Semu

Reyn tengah memakai jam tangan. Jam tangan pemberian ayahnya, yang pernah ia simpan saja semenjak kepergiannya. Ia kembali memakai jam tersebut karena suatu alasan. Yaitu, ia sudah bisa menerima kepergian Ayahnya tersebut. Dan keceriaannya sudah kembali lagi.

DI latar jam tangan tersebut tertulis inisial "RR" dan dilingkari oleh ikatan rantai. Dua huruf tersebut merupakan inisial dari Namanya dan nama orang yang cukup berarti di hidupnya.

Lalu, terdengar suara Ibunya memanggil.

"Rey, kamu udah siap? Riandra udah nungguin di luar."

"Iya, Bu."

Reyn bergegas memakai tasnya seraya berjalan keluar dengan buru-buru.

***

Riandra langsung tersenyum berseri ketika Reyn keluar dari rumah.

"Hai!"

"Hey."

Reyn juga tersenyum ke arah Riandra. Lalu, mereka berjalan berbarengan.

"Kenapa gak masuk ke dalam?"

"Gak ah. Sekarang, kan, kamu udah kembali ceria. Gak perlu aku tarik-tarik lagi buat sekolah."

Reyn merasa malu dan berusaha menyembunyikannya dari Riandra.

***

Elena duduk di sebelah kiri meja, yang biasanya ia duduk di sebelah kanan menempel ke tembok. Sekarang Saly yang duduk di sebelah kanan.

"Lo udah ngerjain tugas puisi belum?"

Elena terkejut mengingat hal tersebut.

"Ah iya, belum."

"Gue juga belum."

"Terus gimana, dong?"

"Ya, dikerjain lah, sayang. Gimana, sih? Anak pinter, kok, panikan?"

Elena berdiri dan hendak pergi ke perpustakaan.

"Ya udah, gue ke perpus dulu. Mau nyari buku tentang puisi, soalnya gue gak punya gambaran buat bikin puisi apa."

Saly menggeleng-gelengkan kepalanya menyaksikan kepanikan Elena.

***

Elena berlari cukup kencang. Sehingga saat ada orang yang keluar dari perpustakaan seraya membawa tumpukan buku-buku, Elena tidak sempat mengerem. Akhirnya, mereka saling bertubrukan dan terjatuh. Buku-buku yang dibawa orang tersebut pun berserakan.

Dan ternyata itu Reyn yang sedang membawa buku-buku modul, untuk dipakai kegiatan belajar mengajar hari ini.

Reyn marah-marah seraya mengumpulkan buku-buku tersebut.

"Aduh, liat-liat dong kalo mau masuk."

Elena meminta maaf.

"Ya, gue minta maaf. Gue emang suka ceroboh kalo lagi panik."

Ketika mengetahui itu Elena. Reyn pun jadi merasa bersalah sudah memarahinya.

"Eh, El. Mm, maaf, deh kirain bukan lo yang nabrak gue."

"Udah, gak pa-pa. Sini gue bantu kumpulin bukunya."

Tidak sengaja Elena menyentuh tangan kiri Reyn, alhasil mereka berdua terdiam dan saling tatap. Lalu, bergegas berdiri seraya membawa buku-buku yang berhasil mereka kumpulkan masing-masing.

"Ya udah, sini satuin bukunya sama yang gue pegang."

Seraya menunduk menahan malu, Elena menaruh buku-buku tersebut di atas buku-buku yang sudah ada di tangan Reyn.

Elena masih menunduk malu, lalu hendak berlalu. Namun, Reyn menghentikannya.

"Tunggu. Lo nyari buku apa ke perpus? Terus, lo kenapa panik tadi?"

Dengan sedikit malu Elena menjawab.

"Gue belum ngerjain tugas puisi. Gue ke perpus mau nyari buku puisi buat referensi. Dan, gue emang panikan kalo ada tugas yang belum gue kerjain dan waktunya mepet kayak gini."

"Oh. Ya udah, gue punya buku puisi. Lo gak usah nyari di perpus. Nanti lo malah makin panik, lagi."

Elena menghembuskan nafas lega.

"Ayo, kita balik ke kelas."

Elena mengangguk dan menyusul Reyn yang sudah berjalan lebih dulu.

***

Elena berjalan sembari sedikit menunduk. Lalu, perhatiannya tertuju pada jam tangan Reyn yang terpasang di tangan kirinya. Elena merasa heran, karena sebelumnya Reyn tidak memakai jam tangan tersebut.

Karena penasaran, Elena mencoba meneliti jam tangan tersebut. Jam tersebut adalah jam analog biasa, namun ada ornamen khusus di dalamnya. Ada hiasan rantai dan juga tulisan "RR" di tengah rantai tersebut.

Kemudian Elena merenung. Karena, menduga inisial "RR" itu adalah Reyn dan Riandra. Memang benar kata Saly, ia tidak boleh sampai jatuh cinta dengan Reyn.

Reyn menyadari perubahan sikap Elena.

"Hey, lo kenapa?"

Elena tersadar dari lamunannya.

"Eh, nggak. Gue gak pa-pa."

Elena berpikir, apakah bertanya atau tidak tentang jam tangan tersebut. Akhirnya, Elena memberanikan diri dan dengan hati-hati ia bertanya.

"Rein, jam tangan lo itu..., dari siapa? Kok, gue baru liat lo make jam tangan?"

"Oh, ini dari ayah. Sempet gak gue pake, tapi sekarang gue pake lagi. Intinya, gue make jam ini lagi, karena gue udah ikhlas dengan kepergian Ayah."

Elena menanggapinya hanya dengan menganggukkan kepalanya.

***

Reyn dan Elena tengah melewati kelas Riandra. Dan, jendelanya tidak tertutup tirai. Alhasil, teman sebangku Riandra bisa melihat mereka.

"Ri, itu si Rey, kan? Di sampingnya itu siapa?"

Anita bertanya kepada Riandra seraya menyikutnya perlahan.

Riandra menoleh ke arah yang sama.

"Mana?"

Riandra memperhatikannya dengan saksama.

"Oh, itu. Dia si Elena, anak pindahan itu, yang sekelas sama Rey."

"Apa lo gak ngerasa jadi punya saingan? Gue liat-liat mereka akrab banget, deh."

"Nggak lah. Gue sama Rey udah deket dari kecil, gak mungkin Rey berpaling dari gue."

Riandra sangat percaya diri.

"Tapi lo harus tetep waspada sama tuh cewek. Kalo bisa, lo kasih dia peringatan."

Riandra cukup setuju dengan saran temannya itu. Ia akan memperingati Elena, jika terindikasi ada tanda-tanda Elena suka dengan Reyn.

***

Seperti biasa Riandra hendak main ke kelas Reyn di kala istirahat. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Reyn dan Elena berada di bangku yang sama. Mereka tengah membaca sebuah buku serta terlihat cukup asyik.

"Rein, yang ini maksudnya apa?"

"Oh, ini. Kalo ini..."

Tiba-tiba Riandra merasa ada yang menekan dadanya cukup kuat. Membuatnya sedikit sulit untuk bernafas. Dan entah kenapa, langkahnya membawanya kembali keluar kelas secara perlahan. Air mata pun mulai menetes.

Evan dan Vino yang baru kembali dari kantin, terkejut melihat Riandra keluar dari kelas sembari terisak.

"Ri, lo kenapa?"

Riandra tidak menjawab. Ia mempercepat langkahnya seraya melewati mereka berdua.

Vino terheran-heran dengan sikap Riandra. Sedangkan, Evan mengira ini ada kaitannya dengan Elena.

"Dia kenapa, sih?"

"Gue gak tau. Malah nanya ke gue."

Evan bergegas masuk ke dalam kelas. Dan menemukan Reyn dan Elena sedang duduk sebangku. Evan pun menahan rasa kesalnya kepada Reyn dan berpura-pura tidak tahu apa-apa.

Namun, Vino memberitahukan kepada Reyn jika ia baru saja melihat Riandra menangis.

"Rey, tadi si Riri nangis kenapa, ya?"

Reyn tiba-tiba berdiri dan terkejut mendengar pertanyaan dari Vino.

"Apa? Riri nangis?"

Elena langsung merasa bersalah ketika mendengar hal tersebut. Karena, ia bisa memastikan jika Riandra menangis karena melihat Reyn tengah bersamanya.

"Iya, tadi gue sama Evan liat dia keluar dari kelas sambil nangis."

Reyn melihat ke arah Evan, dan mendapati raut wajah Evan yang menyimpan kekecewaan padanya. Evan sedikit memalingkan pandangannya dari Reyn. Lalu, Reyn pun merenung.

***

Riandra tengah berjalan sendirian di lorong sekolah. Lalu, tiba-tiba ia kaget dan tubuhnya tersentak, saat ada seseorang yang menyentuh bahunya dari belakang.

Reyn menyapa Riandra dengan senyuman hangat.

"Hey!"

"Hai," jawab Riandra terdengar tidak bersemangat.

Reyn memasang muka heran.

"Kamu kenapa?"

"Aku gak papa, kok," jawab Riandra berbohong sambil berusaha tenang. Karena, tidak ingin Reyn mengetahui dirinya tengah memikirkan hal yang sudah melukai hatinya tersebut.

Reyn kembali menunjukkan keceriaannya dengan tersenyum. Namun, itu malah terasa semu oleh Riandra. Bahkan, cenderung menyayat hati. Karena, senyumannya itu bukan dikarenakan dirinya. Melainkan orang lain.

"Ya udah, yuk, pulang," ajak Reyn sambil menunjukkan raut muka yang berseri.

Riandra hampir meneteskan air matanya. Namun, ia bergegas berjalan meninggalkan Reyn seraya memberi alasan kepada Reyn.

"Aku ada urusan dulu. Jadi, gak bisa pulang sama kamu."

Riandra pergi dengan menyisakan Reyn yang keheranan dengan sikapnya. Namun, Reyn mulai sadar, Riandra seperti itu karena melihatnya bersama dengan Elena. Dan Riandra berusaha menyembunyikan rasa sakitnya itu.

Reyn mulai melangkah, di pikirannya terus memproses bagaimana cara ia menjelaskannya kepada Riandra. Jika perasaannya pada Riandra sudah hilang dikarenakan peristiwa pahit itu. Tanpa harus menyakiti perasaannya.

***

Reyn keluar rumah, lalu melihat ke arah rumah Riandra yang tampak sepi. Tak ada tanda-tanda Riandra keluar dari rumah, setelah ia amati beberapa saat.

Lalu, Reyn mulai berjalan. Seraya sesekali melihat ke belakang. Hanya saja, yang ia harapkan tidak kunjung datang juga.

***

Sampai di sekolah, Reyn langsung menuju ke kelas Riandra untuk memastikan keberadaannya. Namun, yang ia jumpai hanya temannya. Dan temannya itu memberitahukan kalau Riandra sakit. Reyn tahu, kata "sakit" di sini merujuk ke sakit hati.

Reyn pergi dari sana seraya merenung. Mencoba membuang dulu pikiran untuk menjelaskan perasaannya tersebut. Yang terpenting saat ini adalah menenangkan hati Riandra. Agar kembali ceria.

***

Di kelas, Elena memperhatikan Reyn yang masuk ke dalam dengan raut wajah sedikit muram. Elena kembali merasa bersalah. Ia seharusnya tidak dekat dengan Reyn. Mulai sekarang, ia harus menjauh dari Reyn. Mumpung rasa sukanya kepada Reyn masih semu.