"Jurus Cintaku"

Aku melongo dalam kamar tidur yang gelap gulita. Sunyi, tenang, hanya terdengar baling-baling kipas yang sedang asyik maraton. Sesat mata terpejam, ku dengar pendapat umum dalam kepala yang kian hari kian sakit seiring matahari. Dengan alunan nafas yang teratur, supaya gelombang otak tak masuk terlalu dalam pada alam bawah sadar.

Ku hampiri percakapan itu diam-diam. Tiba-tiba cahaya menimpa wajahku hingga terjatuh. Waktu pelan ku palingkan wajah, aku sudah berada di lain tempat. Tempat yang penuh kasih pada masa itu, dedaunan yang rimbun sebagai alunan romantisme saat bercengkerama.

Ku langkahkan kaki ke arah lain, wujudlah kenangan yang tak pernah bisa beranjak pergi dari hati. Sungguh banyak sekali momentum keindahan hariku saat itu, tentu, bersamanya.

Hampir setengah jam lebih, akhirnya sukmaku kembali pada wadahnya. Aku membuka mata perlahan, selalu berharap semua itu takkan pernah berakhir sampai kapanpun.

Begitulah caraku setiap malam mencintainya, begitulah caraku menenangkan fikiran serta hatiku, agar esok, aku selalu mencintaimu dengan warna yang ku harap takkan pudar esok hari.

Begitu caraku mengatasi kerinduan, serta firasat buruk akan hubungan ini. Alihan suara yang tak sampai hati ku ucap saat bersamanya ketika problema terus berganti.

Dengan cara itu, aku akan selalu yakin, aku akan tetap mencintainya dan ia takkan pernah berubah, walau firasat itu ku rasakan malam tadi.

Jadi, begitulah jurus andalanku.

Sampai bertemu esok hari, cintaku.