BAB 17: My First Romantic Dinner

Bastian mengemas buku-buku kuliah dan laptopnya ke dalam ranselnya. Kuliah pada Jum'at malam baru saja berakhir, seluruh isi kelas sangat lega dengan datangnya weekend. Bastian menatap Maretha yang duduk di sebelahnya, yang hari ini berpakaian lebih manis dari biasanya. Gaun pink, dibawah lutuh, jaket panjang berwarna hitam, dan sebuah bando dari besi yang membuat rambutnya rapid an bervolume. Seperti katanya beberapa minggu yang lalu, Friday class is a date class. Ia jelas mengharapkan Bastian akan mengajaknya pergi ke sebuah tempat malam ini.

Bastian telah mempersiapkannya. Ia meminjam mobil Ravi malam ini, dengan imbalan ia akan membuat sarapan khusus Sabtu dan Minggu pagi. Bastian tidak tahu ia harus menyiapkan apa. Mungkin secangkir kopi dan 2 lembar roti gandum oles mentega? Ataukah ia meminta bantuan Adelia untuk menyiapkan bubur ala perth seperti kemaren?

"Aku pengen ngajakin kamu ke sebuah tempat. Aku belon pernah kesana", ajak Bastian berbisik ke telinga Maretha. Gadis itu terkejut dan menatap Bastian tidak percaya. Tumbeenn. Biasanya, selalu Maretha yang berinisiatif duluan mengajaknya pergi makan atau pergi berbelanja di coles atau kemanapun. Kemanapun tapi masih disekitar area kampus.

"Aku pinjem mobil Ravi. Nanti kamu aku anter pulang", ajaknya lagi. Maretha tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Mereka langsung menuju parkiran mobil mahasiswa dan mencari mobil Ravi. Mobil itu terpakir agak jauh dari gedung perkulihan mereka malam ini. Sepanjang jalan, Bastian menggenggam tangan Maretha dengan erat sambil tersenyum, namun enggan mengatakan apapun. Maretha tersenyum. Justru keadaan ini membuat hati mereka gak keruan. Antara malu, deg-degan, lega, semua bergejolak akibat andrenalin yang berpacu. Entah kenapa, Bastian menikmati roller coaster perasaan ini.

Mereka telah sampai di sebuah restoran kecil di sudut jalan. Tampak antrian sudah mengular di depan restoran itu. Restoran itu begitu kecil, sehingga hanya 5 meja kecil yang muat di dalam, dan 4 meja yang muat di luar. Beruntung tadi Bastian telah membeli 2 potong roti untuk mengganjal perut mereka sambil menunggu antrian. Tapi saat ini, Maretha tidak keberatan bila mereka harus antri satu sampai 2 jam lagi. Bastian terus menerus menggenggam tangannya dan berbicara sambil berbisik di telinganya.

Ada harapan yang membumbung tinggi di kepala Maretha tentang hubungannya dengan Bastian. Ia sungguh-sungguh berharap cowok cakep dan cool ini bisa menjadi pacarnya, atau mungkin suaminya! Memang mereka bedua baru saja 22 tahun. Tapi apa salahnya menyusun masa depan lebih cepat? Ia sudah pernah memiliki pacar sebelumnya, tapi belum pernah ada yang selengkap Bastian. Kaya, pintar, sopan, baik dan berwawasan luas. Bersamanya, Maretha merasa memiliki kekuatan dan mampu menginginkan apa saja. Ia adalah tiket emasnya.

Selama ini ia harus puas dengan menjadi anak dari kalangan menengah kebawah yang cerdas. Ia yakin dengan kecerdasannya, ia mampu mengubah nasibnya. Ia hanya perlu bekerja keras dan mencari kesempatan. Ya, Bastian adalah salah satu kesempatannya. Salah satu alasan kuat ia berjuang untuk mendapatkan beasiswa ini adalah, ia ingin bertemu dengan cowok yang pantas, pekerjaan yang pantas, sehingga mereka bisa tinggal happily ever after di negara ini. Australia adalah negara yang sangat bagus untuk tinggal dan membesarkan anak, konon kata mereka.

Ia memeluk lengan Bastian secara lebih agresif, untuk pertama kalinya. Bastian terkejut dan tidak tau bagaimana harus bersikap atau membalas. Ia cukup grogi, karena ini pertama kalinya ia sedekat ini dengan seorang perempuan. Pikiran Maretha kembali menerawang. Sedikit lagi, sedikittt lagi, cowok ini akan menjadi miliknya. Ia sudah dapat melihat tanda-tandanya. Ia pernah beberapa kali di posisi ini, dan hanya butuh sedikit dorongan agar mereka bisa jadian. Sayang sekali cowok-cowok terdahulu ternyata tidak benar-benar berbobot, begitulah hasil analisa Maretha setelah beberapa bulan mereka berpacaran. Tapi yang ini, Maretha yakin, ia tangkapan yang besar.

"Masuk yuk", ajak Bastian. Mereka duduk disudut. Bastian memesan seloyang pizza, tiramisu, 2 gelas wine dan semangkok salad. Ia tidak menanyakan apa yang ingin Maretha makan.

"Kali ini aku yang pesen, tapi aku yakin kamu suka. Aku inget kamu suka salad daging ayam dan tiramisu kan?", tanya Bastian. Maretha tersenyum bahagia. Ohh baiklah, setelah pintar, sopan, kaya dan baik, ternyata cowok ini juga sangat perhatian. Maretha tidak tahan untuk berbangga hati. Ia menggenggam tangan Bastian penuh arti. Ya...sebentar lagi.

Baru kali ini Bastian merasakan yang namanya makan malam romantis bersama seorang cewek. Ia merasa bodoh, ternyata dating itu tidak seribet dan membosankan yang ia kira. Mungkin karena ia selama ini belum bertemu dengan cewek yang pas. Mereka ngobrol, tertawa, saling menyuapi dan mendentingkan gelas wine mereka. Makan malam ini lebih spesial, karena ada rasa malu-malu dan deg-degan yang tidak seperti biasa. Mereka sepertinya mulai sadar bahwa ada getar-getar cinta yang mungkin tumbuh di hati mereka.

---

Setelah makan malam romantis, Bastian mengantarkan Maretha tepat di depan rumah yang cewek itu tinggali bersama dengan beberapa teman. Ia mencegat gadis itu untuk turun terlalu cepat. "Aku masih pengen ngobrol bentar", kata Bastian dengan nada manja. Ia tidak tahu kalau ia memiliki nada itu... Ia bahkan tidak pernah menggunakannya kepada orangtuanya untuk meminta sesuatu. Tapi kali ini ia sedang meminta. Meminta waktu beberapa menit untuk sekedar mengobrol...

Maretha tau, bukan obrolan yang diinginkan Bastian. Ia ingin ucapan terima kasih. Atas makan malamnya, atas tumpangannya, atas waktu nyaman yang mereka habiskan beberapa jam malam ini. Maretha tidak ingin membuang waktu. Cowok itu terlalu cool untuk memulainya. Segera ia menarik kerah jaket cowok itu, dan mulai mengecup bibir Bastian, seakan-akan itu tindakan terimpulsif yang pernah ia lakukan.

"Ya ampun Bastian... maaf... kayaknya ini pengaruh wine...aku jarang minum begituann", Maretha berkata lirih dengan nada menyesal. Ya kaleee segelas wine bisa bikin mabok!

Bastian menatap wajah dan mata lugu itu. Ia teringat sesuatu...ciumannya kepada Adelia. Ia toh sudah membuka segel bibir itu. Gak masalah kan bila ia mencium siapa saja sekarang? Bastian menangkap bibir Maretha dan menciumnya dengan pelan tapi intens. Gadis itu terlena dan menutup matanya, memeluk leher Bastian dengan manja. Ciuman mereka menjadi lebih intens dan liar! Begitu terus sampai Maretha seperti kehabisan nafas. Ia sesak secara berlebihan, ia menempelkan dahinya ke dahi Bastian.

"Bastiannnn...", katanya. Namun itu seperti sebuah pertanyaan, seakan-akan ia ingin bertanya... apa kita sudah jadian sekarang?

Bastian paham, masih dengan dahi saling menempel, ia berkata, "Be my girlfriend, Maretha Ayu". Kemudian ia melanjutkan ciumannya. Maretha membalas ciuman itu dengan lebih agresif.

I got him, batin Maretha menggelora.