Ciuman Yang Mewakilkan Begitu Banyak Rasa

"Kenapa Kamu memblokir semua kartu milikku?" Anna menatap marah kearah Sebastian yang dengan tenang duduk di kursi kerjanya.

Ruang kerja sebastian di dominasi warna gelap. tetap teras klasik dengan beberapa lukisan abstrak yang menempel di dinding ruangan.

"Kenapa Kamu menolak kartu yang di berikan Smith?" jawab Sebastian dengan pertanyaan. Baju tidur berwarna putih yang terbuat dari sutra membuat tubuh mungil Anna begitu menggoda bagi Sebastian. Apalagi rambut yang di sanggul asal menampilkan leher mulus yang membuat Sebastian ingin menghujaminya dengan ciuman.

"Apa karena itu?" tanya Anna tak percaya, "Aku tidak harus selalu mengikuti apa yang Kamu mau, Aku punya pilihan. Kamu harus menghormati keputusanku."

"Begitukah? Apa Kamu pernah menghormati keputusanku?" Sebastian duduk di kursi kerja dengan tangan di lipat kedada. Ia menatap Anna yang saat ini ada di hadapannya, jarak mereka hanya terpisah oleh meja kerja Sebastian.

"Annaya apa harus dengan cara lain Aku mengingatkan statusmu? Aku pikir Kamu bukan wanita yang bodoh untuk tidak bisa memahami maksudku." Anna yang mendengar itu menjadi resah karena ia cukup tau arti dari ucapan pria ini.

"Tapi bukan berarti Kamu bisa bertindak seenaknya, dengan memblokir semua kartuku."

"Aku bisa bertindak lebih dari itu." Dengan tegas Sebastian membalas ucapan Anna.

"Bisakah Kita menjalani hari tanpa ikut campur urusan satu sama lain?" tanya Anna.

"Tidak bisa," jawab Sebastian tenang.

"Gunakan kartu itu untuk keperluanmu selanjutnya, jika berani melawan lagi maka Kamu akan lihat hal mengerikan apa yang bisa Aku lakukan."

"Kamu pikir Aku akan membiarkan itu terjadi Annaya. Aku suamimu dan Kamu tanggung jawabku. Cukup ikuti konsep ini maka Kamu tidak akan terluka," ucapnya lagi.

"Apa begini caramu menjalani hidup? Memaksa orang lain untuk mengikuti maumu," cibir Anna.

"Keluar!" Seru Sebastian.

"Kenapa? Kamu tersinggung Tuan? Biar Aku katakan padamu sekali lagi, Aku tidak akan pernah mengakui pernikahan ini, dan juga mengakuimu sebagai Suamiku. Sampai matimu pun tidak. Dan satu lagi Aku tidak takut akan semua ucapanmu itu, jika harus Aku bayar dengan kematian maka--," ucapan Anna terhenti kala bibir Sebastian membungkam bibirnya.

Anna tidak tau sejak kapan Sebastian mendekat kearahnya dan langsung mencium bibirnya dengan rakus. Salahkan dirinya yang tidak bisa menghindar saat pria ini menciumnya tanpa izin.

Kali ini Sebastian tidak perduli dengan tatapan dan rasa sakit hati Anna karena perbuatannya. Cukup sudah Dia membiarkan Anna mengucapkan hal yag membuatnya marah dan kesal. Sebastian menggigit bibir bawah Anna agar Anna membukanya dan Ia bisa menikmati seluruh isi dari bibir manis milik istrinya.

"Eugh ...." Lenguh Anna saat merasakan sakit di bibir bawahnya. Dan Sebastian semakin brutal mencium bibir Anna.

Sebastian menumpahkan semua perasannya, dengan tangan besarnya ia merengengkuh Anna, menahan kepala Anna dengan tangan kanannya agar Anna tidak bisa berontak. Ciuman itu terasa sangat membara penuh hasrat, seolah Sebastian sedang meminum air di tengah padang pasir.

Ciuman itu cukup lama, Anna hanya bisa diam sambil menutup mata layaknya mayat hidup. Ini bukan kali pertama Ia di perlakukan seperti ini tapi baru kali ini ia merasakan ciuman Sebastian yang membara. Ciuman yang seolah mewakilkan begitu banyak rasa.

Setelah puas mencium bibir Anna. Sebastian membawa Anna kedalam pelukannya. Pelukan yang terasa hangat dan menenangkan, sambil mengelus kepala Anna dan menciumi pucuk kepala istrinya ia berkata, "jangan berkata atau melakukan sesuatu yang Aku tidak suka Annaya, Aku bukan pria sabar. Aku sudah mengambil alih tanggung jawab atasmu jadi biarkan Aku melaksanakannya."

Anna merasakan detak jantung Sebastian yang berdetak dengan cepat, ini pertama kalinya Anna mendengar detakan itu setelah pendonoran jantung. Tanpa sadar Anna mengangkat tangannya dan meraba dada Sebastian, dan merasakan detak jantung itu dengan mata terpejam. Begitupun Sebastian yang menikmati sentuhan Anna untuk pertama kalinya.

"Dengarkanlah semua yang Aku ucapkan di masa depan Annaya. Jika Kamu tidak bisa melakukannya untuk dirimu sendiri, lakukanlah untuk anak yang begitu memujamu." Sebastian semakin mengeratkan pelukannya.

"Detak jantungnya masih sama," gumam Anna tanpa sadar. Anna menikmati detak jantung itu dengan hati yang berkecamuk. Harusnya detak jantung ini milik pria yang di cintainya.

"Keluarlah." Sebastian melerai pelukannya dan berkata dengan dingin kepada Anna. Hatinya merasa sakit mendengar Anna mengucapkan hal itu.

Anna seperti merasa kehilangan sesuatu saat Sebastian melerai pelukannya. Ia juga bisa merasakan tubuh Sebastian yang hangat begitupun dengan nafasnya.

'Apa pria ini sakit.' Batinnya. Namun Anna enggan bertanya, lagipula Sebastian memiliki stamina tubuh yang bagus mana mungkin ia bisa mudah jatuh sakit pikir Anna.

"Brayn menunggumu sepanjang malam, Ia ingin memberikanmu pie susu." Setelah mengatkan itu Anna pergi meninggalkan uang kerja Sebastian.

Sebastian yang membelakanginya, memejamkan mata saat Anna mengatakan hal itu. Sakit kepala yang sedari tadi menyerangnya membuat ia menyangga tubuh dengan kedua tangan yang memegang meja kerjanya.

'Bahkan Dia tidak sedikitpun merasakan tubuh panasku' Sebastian tersenyum pahit di kala dirinya berharap jika Anna sedikit peduli padanya.

****

Setelah merasa lebih baik, Sebastian meninggalkan ruang kerjanya menuju pantry, dan mencari pie susu yang ingin di berikan Brayn untuknya. Namun ia melihat Anna yang sedang membuat secangkir teh madu.

"Teh ini akan cocok saat kamu makan dengan pie susu," ucap Anna tiba-tiba. Tadinya ia ingin membawakan ini untuk Sebastian sebelum Ia kembali ke kamarnya.

"Jangan salah paham. Bukankah tadi Kamu yang mengatakan jika Aku harus melakukannya untuk putraku? Ia akan kecewa padaku jika tau Aku mengabaikan Papanya." Anna menjelaskan saat merasakan tatapan Sebastian yang bingung.

"Jadi ingin bersandiwara?" cibir Sebastian yang sudah duduk di kursi.

"Tidak. Kebetulan Aku yang memberi tahumu tentang pie ini." Setelah mengucapkan itu Anna meninggalkan Sebastian seorang diri yang duduk di kursi bar.

"Buatanmu?" Suara Sebastian menghentikan langkah Anna.

"Jika karena buatanku, Kamu tidak ingin memakannya. Buanglah ketempat di mana Brayn tidak akan bisa menemukan pie itu besok pagi." Anna kembali melanjutkan langkahnya kembali kekamarnya.

"Jika kamu pikir Aku akan membuang pie ini, lalu kenapa Kamu membuatkan teh madu ini," gumam Sebastian. Dalam diam ia menikmatinya dengan suasana hati yang menghangat. Entahlah karena wanita itu kini perasaannya sering berubah-ubah.

Sebastian melngkahkan kakinya menuju kamar putranya. Dengan hati-hati ia membuka kamar itu dan mendekati ranjang. Dapat ia lihat putranya tidur dengan pulas. Sebastian memperhatikan anak itu dalam diam dan tatapan yang rumit.

Puas memandaginya, Sebastian pun pergi meninggalkan kamar itu dan kembali keruang kerja. Saat ini putuskan untuk tidur di ruang kerja.

Anna masih terngiang semua ucapan Sebastian beberapa waktu lalu, nada bicara Sebastian sangat aneh, dan entah kenapa Anna menurut begitu saja. Padahal pria itu suka bertindak seenaknya.