila" desisku pelan, dan membalikkan tubuhku membelakangi Adit. Mungkin dia bisa mendengarkan perkataan ku, tapi aku ga peduli lagi saat ini.

"Kamu kenapa? laper?" ucapnya yang sudah duduk di sampingku.

"ini orang udah kaya jin tiba-tiba ada, tiba-tiba ga ada"

"Nothing" jawabku singkat dan bangkit dari tempat tidurku.

Tiba-tiba saja, tubuhku ditarik kedalam pangkuannya dan mata kami bertemu satu sama lain.

"Ka-mau mau nga-pain?" tanyaku gelagapan.

"I want you" jawabnya sambil senyum menyeringai.

Tiba-tiba saja aku merasakan ada yang menempel dibibirku, kulihat Adit sudah mulai mengecup bibirku, dan perlahan menghisap bibir atas dan bawahku bergantian.

Aku yang kaget belum bisa berfikir jernih hanya diam tanpa berkata apa-apa. Tangan kanannya mulai mengelus punggungku mencari dimana letak ritsleting Dressku, sedangkan tangan kirinya sudah mengelus paha indahku.

Sentuhan tangannya membuat aku merasakan kenikmatan yang tidak bisa dijelaskan, aku mendesah pelan, sambil mengelus dada bidangnya, kalau saja dia tidak menahan pundakku, mungkin aku sudah terjatuh dilantai.

Perlahan dia mulai mengecup leherku yang membuat aku mendesah keras, tanganku bergerak secara otomatis mengelus rahang kerasnya dan kulihat Adit tersenyum miring melihatku.

"Can i open this?"

"Sure" ucapku yang tak lagi mencerna ucapannya.

Dia menurunkan ritsletingku dan terbukalah Dressku, memperlihatkan dadaku yang tanpa bra.

Adit pun sempat menatapku lama, kemudian dia memejamkan matanya dan langsung memeluk erat tubuhku yang masih berada di pangkuannya.

"I'm sorry" ucapnya, dia langsung membenarkan pakaianku dan pergi meninggalkanku.

Aku hanya bisa terdiam melihatnya. Aku tahu maksudnya dia berkata seperti itu. ­Oh tuhan, dia begitu sempurna untukku.