BAB 54: Truth Or Dare

"Nah, lo lo pada tau kan ini botol coca-cola kosong", tanya Malik sambil menunjuk sebuah botol coca cola kosong yang tergeletak di meja. Malik, Adelia dan Lisa sedang duduk di teras gerai toko Subway sambil masing-masing baru saja selesai memakan roti lapis subway sepanjang 6 inchi. Malik dapat merasakan tegangan tinggi dari kedua wanita itu, ketika menyaksikan keduanya makan dengan kecepatan tinggi dengan mulut selebar goa. Apakah mereka ini menganggap Malik itu perempuan, sehingga mereka tidak ada malu, segan atau sungkan bertingkah seadanya.

"Ya orang gilak pun taunya kalo itu botol kosong. Trus napa rupanya?", tanya Lisa sewot sambil menatap botol kosong itu.

"Ih lu jangan emosi donk Lis, sabar donk. Lu marah-marah aja ntar cepet tua tau", goda Malik sambil mencoel pipi Lisa. Gadis itu membuang tangan Malik dari pipinya.

"BODO AMAT", kata Lisa lagi sambil menyeruput minumannya sampai habis. Sungguh, sejak awal Lisa dan Malik memang seperti pasangan suami istri yang selalu bertengkar, tapi selalu cepat berbaikan.

"Nah sekarang kita mau main nih. Nama permainannya, truth or dare. Jadi, gue bakal puter ini botol, dia muterrrrr, trus dia akan berhenti. Dimana ujung botol ini berhenti, misalnya elu nih Lis, nah elu kalah dahhh. Jadi, gue ama Adel bakal minta lu truth atau jawab pertanyaan sejujur-jujurnya, atau dare, dimana lu harus ngelakuin sesuatu. Gimana?", jelas Malik. Adelia mengangguk-angguk

"Iyaa, Bukan kek gitu loh rasanya mainnya. Kan harusnya kita bisa milih mau truth atau dare!", sewot Lisa lagi. Ia sebenarnya sedang malas bermain-main.

"Ya udahlah ini permainan baru. Ikutin aja. Nah, yang penting, apa pun yang kita omongin disini, adalah rahasia. Tapi, syaratnya adalah, kita bertiga nih, harus sejujur-jujurnya, gak boleh tersinggung, gak boleh marah, dan kalo disuruh sesuatu, lu harus mau. Gimana? Setuju", tanya Malik sambil melotot kepada sahabat-sahabat perempuannya itu. Adelia mengangguk patuh, sedangkan Lisa hanya melengos tanda tidak keberatan.

"Ah macam bodoh-bodoh pun. Ngapain maen-maen kek gini udah malam. Pulang yok pulang", pinta Lisa tambah sewot. Malik langsung mencengkeram pergelangan tangan Lisa, karena sepertinya gadis itu seakan ingin beranjak berdiri dan berjalan menuju asrama KV.

"Lu jangan galak-galak napa si Lis, gue tau lu muka Rambo hati Rinto. Udah aja, ikutin permainan, ok?", pinta Malik sambil menaik-naikkan alisnya dan tersenyum jahil.

"Enak aja, kau pikir bibir aku memble macam teripang? (Bibir Silverster Stalone pemeran Rambo memang agak memble).

"Siapa itu Rinto? Apa itu teripang?", tanya Adelia kebingungan.

"Ah lu lagi, lemot amat. Ya udah pokoknya kita main aja dulu. Ok?", tanya Malik. Lisa yang di goda seperti itu lantas menahan senyum dengan sekuat tenaga.

"Ya lu juga ngasi contoh susah-susah amat", kata Adelia sewot.

"Rinto itu penyanyi Batak jaman duluuuu, puas puas puasss?", tanya Lisa sambil melotot ke arah Adelia. Gadis itu mengangguk-angguk sambil tersenyum.

"Kalo teripang apa?", tanya Adelia lugu. Malik jadi emosi karena permainan belum dimula-mulai juga.

"Alaaah udah aaahh kita main aja dulu. Ok?", pintanya menahan sabar luas biasa. Akhirnya cowok itu memutar botol coca cola itu, dan ternyata berhenti di hadapannya. Cowok itu tersenyum penuh kemenangan, dan ia melihat ke arah mata Adel dan Lisa.

"Gimana, gimana? Ayo truth atau dare-in gue?", tanyanya sambil menunjuk wajahnya sendiri. Lisa dan Adelia tidak bergeming. Diam saja.

"Loh kok bengong sih? Ada banyak yang bisa lu lu pada tanyain ke gue. Misalnya ukuran celana dalam gue gitu! Atau nanya ada berapa mantan pacar gue, gitu. Ato suruh gue ngapain, gitu", jelas Malik.

"Gak penting Lik", jawab Adelia.

"Ish ngapain pulak aku harus tau ukuran kolor kau wak! Tabuuu kau tauuu Tabuuuu!", jawab Lisa sambil memonyongkan bibirnya. Namun akhirnya Adelia kemudian berfikir keras.

"Bisa dare apa aja? Bener? Apa ajaaa?", tanya Adelia. Malik mengangguk-angguk. Adelia langsung tersenyum manis.

"Sono, masuk lagi, dan beliin gue sandwich ayam 6 inci pake semua macam keju, tanpa salad, roti gandum buat sarapan besok", perintah Adelia sambil tersenyum penuh kemenangan.

"Ishh kalo gitu aku jugak lah. Menu yang sama Lik!", kata Lisa sambil bertepuk tangan. Tiba-tiba mood kedua gadis itu melonjak senang hanya gara-gara itu.

"Ish lu lu pade bisa gak sih dare-nya jangan yang pake duit. Bokek ni guweee", kata Malik sambil merogoh dompetnya. Ada 33 dollar terakhir untuk minggu ini. Roti lapis 2 bungkus tidak seberapa. Tapi melihat kedua temannya ini mulai luluh, adalah sesuatu yang mahal sekali. Ia tetap memasang tampang kesal, tapi dalam hati Malik, ia senang luar biasa. Ia meletakkan uang 15 dollar di meja bundar itu.

"Nah ok kita puter lagi ya", kata cowok itu sumringah. Ketika botol itu berhenti, ternyata botol itu berhenti lagi ke arah Malik. Cowok itu langsung melotot, sedangkan Adelia dan Lisa tertawa terbahak-bahak.

"Gimana Lis, pesan cookies coklat kita?", tanya Adelia jahil sambil menyodorkan tangannya ke arah Malik meminta tambahan uang. Lisa tertawa terbahak-bahak sambil memukuli punggung Malik. Cowok itu tentu saja, menatap lemah dompet yang belum sempat ia masukkan ke saku celananya.

"Ya udah ya udah tapi abis ini gak ada lagi dare buat guwe ya. Nanya doank bolenya. Kagak bole yang pake duit lagiiiii.", jawabnya lemas sambil mengeluarkan uang 5 dollar dari dompetnya.

"Oke kita puter lagi ya", kata Malik sambil memutar botol itu. Ternyata botol itu berhenti di hadapan Adelia. Lisa yang tadi sudah mulai tersenyum, memasang tampang serius.

"Adelia, tell me the truth. Sejak kapan lo suka sama Justin", tanya Lisa. Malik menelan ludahnya dengan keras. Ia tidak menyangka Lisa langsung membuka pertanyaan sepenting itu. Adelia tampak gugup. Ia tidak mungkin berbohong, tapi mengatakan hal yang sebenarnya disini, hanya berarti bunuh diri. Ia mencoba berfikir serius. Bila ia seorang PR, jawaban apa yang paling mungkin ia utarakan…

"Lis, sebenarnya gue tuh ga suka sama Justin. Suer. Gue cuma ngeliat dia itu, mirip banget sama seseorang yang harusnya gue sayangin", kata Adelia. Lisa dan Malik terperanjat. Mereka belum pernah mendengar soal mantan-mantan pacar Adelia.

"Mantan?", tanya Malik. Adelia menggeleng lemah.

"Jadi, gue itu cuma...apa ya, mungkin pas dia deket ama gue, ada rasa nyaman aja. Karena mereka mirip. Cuma itu. Kalo ditanya gue suka atau enggak sama dia, gue bisa bilang, kayaknya gue gak suka. Kamuflase aja. Buktinya kalo gue suka, kenapa gue tetap stay sama Hisyam walau gue udah bonyok-bonyok begini", kata Adelia sambil menunjuk wajahnya yang memang pernah bonyok.

"Jadi napa lo kissing ama Justin?", tanya Lisa. Adelia tergagap sebentar. Ia mencoba memproses otaknya dengan cepat agar dapat memberikan jawaban dengan krisis terkecil.

"Lu liat gak gue kissing sama Justin?", tanya Adelia pelan sambil mencoba menarik nafas pelan-pelan agar tidak terlihat grogi. Malik dan Lisa menggeleng pada saat yang bersamaan. Benar juga, hanya Hisyam yang melihat. Hanya Hisyam dengan pengaruh narkoba, yang kredibilitasnya di ragukan menyaksikan ciuman itu.

"Waktu malam itu, Justin gak tau kenapa datengin gue yang lagi jalan. Gue emang abis minum ama temen, dan agak sempoyongan. Dia nangkep gue, trus nyium gitu aja. Pas banget Hisyam lagi disitu. Jadi gak bener kalo gue yang nyium Justin!", kata Adelia mencoba menjelaskan. Intinya begitu kan? Yang penting bukan Adelia yang memulainya.

"Oke oke oke, kita simpan pernyataan lainnya untuk nanti", kata Malik yang sudah mulai memutar kembali botol itu. Ia melihat sebenarnya Lisa masih memiliki pertanyaan yang lain. Tidak disangka, botol itu mengarah ke Lisa.

"Nah, bagus deh. Gue dare elu Lis, nampol di Adelia. Lu kesel kan ama dia? Mau jambak ama nampar cewek ini, nah sekarang nih saatnya hihihi", kata Malik sambil menggosok-gosokknya telapak tangannya. Adelia melotot ke arah Malik, Lisa justru kebingungan.

"Yang bener aja lu Lik, ini pipi guwe baru juga beres lebamnya", bisik Adelia kepada Malik. Malik langsung menyeret bahu Adelia mendekatinya dan berusaha berbisik sesuatu.

"Lu santai aja mak, si Lisa ini tampangnya aja yang mirip gundoruwo lagi emosi, tapi intinya dia sayang mak ama elu. Uda lu tenang aja!", kata Malik sambil terkekeh-kekeh. Tapi Adelia ragu. Apalagi seketika Lisa yang mendengar bisikan-bisikan mereka (tentu saja), kontan berdiri di harapan Adelia. Malik dan Adelia berusaha menahan nafas mereka. Apa kira-kira yang akan Lisa lakukan?

Tangan panjang dan besar Lisa, kontan mengayun dari atas kepalanya ke arah Adelia, siap-siap menampar Adelia! Tapi ketika tangan itu yang melayang secepat kilat akan menampar pipir Adelia, ia berhenti tepat 1 senti dari pipi mulus itu. Adelia yang sudah bersiap-siap menerima tamparan itu, masih memicingkan matanya dan seluruh permukaan kulit di wajahnya berkerut-kerut. Seakan-akan kulit yang bergelombang itu bisa menahan sakit tamparan Lisa. Ia mencengkeram ujung gaunnya kuat-kuat.

Tidak ada yang terjadi, selain tangan itu melayang di dekat pipi Adelia. Sedetik, dua detik, tiga detik, dan Lisa pun frustasi. Walau ia murka luar biasa, entah kenapa ia tidak bisa menyakiti fisik sahabatnya itu. Bagaimanapun, sudah berbulan-bulan mereka bersahabat dan sudah seperti saudara. Masa sih gara-gara seorang cowok, mereka jadi begini?

"Uggghhh rasain kau Del! Memang tega kauuuu tegaaa tegaa tegggaaa. Benci aku sama kauuu benci benci benciii", kata Lisa gemas sambil menjewer kedua pipi Adelia ke segala arah. Pipi Adelia yang sudah seperti Squshy, sebentar lagi akan menjadi slime bila tidak segera di hentikan. Adelia terharu melihat perlakuan sahabatnya itu. Ia memegang lembut kedua tangan Lisa yang masi menempel di pipinya, sehingga gerakan menggonyoh itu berhenti secara perlahan. Ada rasa bersalah menyeruak, dan bangga akan kebesaran hati Lisa.

"Nah nah nah udah puas lo kan Lis, udah nyiksanya lanjut lagi nanti pas giliran Adelia. Sekarang duduk! Gue puter lagi", kata Malik antusias sambil memutar botol itu. Ia bangga karena ada kemajuan dengan sahabatnya-sahabatnya itu. Adelia masih belum berhenti tersenyum ke arah Lisa yang mencoba untuk duduk kembali. Tidak di sangka, sekarang botol mengarah ke Adelia.

"Eh sekarang guweee, guwe mau nanya. Jadi sebenarnya Del, lu tu sukanya ama siapa sih?", tanya Malik. Ia sebenarnya sedang mengalihkan fokus Justin dari pikiran Adelia dan Lisa. Semoga saja jika Adelia menyebut nama orang lain, Lisa bisa lebih memaafkannya.

Adelia terdiam. Mungkin sebenarnya sudah saatnya mengatakan kepada Malik dan Lisa yang sebenarnya. Toh mereka adalah teman terdekat Adelia.

"Sebenarnya, gue tuh gak boleh suka ama siapa-siapa. Gue tuh uda dijodohin sama seseorang dari gue kecil. Setelah gue wisuda dari sini, gue harus balik ke Jakarta dan nikah sama dia", kata Adelia dengan wajah yang sendu. Lisa dan Malik yang baru pertama kali mendengar ini, terkejut dan mendekatkan wajah mereka ke Adelia.

"Serius Del?", tanya Malik dan Lisa bersamaan. Adelia mengangguk.

"Iya gaes, gue selama ini gak pernah punya pacar. Karena orangtua gue gak mau gue berhubungan sama laki-laki lain. jadi keluarga kita itu emang uda deket sejak mama-mama kita gadis. Papa-papa kita malah bikin perusahaan bareng. Dan mereka tuh ngarepin dia ama gue nerusin usaha-usaha mereka. ", terang Adelia. Malik dan Lisa kontan bergeleng-geleng kepala mendengar penjelasan Adelia yang seperti sinetron jaman dahulu.

"Tapi gue minta kompensasi ama cowok itu. Kita bikin perjanjian lah. Jadi selama gue ada disini, masih kuliah, dia gak bakal ganggun kehidupan gue. Mau gue pacaran ama siapa, pergi kemana, temenan ama siapa, dia ga boleh ikut campur. Gitu juga dengan dia. Gue bakal kasi dia kehidupan yang sebebas-bebasnya, sampai akhirnya gue lulus. Baru deh kami akan nikah, dan bekerja di perusahaan orang tua kami", kata Adelia dengan tampang yang lebih sendu lagi.

"Ya ampun Del, kok kau baru cerita sih? Jadi dengan waktu yang sependek ini, ngapain kau abisin waktu sama laki-laki kasar kek gitu?", tanya Lisa. Tidak ia sadar, sekarang tangan Lisa sedang menggapai tangan lemah Adelia. Ada rasa hangat menjalar di hati Adelia.

"Gue....gue.... gue gak tau caranya Lis. Gue bener-bener gak nyangka Hisyam orangnya begitu. Entah kenapa gue tuh gak berani kalo uda di depan dia. Dia itu bisa banget maksain gue. Tapi gue rela Lis, dipukulin ampe gimana banget ama Hisyam lagi, asal lu gak marah lagi ama gue. Sumpah Lis, gue gak ada pernah kepikiran buat ngerebut Justin dari elo. Percaya ama gue Lis...hikss...hikss...", pinta Adelia yang sudah mulai terisak. Karena memang itu yang sejujurnya. Begitu Adelia tau Lisa dan Justin jadian, ia mundur teratur.

Lisa yang melihat sahabatnya itu menangis, mencoba menguatkan hatinya. Bagaimanapun, ia masih sakit hati, tapi ia tidak tega melihat Adelia. Memang benar, menyukai seseorang adalah permainan hati. Mau sebesar apapun rasa suka Lisa terhadap Justin, belum tentu bisa membelokkan perasaan cowok itu agar menyukainya. Salah siapa bila Justin ternyata menyukai Adelia? Itu semua permainan hati...namun tidak ada yang kalah dan menang disini.

"Sekarang mana calon kau itu?", tanya Lisa serius. Adelia gelagapan. Ia belum mau membuka identitas Bastian.

"Ada, dan dia sabar menanti. Bahkan sekarang dia sedang punya pacar juga kok. Kita fine-fine aja. Aku gak cemburu sama dia, dan dia juga gak cemburu liat aku punya pacar. Yang penting sesuai perjanjian aja, begitu aku wisuda, aku balik ke Jakarta untuk nikah sama dia.", jawab Adelia.

"Ih kok bisa kelen kayak gitu ya. Cemana kalian nanti nikah tanpa cinta? Gak tersiksa kau nanti?", tanya Lisa dengan penuh iba. Adelia mengangkat bahunya. Ia juga belum memikirkan, bagaimana kehidupannya nanti bersama Bastian tanpa cinta.

"Ya udah jalanin aja. Mungkin karena itu kali ya, gue tu pasrah aja di gamparin Hisyam. Mungkin dalam bawah sadar gue, gue tuuuu, sedang latihan untuk nahan perasaan, untuk pasrah, untuk terima aja apa yang dikasi ama gue. Gak usah pake protes-protes", jelas Adelia.

"Gak Del, kita semua berhak bahagia. Kau juga. Kau berhak milih mau dengan siapa kau nanti agar bisa bahagia. Kau harus fight!", usul Lisa. Adelia menggeleng-geleng lemah.

"Ya gini, makanya selama disni gue ngerasa pengen have fun, bebas sana bebas sini, karena waktu gue gak banyak. Tapi gue tu malah nyakitin hati banyak orang…", kata Adelia lemah. Lisa dan Malik pun tertunduk.

"Ya udah, cari cowok lagi, toh wisuda masih lama kok. Susah amaattt", kata Malik dengan santai. Lisa kontak menoyor pipi cowok itu. Malik memutar kembali botol itu, dan tiba-tiba botol itu berhenti ke arah Lisa.

"Del, sekarang giliran elu, terserah si Lisa mau lu apain aja! Mau lu tampar, mau lu guyur, terserah!", kata Malik sambil menunjuk Lisa. Kedua gadis itu tercekat. Adelia langsung berdiri menghadap Lisa, yang kontan membuat gadis Batak itu terkejut bukan main. Mau apa si Adelia?

"Lis, gue tantangin elu, untuk maafin gue. Lu bisa gak maafin gue? Lu mau gak jadi sahabat gue SEUMUR HIDUP?", tanya Adelia tegas dengan mata berair. Ia berusaha menahana tangis, tapi air mata itu keluar begitu saja. Lisa bergetar... Ia kemudian berdiri dan memeluk Adelia. Kedua gadis itu terisak-isak.

"Maafin gue Lis...maafin gue... pliss bantu gue. Kalian itu orang terpenting dalam hidup gue disini...", kata Adelia sambil terus terisak. Malik yang sudah tidak tahan lagi, akhirnya ikut berdiri dan memeluk kedua sahabatnya yang masih berpelukan.

"Adel, Lisa, kita harus saling menguatkan ya...", kata Malik lembut. Ia bersyukur, permainan konyol itu akhirnya meluruhkan semua amarah dan kembali merekatkan mereka.