Malam itu aku kembali terkesima, dengan sebuah gagang yang sedang ku pegang terlihat baik-baik saja. Malam itu aku bergurau dengan dinding yang belum usai ku poles. Bersama beberapa binatang terbang yang kesana-kemari tak karuan. Nampaknya teras tak terlalu lapang, namun tak kasat mata, rupanya selongsong besi kecil berguling-guling diatasnya, membuat goresan pendek yang halus permukaannya.
Angin yang tadinya kencang, jadi hilang begitu saja. Alih-alih hilang, ternyata diam, lalu-lalang dalam karang. Karang sebagai persembunyian debu dari dahi yang dikencangkan.
*Bersambung.....