BAB 52: Sebuah Lembaran Baru

"What happened here?", tanyanya kepada seorang mahasiswa yang kebetulan memakai seragam RA. Dengan cepat, mahasiswa perempuan itu menjelaskan bila mereka mendengar pertengkaran di luar dan mendapati 3 orang yang terlibat, yaitu Adelia, Hisyam dan Bastian. Tapi mereka tidak benar-benar menyaksikan perkelahian itu. Satpam tersebut lalu melihat kebeberapa arah, dan ia lega karena posisi tempat mereka berdiri, tersorot jelas oleh sebuah CCTV dan lampu yang terang.

"Well we are lucky that we have a witness. All 3 of you, come with us to the security office. (Jadi kita sangat beruntung karena kita memiliki saksi. Kalian bertiga, ikut kami ke kantor keamanan)", katanya sambil menggiring Hisyam dan Justin.

"I will take Adelia. Come on Lisa, help me take Adelia to the security office (Aku akan membawa Adelia. Ayo Lisa, bantu aku membawa Adelia ke kantor keamanan)", tiba-tiba Ravi muncul dan merangkul Adelia. Lisa ragu untuk ikut. Antara ia ingin membantu sahabatnya yang sedang tertimpa musibah, tapi di satu sisi ia tidak siap menerima kenyataan bahwa sahabatnya itulah yang memicu pertengkaran malam ini.

"Lisa, come with me! My car is there!", kata Ravi dengan lebih tegas ke arah Lisa. Gadis itu akhirnya mengangguk. Mereka berdua memapah Adelia menuju mobil Ravi dan bergegas mengikuti mobil satpam itu menuju gedung securiti. Sepanjang perjalanan, Adelia hanya menangis dalam sepi. Baik Ravi dan Lisa, tidak berani menanyakan apa-apa kepadanya. Terutama karena sebentar lagi gadis itu toh akan di wawancarai habis-habisan oleh satpam kampus.

Dan benar saja. Justin, Adelia dan Hisyam di interogasi pada ruangan yang berbeda. Rekaman cctv menunjukkan dengan jelas bagaimana Hisyam menendang Adelia sehingga gadis itu tersungkur di aspal. Gambaran hisyam menjambak rambut gadis itu, menamparnya dan menendang tulang kering dan pahanya, terpampang dengan sangat jelas. Adelia memang sudah mempelajari dengan seksama sebelumnya. Ia tahu, Cuma ini cara satu-satunya untuk lepas dari Hisyam. Ia harus menghukumnya. Adelia menceritakan hubungannya dengan Hisyam, dan bagaiana ia memergoki cowok itu sedang menggunakan narkoba. Ia juga menceritakan bahwa ini bukan pertama kalinya ia dikasari hingga terluka.

Kabar terbaik malam ini adalah, ternyata Hisyam sedang dalam pengaruh obat-obatan terlarang jenis Her**n. Pantas saja tadi Adelia melihat gelagatnya mirip sekali dengan terakhir kali Hisyam menyiksanya. Ternyata otaknya sedang menggila. Hal itu tentu saja membuat Hisyam tidak saja berhubungan dengan satpam kampus, tapi juga pihak kepolisian. Semoga saja dia akan secepatnya berhubungan dengan departemen luar negeri, agar ia segera di deportasi dari Negara ini! Saat ini, Hisyam harus ditahan di kantor keamanan sampai pihak berwajib dan pihak dari kampus datang. Adelia lega bukan main!

"Ada hubungan apa kamu sama Justin Del? Cerita sama aku!", tanya Lisa dingin. Adelia tidak habis pikir, kenapa Lisa mau mengungkit hal ini sekarang. Adelia baru saja keluar dari ruangan interogasi.

"Lisa, can we talk about it later? I think we should take care her wound first", kata Ravi yang seakan-akan mampu melihat ketegangan antara Lisa dan Adelia.

"You are cheating with my boyfriend, aren't you (Kau sedang selingkuh dengan pacarku kan?", tanya Lisa. Adelia menggeleng. Karena itu yang sebenarnya. Ketika ia tahu Justin jadian dengan Lisa, ia mundur! Itu yang sebenarnya!

"Enggak Lisa. Sumpah, aku dan Justin memang pernah dekat, tapi itu sebelum kalian jadian! Sumpah!", kata Adelia berusaha untuk menenangkan sahabatnya itu. Badan Adelia kembali gemetar. Lisa justru tambah emosi.

"You know I always love him Del, dari awal, You have Hisyam, and you still wants Justin? He is MINE!", Kata Lisa penuh emosi. Adelia menggeleng-geleng pelan. Air mata terus saja jatuh dari matanya. Lisa tiba-tiba mendekati Adelia, dan entah kenapa ingin sekali ia menampar pipi yang belum dijamah oleh Hisyam. Gadis itu emosi!

"Stop Lisa, Adelia gak salah. Dia benar. Kami udah gak ada hubungan apa-apa lagi. Tapi malam ini memang aku yang datengin dia. Memang aku yang minta dia balikan. Karena aku gak bisa lupain dia Lis. Aku masih suka dengan Adelia. I'm sorry…", kata Justin yang semakin membuat Lisa marah.

"Kalian memang tega sama aku! Aku salah apa sampe kalian bohongin aku kayak gini! Sudah saatnya memang kau di pukuli Adel! Ma*p*s aja kau! Memang cocok kau dikasari sama pacarmu, karena gak bisa kau jaga hatimu! Kau rebut pulak pacar orang lain! Udah gila kau memang!", teriak Lisa yang kemudian berlari keluar dari gedung keamanan itu. Ravi langsung berdiri panik dan mengejar Lisa. Ini sudha malam, dan gedung keamanan jauh dari KV. Tidak mungkin Lisa jalan sendirian.

"Justin, ask the security to take Adelia to the flat, ok?", pinta Ravi sebelum mengerjar Lisa. Justin mengangguk. Toh mobilnya juga masih terparkir di KV, dan ada banyak hal yang ingin ia bicarakan dengan Adelia.

"Del, kamu gak apa-apa kan…?", tanya Justin. Ia tau itu sebuah pertanyaan retorik. Ia sendiri masih merintih kesakitan akibat pukulan kayu baseball dan tendangan bertubi-tubi dari Hisyam. Tapi ia tau, tadi Adelia berusaha menyelamatkannya dengan memancing cowok itu. Tiba-tiba Justin yakin bila Adelia masih memiliki rasa untuknya.

"Makasi ya kamu udah nolongin aku tadi", kata Justin sambil menyentuh tangan Adelia dengan lembut, seakan mencoba menganalisa perasaan gadis itu. Namun Adelia sontak berteriak histeris, menarik tangannya dan berdiri.

"Pergiii!!!",katanya sambil menutup telinganya dan kembali menangis meraung-raung. Salah seorang satpam datang dan merengkuh pundak Adelia. Adelia mencoba untuk melepaskan diri dari satpam laki-laki itu. Seorang satpam perempuan akhirnya datang dan memeluk gadis itu dengan lembut. Adelia masih menangis sambil menutup telinganya.

"It's ok now, you are safe (Sekarang sudah tidak apa-apa, kamu sudah aman)", katanya dengan lembut. Adelia terus saja menangis segugukan di dada perempuan yang tinggi besar itu, dan sang satpam itu terus membelai rambut kusut Adelia. Ia bisa merasakan tubuh Adelia bergetar ketakutan.

"She is in a trauma. It's normal with violence victim. We should be patient. She may need a therapy to overcome her fear and trauma (Dia sedang trauma. Normal terjadi pada korban kekerasa. Kita harus bersabar. Dia mungkin membutuhkan terapi untuk mengatasi ketakutannya dan trauma)", kata sang satpam dengan lembut. Mereka terus berada di posisi tersebut sampai akhirnya Adelia berhenti meraung dan melepaskan tangannya dari telinga.

"Ok I will take her back first to the flat. Someone will take care of your wound, and take you back to your car, Ok? (Aku akan mengantarnya dulu ke flat. Seseorang akan membantu mengobati lukamu, dan membawamu kembali ke mobilmu. Ok?)", jelas sang satpam perempuan. Justin mengangguk. Padahal sebenarnya ia ingin mengantar Adelia langsung ke flat. Tapi ia tidak punya banyak pilihan. Terlalu banyak orang yang terlibat disini, dan Adelia pun masih terlihat begitu histeris.

Satpam perempuan itu mengantarkan Adelia ke flat 27. Seluruh penghuni flat 27 sudah menunggu kedatangan gadis itu, tidak terkecuali Maretha dan Bastian. Semuanya kuatir, kecuali Maretha tentu saja.

"Adelia! Are you ok? Come, let me take care of your wound", kata Diva sambil menyambut Adelia dari tangan sang satpam perempuan. Kotoko membantu merangkul gadis itu dari sisi sebelahnya.

"She is still in a shock. Let her rest for tonight, and don't stress her out, ok? I'm counting on you guys. Keep her safe (Dia masih shock. Biarkan ia istirahat malam ini dan jangan buat dia stress Ok? Aku mengandalkan kalian. Buatlah ia merasa aman)", kata sang satpam perempuan sebelum ia pamit. Diva, Kotoko dan Adelia tersenyum ke arahnya sambil memeluk Adelia.

"Thank you…", kata Adelia sendu ke arahnya. Satpam itu mengangguk dan memberinya hormat sebelum akhirnya keluar melalui pintu kaca flat 27.

"Adelia, if there's anything I can do? Killing that b*stard maybe? (Adelia, apakah ada yang bisa aku bantu? Membunuh b*ngs*t itu mungkin?)", kata Marvin sambil berdiri dan memukul tinjunya ke tangan yang lain. tampangnya benar-benar seram, apalagi saat ini ia hanya mengenakan celana pendek basket, dan kaos tipis tanpa lengan yang menunjukkan otot trisep dan bisep di lengannya. Hal itu membuat Adelia justru tersenyum geli.

"No it's ok Marvin dear, I'm fine. I'm sure the security had a plan for him already (tidak usah Marvin, aku baik-baik saja. Aku yakin pihak satpam sudah memiliki rencana untuknya.", jawab Adelia ramah namun lemah. Marvin akhirnya mengangguk.

"Please take a rest Adelia. We got your things and put it in your room (Silahkan istriahat Adelia, kami sudah mengumpulkan barang-barangmu dan meletakkannya di kamar)", kata Gavin ramah. Adelia tersentuh, seluruh teman-temannya begitu perhatian dengannya. "Thank you guys", katanya lemah sambil memandang satu persatu orang yang berada di common room flat 27, tidak terkecuali Bastian.

"Tapi sebenarnya kamu memang pantas diginiin. Sekali jalang tetap jalang", kata Maretha pedas. Bastian kontan berdiri dan menatap Maretha dengan tajam.

"Shut up Maretha. You know nothing!", kata Bastian. Maretha kontan ikut berdiri dan mendorong dada Bastian.

"Belain aja terus. Dari awal kita tau dia itu jal*ng. Kesana kemari godain cowok. Jangan-jangan kamu juga udah kena jeratnya ya!", kata Maretha tidak kalah garang. Jelas saja, ia sedang datang bulan. Garangnya mengalahi singa betina!

"Guys, please. Respect Adelia", kata Marvin sambil menatap tajam Maretha. Tidak hanya Marvin, kali ini Kotoko, Diva, Gavin bahkan Bastian menatap Maretha dengan pandangan tidak suka. Gadis itu kontan berjalan angkuh menuju kamarnya meninggalkan semua orang, termasuk Bastian.

Diva dan Kotoko tidak perduli dengan drama Maretha. Mereka membawa Adelia ke kamarnya. Kotoko sudah siap dengan peralatan P3K dan seplastik es batu. Mereka kompak berdua mengobati luka-luka Adelia. Bastian masuk dengan segelas air dan sebutir panadol.

"Minum ini ya Del. Kok aku jadi dejavu sih. Aku gak nyangka bakal kejadian lagi", kata Bastian sambil menggeleng lemah. Ia berdiri sambil menyandar di meja belajar Adelia. Ia tidak habis pikir. Baru beberapa jam yang lalu ia menghabiskan makan malam dengan gadis itu. Setelah berminggu-minggu, baru tadi Adelia merasa begitu ringan dan bahagia, menurut pengakuannya. Bastian kira, malam ini akan berakhir setelah ia menurunkannya di pagar itu. Ia tidak menyangka jadi panjang seperti ini.

"Jadi, kamu mau nemenin aku tidur lagi?", tanya Adelia mencoba bercanda. Bastian mendelik ke arahnya. Ia mencoba melihat reaksi Diva dan Kotoko. Semoga saja 2 gadis itu tidak paham apa yang baru saja Adelia katakana. Ketika Adelia menyadari ketakutan Bastian, gadis itu tersenyum geli. Memori keduanya kembali ke malam dimana mereka saling berpelukan sampai pagi. Hal itu menimbulkan kecanggungan antara keduanya, sehingga mereka saling menghindari selama beberapa hari!

"What did he said?", tanya Diva curiga. Adelia tersenyum geli sambil menutup mulutnya.

"He said his girlfriend is truly a witch. We shoud ignore her (katanya, pacarnya memang seorang penyihir. Kita harus cuekin dia aja)", jelas Adelia dengan berbohong. Kontan Kotoko dan Diva tertawa geli.

"Hell ya, you should keep on eyes on your girlfriend. She is a pain the the as*", kata Diva sambil tertawa nyaring.

"Hahahaha sorry, but it is true. She is not that nice, She often took my foods", kata Kotokok ikut menggosip tentang Maretha. Bastian jadi kelimpungan dan serba salah. Bagaimanapun Maretha itu adalah pacarnya!

"Ok guys, your problem with her, is not my problem. Byeeee. Take care Adelia. Get well soon", kata Bastian pamit. Ketiga gadis itu masih tertawa geli. Namun di dalam hati Adelia, ada sebuah ketakutan yang tesembul. Ia tidak mau teman-teman baiknya itu salah sangka.

"Don't worry Adelia, we don't believe anything he said. We trusted you.", Kata Kotoko yang benar-benar membuat hati Adelia menjadi hangat…. Sukurlah teman-temannya tidak percaya begitu saja dengan kata-kata Hisyam. Itu yang terpenting bagi Adelia.

---------------------------

Pukul 2 pagi, Adelia menyadari semua orang sudah tertidur sekarang. Ia terbangun setelah tidur nyenyak 4 jam berkat panadol. Sekarang kepalanya sudah lebih baik, walaupun beberapa bagian badannya masih terasa nyeri akibat tendangan Hisyam.

Adelia berjalan keluar dari kamar menuju dapur. Sudah berminggu-minggu sejak terakhir kali ia memasak sesuatu dengan benar di dapur itu. Ia menghidupkan lampu dapur, dan membiarkan lampu ruang tamu tetap gelap. Tapi tadi Kotoko berkata, ia telah membuat seporsi sushi salmon untuknya. Adelia selalu menyukai sushi buatan gadis Jepang itu. Ia membuka kulkas, dan menemukan makanannya. Tidak lupa ia keluarkan sebotol wine yang isinya tinggal setengah. Alkohol terahirnya. Ia benar-benar ingin menegaknya malam ini. Setidaknya ada sesuatu yang layak di rayakan disini.

Adelia menghidupkan TV tanpa menghidupkan lampur di ruang tamu yang bersebelahan langsung dengan dapur. Biarlah cahaya dari dapur dan TV yang meneranginya sekarang. Kondisi seperti ini, membuat Adelia Dejavu. Ia ingat pernah seperti ini bersama Justin. Saat itu mereka menikmati tiramisu yang di beli Justin, dan juga sebotol Champaine. Mereka merayakan hari terakhir Adelia kerja di perusahaan PR itu.

Tayangan di TV sebenarnya tidak begitu menarik. Hanya sebuah film lama berbahasa Inggris, tapi cukup romantis. Adelia telah menghabiskan seluruh sushi dan segelas wine. Ia menuangkan gelas kedua, yang membuat tidak botol itu benar-benar kosong sekarang. Adelia tidak perduli, ia berhak atas setiap tetes wine itu malam ini.

"Drrrttt", terdengar sebuah pintu terbuka. Adelia mengira-ngira, pintu yang terbuka pastilah dari arah ujung koridor kalau mendengar dari jauhnya suara. Ia benar-benar berharap bahwa pintu Marvin lah yang tebuka, secara posisi kamarnya memang di ujung. Tapi memang bukan hanya kamar Marvin yang letaknya di ujung koridor. Tapi juga kamar…

"Jadi selain jadi jalang, kamu sekarang jadi pemabuk ya. Ck ck ck memang kombinasi yang cocok deh", ujar Maretha sinis. Adelia mencoba mengambil nafas paliiiiinnnggg dalam. Setelah 3 minggu yang berat, dan hari yang sunggu melelahkan, ia tidak butuh ceramah lagi dari sang nenek sihir.

"Are you happy now?", tanyanya lagi sambil melongok kea rah gelas wine Adelia.

"Kamu mau?", tanya Adelia.

"Ah enggak, aku gak doyan alkohol kayak kamu", jawabnya ketus.

"Maksudnya, MAU aku siram?", tanya Adelia dengan wajah tak kalah sinis. Ia sudah muak dengan gadis Maretha. Sudah cukup baik ia selalu cuek mendengar kata-kata pedasnya. Kata-kata Adelia kontan memancing keusilan Maretha. Ia tidak menyangka gadis itu sudah berani bertingkah. Oke, mungkin dia lebih kaya, tapi badan mungilnya tidak akan bisa mengalahkan Maretha bila pada akhirnya mereka akan jambak-jambakan disini sekarang.

" Oh, gadis kecil sedang marah?", tanya Maretha sambil duduk di pinggir sofa. Ia masih betah mengganggu Adelia. Ia melipat tangannya tanda ia tertarik dengan percakapan ini.

"Bukan aku yang sedang datang bulan", kata Adelia sambil menyesap wine hingga isinya tinggal setengah gelas. Ia meminumnya dengan cepat agar efek "mabuk" datang lebih cepat juga. Ia butuh mabuk sekarang juga! Maretha terperanjat.

"Dari mana kamu tahu kalo aku sedang sakit datang bulan?", tanya Maretha berang.

"Menurutmu? Dari mana???", tanya Adelia dengan intonasi tenang sambil kembali menyesap wine, seperti seorang psycho. Hanya Bastian yang tahu kalau ia sedang sakit datang bulan. Untuk apa cowok itu membagi informasi seperti itu kepada Adelia. Kapan ia membagi informasi itu? Dimana ia membagi informasi itu?

"Kamu tau dari Bastian? Kamu ngomong apa sama dia? Jangan coba-coba ganggu pacarku. Dia MILIKKU!", bentak Maretha. Adelia masih dengan tenang menyesap wine sedikit demi sedikit, karena memang isinya tinggal beberapa tegukan saja. Ia tidak mau terlalu cepat sekarang, karena ia masih ingin mengerjai Maretha.

"Benarkah ia milikmu… seorang? Selamanya…?", tanya Adelia tenang sambil terus menatap TV. Namun kemudian ia menoleh pelan ke arah Maretha. Matanya ia kedipkan dengan perlahan-lahan, seakan mencoba untuk fokus ke wajah Maretha yang kebingungan. Sudah saatnya memberikan perhitungan kepada nenek sihir yang entah kenapa selalu menyulitkan hidup Adelia. Padahal ia sudah berusaha untuk menghilangkan gesekan-gesekan tidak penting dengannya.

"Jangan coba-coba ya, atau kamu bisa lebih hancur lagi dari ini! Asal kamu tahu, aku yang membocorkan kepada Hisyam kalau kamu sudah lama selingkuh dengan Justin. Aku Cuma kasian dengan dia yang sudah buang-buang uang untuk kembang-kembang yang akhirnya Cuma dijemur di balkon. Sayang duitnya kan? Kalau kamu macam-macam lagi, aku bisa lebih nekat lagi!", ancam Maretha.

Kali ini Adelia terbelalak menatap Maretha. Ia tidak habis fikir. Kenapa Maretha begitu tega. Urusan Hisyam dengannya, bukanlah urusan Maretha. Adelia sendiri saja tidak pernah ikut campur dengan urusan Bastian dan Maretha. Padahal jelas-jelas Bastian itu…

"Apa salahku sama kamu? Kita gak ada hubungan apa-apa dan aku gak ada niat punya hubungan sama kamu. So leave me alone! Atau…" Adelia belum sempat melanjutkan kata-katanya.

"Atau apa? Kamu bisa apa? Kalau aku mau, aku bisa lebih menghancurkan kamu. Kita liat aja nanti. Yang jelas, JANGAN GANGGU BASTIAN. Dia milikku! Paham?!", ancam Maretha.

"Atau…aku bisa mengambil apa saja yang menjadi milikmu, Maretha. Kamu benar-benar tidak tahu siapa aku sebenarnya…", kata Adelia anggun, sambil berdiri menuju wastafel. Ia telah menghabiskan seluruh wine dan makanannya. Kepalanya sudah ringan. Ingin rasanya ia berkata kasar atau malah membuka hubungan rahasianya dengan Bastian. Tapi kurang seru kan bila ia ungkapkan sekarang?

Sudah saatnya Adelia bangkit dan membela dirinya sendiri. Banyak tugas yang menanti dirinya. Pastilah saat ini ia sudah kehilangan Justin, kehilangan Lisa, bahkan mungkin kehilangan Malik. Cowok itu pasti murka bila tahu ia memiliki hubungan dengan Justin, dan justru menghancurkan hubungan Lisa dan Justin. Adelia sudah berusaha sekeras mungkin untuk tidak menyakiti siapa-siapa. Andaikan saja Justin tadi tidak nekat mendatanginya seperti ini, mungkin ia masih bisa lanjut. Tapi sekarang? Ia seperti "enemy of the state", musuh semua orang. Kenapa dari semua orang, harus ia yang menanggung semua kesalahan, kesialan, dan penderitaan?

Sudahlah, saat ini, ia hanya ingin istirahat sejenak. Satu gangguan sudah selesai. Maretha hanya kerikil-kerikil tidak berarti di dalam hidupnya. Ia akan berjuang agar sisa-sisa waktu yang dijalaninya di Perth, berubah menjadi seperti rencana awalnya. Ia akan mencoba mencari cara agar memperbaiki semuanya, walau ada keinginan yang kuat dari diri Adelia untuk pulang ke Jakarta dan lari dari semua ini.

"Good night Maretha, nikmati aja apa yang bisa kamu genggam sekarang. Kita gak pernah tahu kapan hal itu bisa hilang dari tangan kita", ancam Adelia dengan anggun. Pengaruh alkohol telah membuatnya lebih berani. Maretha bahkan menggigil menatap mata Adelia yang penuh dengan dendam. Gadis itu melesat kembali memasuki kamar nomor 2.

"Awas saja kamu Adelia. Jangan sampai kamu ngancurin rencana-rencana yang uda aku susun dengan sempurna. Bastian akan tetap bersamaku… selamanya", gumamnya. Sesungguhnya sejak pertama kali Maretha melihat Adelia, ia tidak begitu melihatnya sebagai ancaman. Apalagi ia telah memiliki Hisyam sebagai kekasihnya. Namun ketika Maretha menyaksikan sendiri bagaimana Adelia selingkuh dengan Justin, ia menjadi ragu dan kuatir. Ia merasa, Adelia adalah jenis gadis yang akan menghalalkan segala cara agar bisa menggaet cowok-cowok untuk keisengannya semata. Apalagi entah kenapa Bastian selalu membela Adelia di tiap-tiap kesempatan, dan mereka tinggal terlalu dekat.

Maretha memiliki signal curiga. Entah lah. Tapi setelah mendengar semuanya dari mulut Adelia, Maretha benar-benar yakin kalau gadis itu akan menjadi gangguan yang sangat potensial. Puncaknya adalah ketika Maretha membuka laci Bastian, yang berisi aneka teh. Kenapa laci itu bisa begitu identik dengan laci Adelia? Padahal dari awal kenal Bastian, jelas-jelas ia adalah pecinta kopi. Maretha benar-benar curiga dan kuatir. Apalagi Hisyam kemungkinan besar akan enyah, dan ia pasti urung kembali ke pangkuan Justin. Ia pasti mencari mangsa baru. Bastian. Tidak boleh!