Orchid menatap keluar kereta kuda yang ia tumpangi bersama Bibi Huen, rasa gundah itu terasa di hatinya ketika ia menginjakan kakinya di kampung halamannya di St. Mary At Hill, wilayah suci tempat para bangsawan tinggal yang diberi nama sesuai dengan Gereja yang ada dan dibangun di wilayah tersebut. Sudah 5 tahun berlalu dan ia cukup penasaran dengan keadaan 'mantan' keluarganya, karna tidak dapat dipungkiri bahwa patah hati pertama dan terbesar seumur hidupnya adalah saat sebelumnya ia dikirim pergi ke Perancis waktu itu.
"Oci apa kau sudah siap? Kita sudah sampai" ucap bibi yang menatapku dengan tatapan sejuknya.
"Akan aku coba" ucapku dengan senyuman terpaksa dan tatapan malas menanggapi ucapan bibi.
"Jika berhasil kau harus mengajariku ya," itulah bibiku, ia tak heran akan rasa kesalku karena ia mengerti bagaimana rasanya di asingkan hanya karena hal tidak masuk akal.
"Baiklah, bibi akan menjadi murid pertamaku" ujarku menyahut dan turun dari kereta kuda dengan rasa gelisah yang menguap karena berbicara dengan bibi ku.
Saat aku membantu bibi menurunkan barang barang yang ada di belakang kereta kuda, tiba tiba ada seseorang yang menghampiri.
"Kalian siapa?"
"Kami adalah kerabat keluarga Viscount Louis, ada apa ya?" ujar bibi huen menjawab perempuan asing dengan berpakaian bangsawan itu.
"Kerabat ? keluarga Viscount Louis sudah tidak tinggal disini setelah tuan viscount dan viscountess meninggal sejak 1 tahun yang lalu" jelas perempuan itu, aku hanya memperhatikan wajahnya yang cukup familier bagiku.
Sebenarnya aku sdudah tau bahwa orangtua ku meninggal 3 tahun yang lalu, tapi aku tak mengira bahwa kaka dan adik tidak lagi tinggal disini. Apa yang terjadi? Dan dimana mereka?
"Jika saya boleh tau, siapakah nyonya cantik yang baik ini?" inilah kesopanan yang bibi ajarkan padaku selama tinggal di Perancis, bukan hanya pertanyaan tetapi juga pujian harus kami lampirkan disetiap kesempatan untuk berbicara dengan orang baru yang tidak kenal.
"Oh maaf, saya Federica" benar, dia adalah satu satunya yang berbicara padaku dikala semua orang menganggapku buruk. Alhasil ia juga di cap sebagai bangsawan buruk, tapi kulihat dia mampu bertahan dan ia semakin cantik.
"Apa kau mengenalku?" ucapku. Bibi dan juga federica langsung saja menatapku.
"Si- Siapa?" ujar Federica dengan terbata.
"Aku Orchid Louis" jawabku dengan senyuman tulus dariku.
Federica terkejut hingga ia menatapku dari atas sampai bawah dengan tangan yang menutupi mulutnya sebagai reaksi terkejut bertemu dengan teman lama.
Perempuan itu langsung saja memukul bahuku, cukup kencang membuatku sedikit meringis dengan kekuatan wanita bangsawan dalam kurung bar bar.
"Aw. Kenapa memukulku" ujarku dengan wajah dibuat kesal. Ia menitikan air mata saat kulihat kembali wajahnya.
"Kenapa Menangis nona?" bibi huen akhirnya melerai keributan yang federica dan aku buat.
"hiks- Hiks.. " aku dan bibi huen terdiam menunggu ia tenang dari tangisannya. Setelah beberapa saat ia baru mulai tenang dan mengajak aku dan bibi huen untuk mampir ke salah satu toko kue terdekat untuk sekedar berbicara disana.
"Aku tak menyangka untuk bertemu denganmu Orchid, kau terlihat semakin cantik..." ujar federica padaku untuk memulai perbincangan.
"Jika kau lupa cantik itu nama tengahku" ujarku santai dan tidak tahu malu lantas langsung membuat bibi mencibir dan federica yang tertawa. Suasana semakin mencair dari sebelumnya berkat candaanku.
"Sekarang nona harus mulai terbiasa, karena aku dan orchid akan menetap disini." Ujar bibi huen
"Benarkah? Dimana?" tanya federica dengan nada yang semangat.
"Ya, kami akan tinggal diperbatasan dekat St. Georgia" ujarku sembari melanjutkan acara mari memakan kue.
"Cukup jauh dari sini." Ujar federica dengan nadanya yang lesu dan ditanggapi senyum maklum oleh bibi.
"Fed apa saja yang terjadi pada keluargaku setelah kepergianku?" ujarku memulai pembicaraan intinya.
"Yang kudengar setahun setelah kepergianmu, viscountess meninggal hal itu menyebabkan kesehatan viscount louis 0rmenurun hingga bisnisnya bangkrut dan ditahun selanjutnya viscount louis dinyatakan meninggal karena kecelakaan"
"- sejak kematian viscount louis, keluargamu selalu membuat ulah. Entah itu dari kaka perempuanmu yang membawa pulang laki laki yang berbeda disetiap malamnya, ataupun kembarannya yang selalu membuat keributan dengan para prajurit istana yang sedang berjaga di daerah ini. Jangan lupakan juga adik laki lakimu yang digosipkan menjadi ketua dari organisasi pembunuh bayaran" aku terkejut dengan track record ketiga mantan keluarganya itu.
Saat aku mengalihkan pandanganku kesamping dan melihat reaksi bibi yang tidak terkejut membuatku heran, "Bibi apa kau mengetahuinya?" tanyaku dengan nada curiga.
Tanpa ragu bibi hanya mengangguk dan meminum teh krisan yang dipesan dari toko kue dengan anggun. Aku terkejut jadi selama ini bibi tahu dan ia tidak memberitahuku sama sekali soal iini.
"Kau tidak bertanya, lagipula jika aku mengatakannya padamu apa yang bisa kau lakukan? Mereka sudah hilang akal dan hilang kendali. Jadi biarlah" ucap bibi seolah ia tahu apa yang sedang aku pikirkan.
Benar, lagipula siapa aku yang bisa mengatur mereka. Aku hanya anak pungut yang dijadikan pengganti anak ketiga mereka yang lebih dulu meninggal. Semuanya terasa indah sebelum viscountess hamil kembali anak ke empat dan merupakan laki laki yang mereka sangat nantikan sehingga dimulai saat itu mereka memperlakukanku sebagai boneka yang diberi makan dan harus selalu menurut pada apa yang mereka katakan.
Hingga datanglah bibi huen yang merupakan adik dari viscount Louis, louis meminta huen untuk membawa orchid pergi karna ia merupakan aib keluarga dan akhirnya ia menyanggupi itu semua hingga sekarang. karena huen tahu bagaimana hidup sebagai aib keluarga saat ia yang notabennya adalah seorang perawan tua.
Setelah sadar akan lamunanku akhirnya aku menyerah, lelah juga memikirkan masalah yang tidak ada akhirnya. Lalu aku menatap federica dan bertanya padanya.
"Apa kau sudah menikah fed?"
"Sudah" ia tersenyum dengan malu dan aku hanya membalasnya dengan senyuman meledek.
"Oh nyonya fed sekarang"
"Jangan menggodanya oci" ujar bibi yang malah ikut tertawa yang mana itu termasuk meledek tingkat atas.
Dan diakhiri dengan kami yang berbincang ringan tentang bagaimana kabar dan rasanya tinggal di negara lain selain di Britania raya. Hingga senja datang akhirnya kami berhenti dan berakhir dengan aku serta bibi yang pulang agak malam karna harus mengantar nyonya federica terlebih dahulu baru bertolak untuk menempati rumah baru yang telah bibi beli atas namaku di perbatasan antara St Mary at Hill dan St.Georgia.
Di Perancis aku membantu bibi yang merupakan pebisinis pemasok senjata untuk para prajurit militer negara, itulah kenapa saat ini militer di Perancis ditakuti dikarenakan kecanggihan dalam persenjataan militernya. Dan alasan kami kembali adalah uang tabungan bibi yang sudah cukup untuk menghidupi kami seumur hidup sehingga sekarang bibi sudah pensiun sebagai pemasok senjata di Perancis dan memilih hidup bersamaku di Britania.