BAB 42: Hari Pertama di Pasca Sarjana

Lisa dan Adelia berjalan santai ke arah gedung Curtin Business School. Waktu telah menunjukkan pukul 4 sore. Mereka telah berkeliling-keliling kampus sejak pukul 12 siang. Diawali dengan makan siang bersama dengan genk 8, kangen-kangenan sampai hampir 2 jam. Setelah itu, Adelia, Malik dan Lisa menghabiskan waktu sejam lebih untuk berkeliling toko buku Curtin, dan mulai membeli buku-buku referensi yang dibutuhkan pada semester ini. Gaya kedua gadis itu sudah mereka upgrade sedikit. Bagaimanapun, mereka berdua sekarang adalah mahasiswa pasca sarjana.

"Gak nyangka ya, S2 juga kita Del", tutur Lisa sambil tertawa geli.

"Apaan sihhh Norak banget!", balas Adelia sambil tertawa ngikik juga. Tapi Adelia juga tidak memungkiri betapa senangnya dia hari ini. Di saat teman-teman kuliahnya dulu harus berjuang untuk mencari pekerjaan setelah lulus kuliah, disinilah ia, belajar kembali sambil sedikit berpesta. Dan kemungkinan besar ketika ia lulus kuliah, stratanya akan lebih tinggi ketika ia mencari pekerjaan di Indonesia. Tentu saja perusahaan-perusahaan akan lebih meliriknya daripada teman-temannya yang hanya lulusan S1 dalam negeri. Lulusan S2 dari luar negeri. Wow...

"Serius aku Del. Apalagi kau, abis lulus ini, ga usah mikirin nyari kerja. Tinggal ongkang-ongkang kaki aja kau kan, langsung jadi bos di perusahaan mamakmu sendiri. Kalo aku ya tetep harus berjuang lagi lah. Aku S2 ini pun akal-akalan bapakku aja, supaya naik sikit nanti mas kawin. Lumayan kan, dari 30 juta naik jadi 70 juta.", jawab Lisa sambil tersenyum bak joker dan mengedip-ngedipkan matanya sambil menatap awan.

"Rugi donk cuma laku 70 juta. Biaya kuliah ratusan juta, lu cuma laku segitu wakakakakak", Adelia menoyor lengan temannya itu. Lagian ada-ada aja.

"Ih seriuss aku. Ah nanti kan setelah kawin, bisa ku minta bermilyar-milyar. Ya carilah yang kayaaaa. Jangan uda capek-capek kuliah di luar negeri, kau cari pulak yang kere", jawab Lisa sambil mengayun-ayunkan seplastik buku-buku yang baru ia beli.

"Itu kira-kira bang Justin bisa gak ngasi lo bermilyar-milyar. Emangnya dia CEO?", ejek Adelia. Ia bercanda, tapi hatinya ikutan sakit. Gimana donk? Membayangkan Lisa akan menikah dengan Justin…

"Ah kalo abang Justin mau samaku, mas kawin gratis pun jadi. Kalo perlu, aku yang beli dia hahahahaha", jawab Lisa asal. Adelia cuma bisa tertawa sambil geleng-geleng kepalanya.

Ya, pendidikan itu sebenarnya sebuah investasi, dan bisa dilihat dari segala sudut. Adelia menatap mahasiswa-mahasiswa cupu dengan kaca mata tebal dan wajah serius yang lalu lalang di samping mereka. Mereka sekarang mungkin terlihat aneh dan kutubuku. Namun ketika mereka lulus dengan predikat summa cum laud, perusahaan-perusahaan akan berlomba-lomba menarik mereka. Gaji fantastis, fasilitas selangit, lingkungan kerja yang bonafid akan segera di tangan mereka. Ya, pendidikan saat ini menjadi modal mereka menuju kehidupan yang lebih baik.

Adelia jadi ingat cerita Tum dan Tam yang berasal dari keluarga yang tidak terlalu kaya di Thailand. Orangtua mereka hanya memberikan mereka uang kuliah untuk 2 semester dan uang secukupnya agar mereka bisa bertahan di Australia selama 6-8 bulan. Sisanya? Mereka harus bekerja minimal 10 jam perminggu, agar mereka bisa menabung untuk biaya makan, tempat tinggal dan biaya kuliah mereka di semester berikutnya. Tidak jarang, mereka memiliki pekerjaan yang berbeda untuk siang dan malam, bahkan pekerjaan yang berbeda saat weekend. Dalam seminggu, mereka bisa bekerja lebih dari 20 jam. Tidak ada keinginan untuk mereka kembali ke Thailand. Mereka mengincar pekerjaan dan kehidupan yang lebih layak di Perth.

Sedangkan bagi Adelia dan Lisa, pendidikan pasca sarjana di Australia ini tidak seserius mereka. Ini lebih dari obsesi orangtua Lisa agar ada anak mereka yang berkuliah di luar negeri, agar selalu bisa mereka banggakan ketika bertemu teman atau saudara. Pada akhirnya, martabat, kelas, dan nilai Lisa akan naik. Tidak dipungkiri, ini akan meng-upgrade pilihan akan calon suaminya nanti. Lisa sendiri cukup senang karena bisa belajar sambil berjalan-jalan ke luar negeri. Kalau toh nantinya ia akan mendapatkan calon suami yang lebih baik, kenapa tidak?

Perjalanan ini bagi Adelia lebih spesial lagi. Seumur hidup, ia selalu terkungkung akan aturan yang ketat sang mama papa. Semua kegiatannya di rencanakan, di monitor dan di evaluasi dengan sangat teliti. Tiada hari tanpa les sana les sini, kursus ini, kursus itu. Kalaupun Adelia memiliki waktu luang yang lebih banyak, sudah dipastikan ia harus magang di kantor sang mama. Jangankan pacar, teman dekat perempuan saja ia tidak punya banyak. Intensitas berteman benar-benar sekedarnya. Ia hanya memiliki 2 atau 3 teman dekat ketika kuliah. Itu juga karena teman-temannya itu suka ikut membantu atau magang di tempat sang mama.

Datang ke Perth, seperti lepas dari semua itu. Ya memang ia tetap harus belajar keras dan mendapatkan nilai yang fenomenal seperti keinginan sang mama. Tapi setidaknya untuk pertama kalinya, Adelia memiliki kehidupannya sendiri. Teman yang ia pilih sendiri, kegiatan weekend yang ia pilih sendiri, bahkan seluruh uang yang ada di tangannya, ia yang menentukan bagaimana cara mendapatkannya dan menghabiskannya. Walau Adelia tau, di ujung perjalanan ini, mama dan papa Adnan sudah menantinya kembali. Kembali ke sangkar emas. Bagi sang mama, Pendidikan Adelia penting untuk bekal ketika ia akhirnya akan menggantikan posisi mama Cecilia kelak.

"Del, kok cewek semua ini isinya?", tanya Lisa ketika ia melihat ke sekeliling ruang kuliah mereka. Adelia ikut memindai ruangan luas itu. Sejauh mata memandang, hanya ada cewek-cewek cantik yang di dominasi bule-bule lokal. Kalaupun ada Asia, gaya mereka jauh dari Adelia dan Lisa. Hampir semua mengenakan pakaian kerja profesional. Kalaupun ada yang tampil dengan jeans, mereka memastikan atasa mereka dari bahan yang mahal dan di tutup sebuah jaketatau blazer yang sangat trendy. Jangan di tanya sepatu-sepatu apa yang mereka pakai! Hanya yang terkeren!

Secara refleks Adelia menatap gayanya hari ini. Bukankah ini masih musim panas? Kenapa harus repot memakai yang terlalu rapi? Adelia mengenakan rok jeans, sepatu flat, dan atasan kemeja putih lengan pendek. Rambut panjangnya ia jalin satu dan disampirkan ke bahu kanannya. Ia mengenakan make-up tipis-tipis. Sedangkan Lisa mengenakan gaun musim panas bergaya tropis diatas lutut, sepatu flat dan membiarkan rambut panjangnya tergerai ke belakang. Karena mereka sudah berada di kampus cukup lama, tentu saja wajah mereka tidak begitu fresh.

"Orang ini mau kuliah atau fashion show? Kok keren-keren kali?", tanya Lisa. Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk duduk di kursi paling belakang agar tidak terlalu mencolok. Beberapa mahasiswa tersenyum ramah kepada mereka. Tapi tidak sedikit yang menatap mereka dari atas kebawah, atas kebawah sampai kedua gadis itu risih. Seakan-akan mereka berdua itu gembel. Untung saja Adelia tidak memakai sendal jepit. Ketika kuliah di Bridging, sepertinya santai-santai aja kok.

Ketika sang dosen masuk dan meminta mereka semua memperkenalkan diri, bahkan pria berumur 50 tahunan itu pun risih melihat menampilan Adelia dan Lisa. Secara halus ia mengindir, bahwa seorang Public Relations adalah image dari sebuah perusahaan. Sudah seharusnya mereka berlatih untuk memperbaiki penampilan mereka dan bertingkah secara profesional. Begitu kira-kita sindiran sang dosen. Ia mengharapkan pada minggu berikutnya, semua bisa tampil sesuai dengan tuntutan.

"Ah cerewet kali pun si bapak tua ini. Mentang-mentang ngajar pake celana kain ama jas, uda boleh dikiranya dia menghina-hina kita. Ciiiiihhh", bisik Lisa pelan. Adelia hanya mengangguk-angguk, apalagi sang dosen yang sedang menjelaskan materi kuliah mereka, tetap menyorot matanya kearah Lisa dan Adelia.

"Kan yang penting otak kan Del, otaaakkk. Kalo nanti kerja, terbeli juga sama kita kok baju-baju kek bule-bule itu", Lisa masih sewot. Adelia menundukkan kepala dan mencoba menulis sesuatu. Bukan, bukan catatan kuliah. Ia sedang menulis surat untuk Lisa.

"Tenang ajalah kau Batak, weekend ini, pergi kita belanja. Kupinjemin duit deh", tulis Adelia dan ia menyodorkannya ke Lisa untuk dibaca. Gadis Batak itu tersenyum pernuh arti. Bagaimanapun, ini adalah dunia yang akan ia masuki, dan memang sudah seharusnya ia giat belajar dan berlatih. Otak penting, tapi penampilan juga penting. Konon katanya, kita cuma diberi kesempatan 3 detik untuk membuat kesan pertama. Padahal kesan pertama itu sangat penting. Mau sepintar apapun otak kita, tidak bisa kita sampaikan dalam waktu 3 detik. Beda dengan penampilan. Jangan sudah penampilan asal-asalan, eh otak pas-pasan. Harus bagus donk keduanya. Belum terlambat untuk berubah. Seperti kata orang, terlambat boleh, bego jangan!

---------------------------------

Trio Lisa, Diva dan Adelia mengantri untuk mengambil burger daging kangguru dan minuman cola di KV Common Room. Seperti semester kemarin, setiap awal semester akan diadakan makan malam bersama dengan seluruh penghuni asrama. Walau menu sama, tapi tentu saja wajah-wajah penghuni asrama berganti-ganti. Trio gadis ini sudah tidak sabar untuk mencari wajah-wajah tampan baru. Dengar-dengar, ada sekitar 20 mahasiswa pertukarang pelajar dari Amerika yang tinggal di KV semester ini. Adelia membutuhkan hiburan ini, setelah hari pertama kuliah S2-nya benar-benar menguras emosi.

"Hot guy at 2 o'clock. So handsome!", pekik Diva sambil menyenggol lengan Lisa dan Adelia. Kedua gadis itu langsung melihat ke arah jam 2 Diva dan mengangguk setuju. Ya, cowok roti sobek dengan rambut gondrong itu sangat-sangat menarik. Tapi sepertinya umur mereka masih belasan tahun. Adelia tidak terlalu bersemangat.

"Hotter guys drinking beers near piano, check!", ujar Lisa. Refleks, Adelia dan Diva langsung melirik kearah piano. Mereka bertiga terlihat seperti 3 flamingo yang sedang menatap ikan lezat ke arah samping! Beberapa cowok yang kelihatan sedikit lebih matang sedang berkumpul dan minum bir di samping piano. Salah satunya adalah Gavin. Hemmm pastilah itu tim mahasiswa pasca sarjana geologi. Lisa dan Adelia saling bertatapan penuh arti. Apa salah satu syarat menjadi anak geologi harus memiliki perut bak roti sobek dan lengan kekar? Kalau memang iya, trio gadis ini merasa mereka salah masuk jurusan sejak awal!

"Awww mature guysssss", kata Adelia sambil tertawa ngikik. Diva yang saat ini sudah meneguk cola pertamanya, hampir menyemburkan ke segala arah. Mereka bertiga tertawa ngakak sampai akhirnya sekumpulan cowok di samping piano itu memperhatikan mereka. Gavin yang menyadari bahwa itu adalah teman serumahnya, melambai ramah. Ia seperti menjelaskan kepada ketiga temannya bahwa ia mengenal Diva, Lisa dan Adelia. Akhirnya ketiga teman itu pun melambai ramah kearah gadis-gadis itu. Tak ayal, ketiganya salah tinggah dan merasa tubuh mereka menghangat. Haruskah mereka mampir ke samping piano dan berkenalan dengan… lebih intim???

"Party without me?", tiba-tiba Hisyam datang dan memeluk pinggul Adelia. Gadis itu terlonjak! Apakah Hisyam melihat bagaimana mereka menggoda para mahasiswa-mahasiswa baru. Adelia tersenyum ramah kepada Hisyam. Ia pun akhirnya tersenyum penuh arti kepada Lisa dan Diva, serta pamit sambil membawa burger dan colanya. Diva dan Lisa tersenyum penuh arti. Temannya itu sudah punya pacar. Pacar yang posesif lagi. Mereka mengucapkan selamat tinggal tanpa kata yang terucap. Lisa dan Diva sepertinya akan berlanjut berjalan menuju piano, menyapa ikan-ikan, eh maksudnya cowok-cowok matang.

"Ah no, Diva and Lisa just flirting around", elak Adelia sambil menggiring cowok itu ke arah sebaliknya . Hisyam belum tersenyum, dan masih menatap Adelia dengan tajam. Sejak datang ke Perth, mereka belum sempat menghabiskan waktu bersama. Hisyam masih sibuk bersama teman-teman Malay-nya, dan Adelia juga tidak keberatan. Senang malah. Entah kenapa setelah di tinggal berminggu-minggu, tidak banyak rindu yang menghampiri. Adelia terlalu sibuk menghabiskan waktu dengan… Justin. Ah cowok itu…

"Get your burger and cola, and let's eat at your flat", perintah Hisyam. Adelia tidak berani membantah. Hisyam mengambil sepiring burger dan sekaleng minuman cola. Mereka berjalan pelan ke arah flat Adelia. Toh acara malam ini hanya makan-makan dan mendengar pidato singkat dari Norm, kepala asrama. Menurut Hisyam, itu tidak begitu penting. Tapi itu sangat penting untuk Adelia! Ia sangat perlu hiburan malam ini, dan sepertinya bukan dari Hisyam. Ia perlu roti sobek, eh maksudnya berbicara dengan cowok-cowok matang. Setengah matang pun boleh.

"Loh mau kemana?", tanya Maretha. Dalam perjalanan menuju flat, Hisyam dan Adelia berpapasan dengan Maretha dan Bastian. Kedua cowok itu saling bertatapan mata dengan penuh dendam.

"Oh, mau makan di flat aja", jawab Adelia sungkan. Ia sekilas menatap Bastian. Cowok itu menampakkan wajah serius menatap Adelia dan Bastian. Ya…Adelia belum sempat menyingkirkan Hisyam, eh malah akan membawa cowok itu kembali ke flat.

"Oh, mau pacaran ya hihihi ya udah bye", jawab Maretha dengan senyum penuh arti. Apa maksudnya? Pertanyaannya kayak anak SMP aja. Adelia hanya menggangguk ramah dan terus berjalan menuju flat. Dasar aneh pacar si Bastian ini.

"Cih, kemaren aja kita baru liat dia cipok-cipokan ama cowok lain, sekarang balik lagi sama yang ini. Dasar perempuan jalang ya", komentar Maretha sambil mengibaskan rambut sebahunya. Sesungguhnya komentar ini tidak seperti seorang Maretha yang selalu tampil ramah, supel, pintar dan professional. Kadang Bastian juga bingung.

"Gak usah ngurusin percintaan orang lain", ujar Bastian asal. Ia memasukkan kedua tangannya ke saku celana jeansnya.

"Hahahah enggak sih. Iseng aja. Ga tau kenapa aku tuh ga gitu suka ama dia. Apa karena dia kelewat modis dan centil ya? Apa keliatan banget dia cewek kaya yang manja tapi gak punya otak gitu", jawab Maretha lebih pedas lagi. Ia juga bingung, kenapa kesannya kata-kata kasar lebih gampang keluar melihat Adelia. Padahal ia tau benar, gadis itu bukan merupakan ancaman yang berarti. Walaupun pada malam ini, Adelia tampil casual, cantik dan cukup menggoda. Untung saja ia sudah digandeng Hisyam. Bila tidak, mungkin banyak mahasiswa yang ingin membawa Adelia kembali ke flat mereka.

"Aku juga lagi males ngumpul-ngumpul ga jelas disini. Paling Cuma makan ama dengerin kepala asrama ngomong. Abis kita dapet makanan ama minuman, makan di flat lo aja ya", ajak Bastian. Entah kenapa Bastian ingin memastikan bahwa Adelia aman malam ini. Semua teman se flat pasti berada di common room KV malam ini. Flat 27 tidak aman bila mereka hanya berdua saja.

"Kenapa flat aku? Kenapa gak flat kamu aja?", tanya Maretha curiga. Bastian terkesiap. Ia tidak ingin membuat lebih banyak masalah untuk Adelia. Ia tau bahwa pacarnya ini bisa sangat pencemburu dan posesif. Kalau saja nanti ia curiga…

"Ya terserah lo aja deh. Tapi tadi gue denger, si Ravi mau meeting di dapur ama temen-temen RA-nya. ", bohongnya kepada Maretha. Gadis itu mengangguk-angguk.

"Ya deh, kebetulan tadi aku baru beli kopi yang kayaknya kamu suka. Nanti aku seduhin buat kamu", jawab Maretha sambil memeluk lengan tegap Bastian. Maretha bisa melihat beberapa mata cewek Asia mulai "menelanjangi" pacar kekarnya itu ketika mereka sudah memasuki common room KV. Ya, sebaiknya makan di flat aja, gumamnya.