Tamami yang tadinya tidak curiga hal apa pun ke kakaknya kini mulai meragukannya, 'Kira-kira apa ya, yang telah diomongkan kakaknya pada kedua temannya ini?' Tamami penasaran dan mencoba meraih seragam kakaknya untuk menanyakan kejelasannya.
'Kira-kira apa yang telah kakak bicarakan pada kedua temannya ini sehingga membuat mereka ingin kenalan padaku?' Tamami semenjak lebih dekat pada kakaknya itu merasa kalau kakaknya sekarang sudah jauh lebih agresif, sebelumnya mereka adalah sepasang saudara yang sama-sama dingin tapi, tidak heran juga apabila mereka sudah dekat satu sama lain.
Yukichi sendiri menjaga jarak dengan Tamami sejak dia puber sekitar kelas 5 SD yang waktu itu Tamami syok dan menangis saat baru mengalami haid.
Dia menjauhi adiknya demi menjaga kesuciannya dan selalu memperingatkan setiap berpapasan di ruangan di dalam rumahnya kalau Tamami mulai saat itu harus berhati-hati pada laki-laki, kalau tidak ... dia bisa saja kelewat batas dan hamil muda nantinya.
Itu memang kekhawatiran Yukichi dan membuat adiknya yang imut ini menjadi cewek introvert. Tapi, karena saking polosnya dan dia percaya saja pada semua omongan kakaknya yang kini sudah tahu bahwa otaknya sedikit mesum itu, "Onii-chan ...." Tamami memanggilnya juga dan membuat Yukichi berhenti begitu baju seragamnya bagian belakang di pegang oleh Tamami.
"Hmm ... ada apa?" Yukichi bertanya dengan muka datarnya, faktanya yang dipegang itu adalah rompinya yang agak dekat bokong, padahal dia tadi baru saja buang hajat takutnya tangan adiknya ini terkotori oleh bagian tubuh sang kakak yang tidak terjamah itu.
Yukichi segera menoleh, dan otomatis Tamami melepas tangannya yang memegang bajunya Yukichi.
"...." mereka saling pandang.
Kepercayaan Tamami pada Yukichi selama ini membuat dirinya menjadi orang yang kurang peka dengan keadaan sekitar.
Tapi ....
Niat Tamami yang ingin bertanya pada Yukichi itu terurungkan saat Kiira dengan mulut besar itu membuka kedoknya.
"Wah~ betapa hebatnya kau punya adik yang cantik, imut bak bidadari dan pandai menulis novel~ ah bikin iri." Kiira sudah mengatakannya duluan.
Sontak membuat Tamami yang tadinya memandang sang kakak dengan tatapan lembut dan malu-malu itu menjadi begitu geram hingga mengepalkan salah satu tangannya dan hendak meninjunya.
Yukichi yang tahu ekspresinya adiknya itu berusaha meredamkan amarahnya tapi, tampaknya tidak bisa ... dia hendak mengatakannya dan memeluknya atau memegang pundaknya dengan kedua tangannya namun ....
'Aaaargh! Rasanya terlalu banyak berpikir!'
Akhirnya, Yukichi hanya bisa terdiam dengan muka kaku dan bilang pada Tamami apa adanya ....
"Maaf, aku menceritakannya pada mereka berdua kalau kamu adalah seorang penulis novel." Yah~ mana mungkin Yukichi berterus terang pada adiknya kalau dia menjelaskan bahkan membawa novel erotisnya ke sekolah untuk menunjukkan pada mereka.
"... Dan mereka ingin mengenalmu lebih dekat, dan meminta tanda tanganmu ...."
"...." Tamami tidak berkomentar dan hanya menatap serius ke Yukichi yang hendak dipukulnya dengan kepalan tangannya itu.
Tapi, begitu Tamami percaya kalau kedua orang temannya kakaknya ini bukan orang yang pasti mengetahui novelnya karena kakaknya tidak menjelaskannya terus terang, "O-oh, begitu ya ...." Tamami segera menatap kakaknya dengan memasang senyum lembut.
"Ya, tidak masalah." Kata Tamami yang sudah biasa sebagai penulis bertemu dengan fansnya walaupun entah seseorang itu tahu detailnya novel yang ditulis Tamami atau tidak, dia berusaha melayani orang yang ingin meminta tanda tangannya.
Tamami terlanjur tersenyum dengan lembut dan betapa bahagianya dirinya dikenal sebagai penulis tapi, Miharu malah merusak suasana.
"Eh~ Chotto~" Miharu mengatakannya dengan santai sambil menggelembungkan pipinya dan menatap Yukichi dengan muka malasnya, terlihat seperti dia tidak terima dengan perkataan Yukichi yang begitu saja.
'Ini tidak seperti yang tadi dikatakan,' pikir Miharu yang kemudian berbalik menatap sang gadis di dekatnya.
"Aku memang ingin bertemu dengan gadis ini ...." Jujur saja bagi Miharu, adiknya Yukichi ini terlalu cantik dan membuat Miharu sendiri merasa kalah cantiknya, "... Dan aku ingin tahu bagaimana cara dia membuat novel seperti itu." Tegas Miharu dengan tatapan seriusnya.
Memang selama ini adiknya yang polos ini belum tahu sikap Miharu yang nantinya berubah jadi cantas itu.
"Eh?" Tamami merasa agak tertegun.
Miharu sendiri menyadari kalau anak yang masih bau kencur itu tidak mungkin menulis adegan dewasa di novel tanpa pernah melakukannya, bagaimana imajinasinya bisa membuat adegan se-perfect itu? Padahal dia sepolos itu.
"Ah~ itu ya ..., Hmm ... jujur saja aku tidak bisa membayangkannya." Kiira menambahkan komentarnya dengan menatap serius Tamami sambil menggaruk-garuk kepala bagian belakangnya.
Tamami terdiam kesal, dan rasa ingin menghajar kakaknya begitu membuncah.
"... Seperti itu?" gumam Miharu pelan sambil tertunduk dengan muka bermuram durja, tampak terdegar seperti dia sedang melakukan adegan itu secara diam-diam selama ini. Tamami menjadi kacau dan ingin sekali berteriak kesal sambil melampiaskan kekesalannya itu dengan meninju kakaknya.
Selama ini Tamami menjaga privasinya dari teman-temannya hingga dia membuat nama pena yang tidak gampang dikenali dan berbeda jauh dengan nama aslinya. Padahal susah payah menyembunyikannya supaya tidak tahu kalau dia adalah seorang penulis ero, Tamami sendiri pasti paham kalau dirinya suatu saat nanti akan dicela oleh orang-orang disekitarnya.
Senyum itu pasti palsu ....
Tamami berdecak kesal, dia segera berlari dan pulang ke rumah meninggalkan kakaknya yang masih terdiam kaku bersama kedua temannya menatap adiknya ini.
Begitu Tamami berlari, secara refleks mereka bertiga mengejarnya.
Yukichi mengetahui kesalahannya kalau dia sudah mengumbar rahasia sejati adiknya ini hingga membuat orang lain penasaran untuk mengetahuinya. Jelas, hal itu pasti membuat anak di bawah umur marah karena emosinya agak tidak stabil.
Yukichi berusaha mengejarnya ....
Namun, begitu saat Tamami berlari kencang, sebuah sepeda motor melintas di depannya dan hampir saja menabraknya. Dia beruntung! Tampaknya sang pujaan hatinya itu menyelamatkannya.
Yukichi pun yang berlarian kaget dan seakan-akan merasa adiknya yang ceroboh itu akan mati tertabrak motor dan terpental padahal dia baru saja debut.
Tidak segan-segan, sang laki-laki bak pangeran itu mengangkat tubuh Tamami yang terbilang ringan, rambutnya agak sedikit terurai karena kedua karet rambutnya terlepas saat pria itu menyeret Tamami dan tak sengaja memegang karet rambut itu.
"Syukurlah kau tidak apa-apa." Kata laki-laki itu dengan penuh kharismanya dan menatap Tamami dengan lembut.
Tamami di gendongannya merasa tersipu malu, sang pujaan hatinya itu datang menyelamatkan seperti seorang pahlawan ....
Dia bagi Tamami adalah pangerannya, wajah tampannya itu merangsang pikiran untuk membuat adegan erotisnya di novelnya tapi, tak bisa memegang smartphone-nya begitu dia masih kaget dengan situasi yang dialaminya saat ini.
Rambutnya yang terurai lembut itu disentuhnya ....
Tentu, setelah Yukichi yang kehabisan napas karena berlari kencang mengejar adiknya yang sudah ceroboh itu yang telah membuatnya khawatir ....
Siapa sangka, ini bakal menjadi pertemuan keduanya di hari yang cerah ini setelah sekian lama.
"Zen ...."