BAB 19: Don’t Fall Too Deep

Terakhir cowok itu ke flat Adelia, adalah saat...ciuman pertama mereka. Mau ngapain kali ini Bastian ke flatnya? Adelia membuka pintu dan mempersilahkan cowok itu masuk.

Bastian masuk dan melangkah ke common room flat 27 itu. Ia melihat ke sekeliling. "Kok sepi? Pada kemana", tanyanya ramah. Ya, ramah. Tumben kan?

"Biasa sih mereka kalo Sabtu pagi. Pat sama temen-temennya biasanya weekend sambil jalan keluar kota. Marvin biasa dari Jum'at udah nginep di rumah temen senegaranya. Kalo yang cewek-cewek biasanya lagi pergi belanja.", Adelia membalas dengan jawaban yang tenang, ramah tanpa permusuhan. Heyyyy kok mereka akhirnya bisa ngobrol baik-baik begini ya.

Bastian menatap wajah Adelia. Sekilas ia teringat ketika ia mencium bibir gadis itu. Ada rasa malu yang timbul sekarang. Kenapaaaa dia begitu ya. Tapi sekarang ada rasa lega juga. Begitu juga dengan Adelia. Ia refleks memegang bibirnya. Kemudian ia panik! Oh semoga Bastian tadi ga meratiin!

Jujur saja, entah sudah berapa kali ia berciuman dengan Hisyam, dari yang pendek, panjang, dibawah pohon, didalam mobil, di bioskop sampai di klab. Tapi Bastian benar, susah sekali menghilangkan jejak ciuman pertama! Bukan masalah apakah Hisyam itu tidak lebih baik dari Bastian. Bukan! Hanya saja, hanya saja… yang jelas sampai saat ini ia belum bisa melupakannya!

Begitu juga dengan Bastian. Walau ia tidak mau mengumbar ciumannya dengan Maretha, ia mengakui bahwa Maretha lah yang lebih mendominasinya. Awalnya Bastian merasa gadis itu begitu polos dan lugu, namun entah ia cepat belajar, atau gimana, tapi gadis itu sungguh lebih agresif. Begitupun, Bastian tidak bisa melupakan ciuman pertamanya. Dan ia tidak menyesal melakukannya dengan Adelia, apapun keputusan mereka nanti setelah mereka lulus kuliah. Menikah, atau kabur dari kodrat yang digariskan orang tua mereka.

"Ini ketinggalan", Bastian menyodorkan kontainer berisi teh racikan Adelia. Gadis itu menepok jidatnya. Biasanya Bastian akan mengeluarkan kata-kata kasar seperti bodoh, ceroboh, gila atau sinting. Tapi kali ini dia hanya tertawa melihat Adelia, dan hal itu membuat Adelia ikut tertawa. Ketika tawa mereka reda, mereka sama-sama tersenyum. "Mau the lagi?", tanya Adelia. Bastian menggeleng.

"Dia cantik. Kelihatannya juga baik...", Adelia menatap Bastian sambil tersenyum. Penuh ketulusan. Bastian tersenyum dan mengangguk.

"Kamu juga baik-baik aja sama cowok Malaysia itu?", tanya Bastian dengan tatapan yang tidak kalah tulusnya. Adelia mengangguk. "I'm happy for you Del, I really am. And I'm happy now", katanya Bastian lagi. Adelia mengangguk. Ia setuju. Ia juga happy for Bastian.

Sebuah keheningan tercipta di antara mereka. Bastian tanpa diundang langsung duduk di salah satu sofa flat itu. Adelia ikut duduk di sofa yang berbeda. Mereka berdua tiba-tiba terdiam dan hanyut pada fikiran mereka sendiri. Ada sebuah kekuatiran yang melanda hati Adelia…

"Bastian, kalau mama papa kita tau...",

"Del, kita jalani aja dulu gimana? Toh waktu kita masih panjang banget kan? Ini masih semester pertama kan? Hubugan aku sama Maretha juga masih baru, kita belum ada ngomong soal apa-apa. Masih ngejalanin aja", jelas Bastian, seperti tau akan kemana arah pembicaraan Adelia.

"Iya sih, cuma kadang aku ngerasa gak fair aja sama Hisyam. I mean like... He's kinda nice, trus dia keliatan cukup serius. Memang kami belon ngomong apa-apa sih, aku cuma kuatir kalo, he and I, that we will might fall too deep in this. Gimana kalo pada akhirnya aku gak mau pisah dari dia Tian? Gimana nasib kita?", tanya Adelia. Iya, Bastian juga masih ragu apakah yang akan terjadi bila ia menjadi terlalu cinta pada Maretha dan sebaliknya. Bastian menyisir poni lebatnya kearah belakang, menampakkan wajah tampannya sepenuhnya.

Bastian mendekatkan posisi duduknya ke dekat sofa Adelia. Ia menatap cewek itu dengan seksama. Kalau dilihat, cewek itu lugu juga. Ia kelihatan seperti seorang cewek dimabuk asmara, dan ia tidak ada bedanya. Ia juga seperti cowok yang sedang di mabuk asmara. Mereka sama-sama mabuk oleh orang lain, dan sekarang mereka seperti ingin berkonspirasi untuk menggagalkan rencana keluarga mereka. Tapi masih ada keraguan di dada mereka. Mampukah mereka melawan orangtua mereka. Mereka sama-sama tau karakter orangtua mereka.

Adelia menatap Bastian sekilas. Baru kali ini ia melihat sisi Bastian yang ini. Cowok itu sudah banyak berubah, atau memang selama ini ia tidak pernah melihatnya seperti ini. Mereka memang tidak pernah terlalu akrab sebelumnya. Jarang bertemu, dan bila bertemu lebih banyak berantem dan saling hujat. Ia lega karena Maretha telah membuka hati cowok itu, membuatnya lebih ramah memandang dunia. Lebih ramah padanya…

Tiba-tiba... Pat, Dave dan Josh memasuki flat. Adelia refleks berdiri menyambut teman-temannya itu. Adelia kira mereka sedang keluar kota.

"Ahoyyy Adelia!", sapa Pat ramah, diikuti oleh teman-temannya. Melihat Dave ada disitu, Bastian secara refleks berdiri dan melingkarkan lengannya memeluk pundak Adelia dari belakang sambil menatap tajam ke arah Dave. Adelia terkejut! Apa yang sedang Bastian lakukan!

Setelah berbasa-basi sebentar, ketika cowok itu memasuki kamar Pat. Bastian masih menatap tajam kepergian ketiga cowok itu. Ia melepaskan pelukannya dari pundak Adelia.

"Jangan sok akrab sama mereka ya", pintanya tegas tapi dengan nada yang lembut. Ia kemudian mengalihkan pandangannya ke mata Adelia. Tatapannya tidak menyeramkan seperti biasa. Lebih lembut seperti seorang kakak kepada adiknya. "Okey??", tanyanya lagi. Adelia mengangguk-angguk lucu seperti seorang adik kepada kakaknya. Padahal bila dipikir-pikir, toh mereka sebaya loh. Bastian hanya lebih tua 2 hari dari dirinya.

"Kamu inget gak kejadian malam itu?", tanya Bastian. Adelia gelagapan. Ya… yaaa dia ingat. Dia ingat ciuman itu! Tapia pa iya harus ia bahas sekarang? Padahal sejak tadi Adelia merasa ia sudah sungguh sangat nyaman ngobrol dengan Bastian. Kalau bahas itu lagi, waduh, bisa kikuk lagi deh.

"Cowok itu mau perkosa kamu Del! Sumpah! Kalo guwe gak masuk, udah abis looo", jelas Bastian tegas, tapi dengan nada yang lembut. Ia sedang menahan amarahnya. Adelia membelalakkan matanya. Ya ya ya, ingat sekilas. Ia refleks menutup telinganya dan matanya. Seakan menunjukkan mimic ketakutan setengah mati.

Adelia tidak mengerti, karena ingatannya pada malam itu sangat sayup-sayup. Ia hanya mengingat dirinya berkata "Stop Dave", tapi ia tidak ingat kenapa. Yang ia ingat hanyalah...ciuman Bastian. Lembut, panjang dan sangat... AH SIALL!!

"Thank you Tian…", katanya masih dengan menutup telingadan matanya. Bastian tersenyum sambil melihat mata gadis itu. Tapi mata Adelia masih tertutup. Sontak ia menepuk-nepuk pelan kepala gadis yang tingginya lebih pendek 25cm dari dirinya itu. Adelia sontak membuka matanya dengan kaget. "What is wrong with this guy…", batinnya. Adelia memasang mimik bingung tapi tetap tersenyum. Mata kecilnya mengerjap-ngerjap.

Bastian bersyukur tadi Maretha melihat bentuk lain dari Adelia. Gadis itu sungguh berantakan tapi nyaman ketika sedang rapat dengan Ravi. Apa karena sekarang ia sudah punya pacar, sehingga ia tidak begitu perduli berdandan di depan cowok lain. Bila saja Maretha melihat Adelia yang sudah rapi bersih menggemaskan seperti ini, Maretha mungkin akan memaksa Bastian keluar dari Asrama itu atau gadis itu yang akan pindah ke asramanya. Ia sungguh tidak menyangkan kalau Maretha ternyata memiliki bibit-bibit cemburu juga.

Tapi ia bersyukur akan satu hal. Api permusuhan diantara dirinya dan Adelia sudah padam sekarang. Baru hari ini ia melihat Adelia tersenyum seperti itu. Mungkin saatnya membuat perhitungan dan strategi dengan Adelia untuk masa depan mereka. Ia yakin ada win-win solution yang bisa ia gunakan disini.