Sore ini, Grace hendak masuk ke dalam kamar. Karena tentu saja, setelah dia menghabiskan harinya di kebun samping rumah keluarga Kyle. Dia benar-benar merasa seperti pengangguran sekarang. Bagaimana bisa, keluarga Kyle mempekerjakannya? Di saat dia sendiri saja merasa tidak dibutuhkan di sini. Yang dia lakukan selain memberikan menu-menu makanan pada kamar kosong itu adalah… tidak ada. Sehingga membuat Grace benar-benar dibuat jenuh karenanya. Dia rindu Korvin, dia juga rindu Leon. Dia rindu dua orang terdekat dalam hidupnya. Bahkan, sebuah ponsel pun dilarang untuk ia kenakan. Untuk kemudian, Grave menanggalkan semua pakaiannya, bra beserta celana dalamnya. Dia berdiri sejenak di depan sebuah cermin panjang, kemudian dia memeluk tubuhnya sendiri.
Umumnya, wanita berusaha seperti dirinya bisa merasakan yang namanya jatuh cinta, berkencan atau menghabiskan malam-malam yang panas bersama kekasihnya. Namun sekarang, apa yang dia lakukan? Terperangkap di rumah besar di pinggiran kota dengan segala sesuatu penuh dengan aturan, tekanan, juga tuntutan. Grace kembali mengembuskan napas beratnya, jika seperti ini dia akan menjadi seorang perawan tua. Tidak pernah merasakan jamahan pria, tak pernah merasakan jatuh cinta, atau bahkan dia tak akan menikah sama sekali. Bagaimana tidak, semua itu mungkin saja terjadi mengingat keadaan tempat ini sekarang. Mana mungkin ada seorang laki-laki datang ke rumah ini, melihatnya kemudian jatuh cinta kepadanya, dan membawanya pergi dari tempat ini? Ini bukanlah sebuah dongeng, dan dia bukanlah seorang Upik Abu. Ini adalah kehidupan nyata dan dia adalah salah satu manusia nyata uang hidup di sana. Grace kemudian melangkah, dia hendak masuk ke dalam kamar mandi, tapi langkahnya terhenti. Seutas ganun berwarna hitam tergeletak di sana, bersama dengan heels dengan warna silver. Gaun seksi yang agaknya mewah, dan hal itu membuat Grace sedikit heran. Siapa? Batin Grace terus mencerna, tentang siapa gerangan yang memberikan gaun ini kepadanya. Hingga sekuntum mawar merah yang ada di sana membuat Grace mengambilnya. Sebuah kertas yang berisikan satu kata, 'pakailah' ya, hanya kata itu.
Tanpa pikir panjang, Grace langsung masuk ke dalam kamar mandi. Dari pada dia jenuh, tidak ada salahnya dia mengambil gaun itu. Toh dia merasa jika gaun itu bukan milik siapa pun di sini. Dia menyalakan shower yang ada di atasnya, guyuran air hangat mulai membelai kulitnya dengan sangat sempurna. Dia memejamkan matanya, sambil membahasahi rambutnya dan memberikan shampoo pada rambutnya. Namun, entah dari mana, sebuah sentuhan itu datang. Jemari-jemari dari tangan besar mulai membelai perutnya. Merapa dadanya, juga miliknya. Grace diam, merasakan setiap sentuhan yang diberikan sosok yang bahkan dua tak tahu itu. Namun saat dia hendak membuka mata, sebuah tangan menutup matanya dengan sangat nyata. Kemudian dia dituntun untuk berputar menghadap sosok itu, hingga sampai bibir sosok itu mencumbu lehernya hingga dia mulai merasakan getaran-getaran aneh di sana.
"Siapa? Siapa kau?" tanya Grace, dia bisa merasakan dari kulitnya yang dihimpit tubuh laki-laki itu. Jika laki-laki itu masih mengenakan pakaian lengkap. Bahkan, dia bisa meraih dasi yang melingkar manis pada laki-laki itu. Untuk memudian, Grace membuka mulutnya, saat bibir laki-laki itu menekan bibirnya. Sebuah ciuman yang menuntut, yang membuat bibir dan menjelajahi mulutnya dengan sangat nyata.
"Aku, kau tak perlu tahu siapa aku, Nona. Tapi yang jelas, aku akan ada saat kau menutup mata. Jadi, maukah kau mengenakan gaun itu, lalu kita menghabiskan malam panas kita berdua. Dengan syarat, tutuplah matamu selama kau menginginkan aku," bisik sosok itu.
Tak berapa lama, ciumannya terlepas, tangan yang menutup mata Grace pun terlepas. Pintu kamar mandi langsung tertutup sempurna, membuat Grace kembali memeluk tubuhnya sendiri sambil bersimpuh di lantai. Dia memegangi bibirnya yang bengkak, kemudian dia kembali memejamkan matanya. Rasanya, ciuman sosok itu benar-benar sangat menggairahkan, membuat Grace menginginkan lebih. Saat dia memandang arah sisi kanan, dia melihat sebuah benda aneh, untuk kemudian dia menelan ludahnya. Mengabaikan benda itu lalu dia keluar dari dalam kamar.
Mulai mengeringkan rambutnya, dan berias. Lagi, senyum Grace tersunggung. Dia benar-benar mulai gila sekarang. Bisa jadi sosok itu adalah hantu, setan atau semacamnya. Namun bagaimana bisa dia malah percaya. Ah, persetan dengan semuanya, dia sedang jenuh dan membutuhkan sebuah kesenangan. Dan sosok yang bahkan dua tak tahu antara nyata atau tidak itu memberinya sebuah rasa baru, jadi apa salahnya jika dia mencobanya?
Grace mengambil gaun hitam itu, dia yang awalnya ingin mengenakan bra pun dia urungkan. Dia langsung mengenakannya, bahkan dia tak mengenakan celana dalam. Kata sosok itu, nanti dia akan bercinta dengan panas, jadi benda-benda penghalang seperti itu tidak akan pernah dia butuhkan.
Dan akhirnya, untuk puluhan tahun dia hidup, Grace merasakan bercinta. Meski dia sendiri tak yakin itu adalah sosok yang nyata.
Ya, anggap saja dia gila atau semacamnya, tapi setidaknya dia ingin merasakan seperti yang lain rasakan juga. Setelah ia mengenakan gaun dan heels itu, Grace melirik seutas kain panjang yang ada di sana. Untuk kemudian, dia menoleh, sebelum dia mengenakan kain itu untuk menutup matanya.
"Maaf, Nona, Tuan Muda Kyle telah menyiapkan makan malam Anda di ruangan sebelah. Silakan nikmatilah dulu," suara serak itu, bahkan tanpa wujud. Untuk kemudian, Grace tertegun. Tuan Muda Kyle? Apakah itu berarti yang mengundangnya adalah Nicholas Kyle? Atau dengan kata lain, yang menyuruhnya mengenakan ini adalah Nicholas Kyle? Jadi, yang mencumbunya adalah Nicholas Kyle? Kegilaan macam apa itu?
Grace agaknya bingung, tapi untuk kemudian dia mencoba mengatur napasnya. Jika dia bingung setidaknya dia akan bertanya nanti, saat dia bertemu dengan yang namanya Nicholas Kyle.
Sambil menghela napas panjang, Grace melangkah keluar dari kamarnya, dia melihat kelopak-kelopak bunga ditaburkan dengan sangat manis sampai menuju ke sebuah ruangan. Dengan hati-hati Grace melepas heelsnya, dia menjinjingnya kemudian dia berjalan menuju ruangan itu. Di sana, ada sebuah meja yang ukurannya cukup besar, beserta dua buah kursi. Cahayanya temaram, hanya ada beberapa lilin yang menerangi. Dan sisi lain selain meja itu tampak gelap-gulita. Grace kembali menebarkan pandangannya, masuk dengan hati-hati, hingga dia kembali menoleh, saat pintu itu tertutup sendiri.
Kini, semua imajinasi liarnya telah hilang entah di mana. Karena apa yang dia rasakan sekarang lebih menakutkan dari pada apa pun di dunia ini.
Ini sebuah makan malam romantis, ataukah sebuah makan malam penuh duka? Kenapa Grace tak bisa membedakannya sama sekali.
"Duduklah!" perintah itu berhasil membuat Grace nyaris melompat, hingga kemudian dia melihat samar-samar, sosok yang sedang bersender di dinding paling gelap di ruangan itu.