Enam belas

Aku sudah membeli ponsel baru, berkat uang dari tabunganku. Masih jam 2 siang, aku sudah berada di kost, ini karena Bapak Steven memenuhi janjinya untuk memperbolehkanku pulang selepas meminta tandatangan Bapak Adi.

Terimakasih banyak untuk kebaikan Bapak Steven hari ini.

Aku menyimpan nomor milik Robby dan juga juga Daniel, karena hanya nomor itu yang kupunya.

Aku mencoba menghubungi Daniel,

"Halo". Daniel menjawabnya dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.

"Hai Daniel, ini aku Davina, apakah kamu masih ingat aku?".

"Davina, akhirnya kamu punya ponsel juga".

aku tertawa mendengarnya.

"Benar, Boss tempat kubekerja membantuku mendapatkan berkas penting milikku, Syukurnya buku tabungan ku ada disana dan masih bisa terselamatkan".

"Syukurlah kalau begitu". Suara helaan nafas lega Daniel terdengar dari ujung sana.

"Mari jumpa hari ini, aku ingin mentraktirmu makan, sebagai ucapan terima kasihku atas bantuanmu kemarin".

"Benarkah?".

"Heum....aku ingin berterimakasih kepadamu secara langsung. Dan juga ingin membawa beberapa makanan untuk Ibumu sebagai ucapan terimakasih kepada beliau".

"Tidak perlu Davina."

"Tolong niat baikku jangan dihentikan olehmu Steven".

Potongku cepat, membuat Daniel tertawa terbahak-bahak diujung sana.

"Baiklah kalau begitu mari kita berjumpa sore ini".

Selesai menentukan tempat dan jadwal kami berjumpa, aku bergegas mandi. Membersihkan badanku yang lengket penuh keringat dan juga merapikan sedikit penampilanku.

Tidak lupa membawa dompet dan juga ponselku di dalam tas sandang kecil berwarna coklat muda.

"Hai". Daniel mengangkat tangannya, memberitahukan tempatnya duduk diruangan ini.

Aku tersenyum kearahnya, Daniel menurunkan tangannya membalas senyumku. Aku berjalan menghampiri tempat nya duduk.

"Sudah pesan?"

Daniel menggeleng,

"Kenapa?"

"Aku menungggumu, takutnya saat aku memesan makanan paling mahal disini kamu tidak datang". Aku tertawa mendengar candaannya, berdekatan dengan Daniel bisa membuatku lebih mudah tertawa.

Pasti aku akan awet muda saat berteman dengannya .

Kami sudah selesai memesan makanan dan kami berbincang-bincang sembari menungggu pesanan kami datang.

"Davina". Aku sontak berbalik saat mendengar suara itu, suara itu terdengar familier di relingaku. Astaga ternyata benar itu suara Pak Steven , dirinya tengah berdiri dibelakangku dengan dua orang pria yang mungkin saja klien nya. Itu berarti Pak Steven lebih dulu berada di kafe ini sebelum aku datang.

"Eh ia Pak". Aku langsung berdiri menunduk sopan dihadapannya.

"Perkenalkan dia ".

"Kamu ngapain disini?". Steven langsung memotong ucapanku saat ingin memperkenalkan Daniel, memberiku tatapan tajam nya.

"Saya ingin mentratirnya makan Pak, sebagai ucapan terimakasih saya atas".

"Dalam satu jam lagi kamu datang kerumah saya, ada banyak kerjaan disana yang segera kita selesaikan". Selesai mengatakan hal itu steven dan dua orang yang berada di sebelahnya ikut keluar.

"Itu Boss kamu?"

Aku mengangguk mengiayakan ucapan Daniel, lalu duduk kembali.

"Sifatnya, astaga sering membuat kepalaku ingin pecah". Jelasku, Daniel hanya tersenyum lembut.

"Melihat sikap dan tatapannya saja aku sudah bisa membayangkan perlakuannya kepadamu,".

"Maksudmu?".

"Aku juga seorang karyawan, jadi hal yang wajar jika aku tau keadanmu saat bekerja dibawah atasan yang memiliki sifat menjengelkan seperti itu.".

"Kamu kerja dimana?"

tanyaku sedikit penasaran

"Adi Jaya Grup".

"Benarkah? Hari ini aku baru saja kekantor mwndatangi Adi jaya Group. Meminta tanda tangan Bapak Adi pemilik perusahaan itu.".

"Tidak menyangka dunia begitu sempit".

Aku mengangguk menyetujui ucapannya.

Tidak lama kemudian semua pesanan kami telah dihidangkan, kami mulai memakannya sambil sesekali berbincang-bincang.

"Daniel, maaf sepertinya aku belum bisa bersilahturahmi hari ini kerumahmu untuk menjumpai Ibu. Aku harus kerumah Boss ku, Bapak Steven untuk mengambil beberapa pekerjaan yang harus segera diselesaikan".

Daniel mengangguk paham,

"Kalau begitu mari saya antarkan"..

aku setuju ucapannya, selesai membayar tagihan makan, aku dan dia keluar menuju parkiran.

"Terimakasih banyak Daniel". ucapku saat kami telah sampai di depan pagar rumah Bapak Steven.

"Sama-sama, kalau kamu ada butuh sesuatu, kamu bisa menghubungiku langsung"

Sambil tersenyum, aku mengangguk

"Hati-hati ya".

Daniel mengangkat jempolnya, tak lama kemudian sepeda motor yang dikendarainya menjauh dari depan pagar rumah Bapak Steven menghilang dibalik tikungan jalan.

Aku berbalik , menekan bel, menunggu dibukakan pintu Oleh Bapak Steven. Walaupun aku tau dan hapal paswordnya, aku tidak berniat merobos masuk ke dalam pekarangan rumahnya. Aku datang sebagai tamu disini, wajar sekali jika aku harus berperilaku sopan.

"Masuk".

Akhirnya Pak Steven datang lalu membukakan pintu dan mempersilahkan aku masuk.

Tanpa babibu aku masuk kedalam dan mengikutinya Bapak Steven dari belakang.

"Dia siapa?".

"Hah?".

Aku bingung dengan kalimat Bapak Steven.

"Yang mengatarmu barusan".

"Dia Daniel Pak, teman saya. Orang yang sama dengan yang Bapak temui di Kafe tadi Pak". Jelasku.

"Teman darimana? Saya baru tau kamu punya teman selain orang-orang yang ada dikantor".

"Sewaktu saya dicopet kemarin, Daniel dan Ibunya yang membatu saya. Mereka memberi saya uang dan Daniel mengantarkan saya pulang. Sejak saat itu kami berteman Pak".

"Itu saja?"

Aku memandang Pak Steven, ada rasa kesal menjalari hatiku saat dia mengusik kehidupan pribadiku.

"Maaf Pak, saya ingin meminta pekerjaan yang harus segera saya selesaikan. Seperti yang Bapak katakan tadi sewaktu di kafe".

Aku memandang Bapak Steven yang kini juga tengah memberikanku tatapan tajam miliknya.

Bapak Steven kemudian menghela nafas kasar, melipat tangan didepan dada.

"Buatkan saya kopi".

Perintahnya angkuh lalu duduk disofa yang berada telat disamping kami. Mengambil remote tv lalu menyalakannya. Memperlihatkan pertandingan bola yang ditampilkan secara live.

"Davina, kamu mendengar saya kan?".

Aku mengangguk lalu berjalan kedapur.

Sesampainya didapur aku dilanda kepanikan. Ternyata Bapak Steven menggunakan kompor listrik. Aku langsung membuka ponsel, membuka google dan youtube untuk mendapatkan informasi cara menyalakan kompor listrik.

"Kenapa lama sekali?".

Aku kaget dan berbalik disana ada Bapak Steven dengan tangan menyilang didepan dada dan tengah berjalan kearahku.

"Sa.saya tidak paham menggunakannya". Tunjukku kearah lompor listrik sambil menggarut kepalaku menahan rasa malu.

"Lalu?".

"Lalu saya membuka ponsel untuk mencari tau bagaimana cara menggunakannya".

"Kenapa tidak tanya langsung kepada saya?". Tanya Bapak Steven sambil.menyalakan kompor listrik.

'Saya takut sama Bapak' teriakku didalam hati, namun aku tidak berani mengucapkannya secara langsung dari bibirku, aku memilih diam tidak menjawab pertanyaannya.

"Hmnnn..kenapa Davina?".

"Saya takut mengganggu waktu bersantai Bapak". Jawabku berbohong

Steven mengangguk sekilas , lalu meletakkan teko khusus memasak air dan kemudian memandangku.

"Bukan karena takut melihat saya kan?".

Aku menggeleng pelan, sambil tersenyum kecut.

"Bukan Pak".

Bapak Steven berjalan mengambil dua gelas cangkir.

"Kamu bisa minum kopi?".

Walau kurang menyukai kopi, aku tetap mengangguk, takut membangunkan singa lapar yang ada di dalam dirinya.

"Bisa Pak".

Pak Steven mengangguk lalu menyeduh dua cangkir kopi , kemudian membawa ditangannya.

"Ikut saya".

Aku mengekori Bapak Steven, berjalan kearah ruang tengah.

"Ini untukmu".

Aku menerima satu gelas berisi kopi panas,

"Terimakasih banyak Pak".

"Hmnn.".

"Oh ia, itu pekerjaan yang saya maksud". menunjuk dengan dagunya ,lalu Pak steven memandangku.

"Ba..baik Pak".

"Dan untuk selanjutkan kamu pelajari cara menggunakan kompor listrik".

"Baik Pak, nanti akan saya pelajari".

Steven mengangguk, lalu menyesap kopi nya.

Aku memilih duduk dikarpet, mengerjakan beberapa berkas yang harus segera diselesaikan. Sementara Pak Steven dengan santainya duduk menyender disofa dengan kaki yang dipanjangkan dimeja, memegang remote menikmati pertandingan bola yang sedang disuguhkan.

Sungguh tenang sekali dirinya seperti hidup tanpa ada beban.