Lalita mengenakan kembali pakaiannya. Menatap dirinya di cermin besar yang ada di kamar Lardo. Mata senduh miliknya balas menatap balik dari pantulan cermin. Tiga minggu lebih Lalita menjalani kehidupnya bersama Lardo. Setiap malam Lalita harus memuaskan hasrat Lardo yang tidak pernah terpuaskan pada tubuhnya. "Menyesal". Sampai hari ini Lalita masih menyesali semua keadaan yang membuatnya dalam situasi ini. Tidak pernah sekalipun Lalita membayangkan dirinya dalam posisi ini. Ingin menangisinya pun air mata Lalita bahkan menolak keluar. Untuk meratapi semua ini Lalita tidak punya waktu. Ada banyak hal yang lebih penting yang harus Lalita utamakan yaitu kesehatan Rita.
Lalita memasang senyum palsu kemudian berjalan keluar meninggalkan kamar dimana Lardo sedang terlelap usai percintaan mereka.
Seorang supir menghampiri Lalita
"Kita berangkat sekarang nyonya?"
Lalita mengangguk. Didalam mobil Lalita memejamkan mata, rasa kantuk menarik-narik matanya. Beberapa kali Lalita menguap panjang tak kuasa menahan rasa kantuknya. Pak Diram nanti tolong bangunkan saya kalau sudah sampai rumah sakit. Lalita meminta dengan suara menahan kantuk.
"Baik nyonya, jawab Diram dengan sikap hormat".
Lalita menatap Rita yang sedang tertidur nyenyak.Mencium kening Rita dengan penuh sayang, cepatlah pulih Rita, aku membutuhkanmu suara Lalita memelas menahan tangis. Aku merasa kehilangan arah tanpamu, kamu satu-satunya keluarga yang aku miliki kamu kekuatanku Rita.
Lalita menangis seseguaan, menangisi hidupnya, menangisi apa yang telah terjadi padanya. Dalam hidupnya Lalita tidak memiliki kebanggan lagi semua hancur. Aku takut Rita, saat kamu mengetahui apa yang telah aku lakukan kamu tidak akan menginginkanku lagi. Tapi aku tidak menyesalinya Rita demi dirimu apapun akan aku lakukan, Lalita menangis hingga ketiduran.
Rita satu-satu saudaranya dimana Lalita bisa mencurahkan isi hatinya meskipun Rita hanya tidur dan tidak merespon dirinya.
Rita bangun dengan tatapan kosong. Lalita mengigit bibirnya menahan tangis. "Pagi, Rita!", sapanya ceria, kamu sudah bangun, maaf ya aku jarang mengunjungimu di rumah sakit. Lalita meneruskan obrolannya, aku dengar dari dokter beberapa luka memar ditubuhmu sudah mulai menghilang. Tulang rusukmu yang retak juga akan segera pulih, kalau begini aku yakin sebentar lagi kamu pasti bisa ikut pulang bersamaku. Lalita tersenyum bahagia, membayangkan kebersamaan mereka.
Pagi ini aku akan menyuapimu sarapan. Sarapan pagi ini tampaknya sangat lezat, tadi aku sudah memesan sarapan yang sama dengan punyamu. Lalita kembali tersenyum pada Rita.
"Kamu tidak perlu menyuapiku Lita, disini ada banyak perawatan yang melakukannya untukku. Kamu berangkat bekerja saja. Rita menatap Lalita sesaat. Kamu tidak perlu khawatir mereka mengurusku dengan sangat baik. Rita menatap sayang Lalita maafkan aku yang selalu merepotkanmu, setelah mengatakan itu Rita menutup matanya, aku masih mengantuk, aku akan makan sarapanku nanti. Kamu pergilah.
"Rita…!"
"Pergilah, Lalita!", aku tidak mau kamu dimarahi oleh atasanmu, dan kamu tidak perlu tidur di rumah sakit seperti semalam.
Lalita merasa sedih. Kamu tidak suka aku menemanimu di rumah sakit?.
Rita mengeleng, aku hanya tidak ingin kamu kelehan dan jatuh sakit Lalita. Kalau kamu sakit aku tidak bisa merawatmu dengan keadaanku seperti ini.
Lalita tersenyum, jadi kamu mengkhawatirkanku, aku tidak akan sakit Rita. Aku sangat kuat, biarkan aku menjagamu ya, bujuk Lalita dengan senyum lembar.
Rita menatap wajah pucat Lalita. Dengarkan aku Lalita, aku hanya ingin ketenangan, sekarang kamu pulanglah dan bersiap-siap berangkat bekerja dan jaga dirimu, kamu terlihat pucat. Jagan sakit Lalita, itu akan menyakiti perasaanku karena aku tidak bisa merawatmu dengan keadaanku yang seperti ini.
Lalita menatap Rita dengan sedih, baiklah aku akan bersiap-siap kerja, nanti malam tunggu aku ya, aku pasti datang.
"Terserah". Jawab Rita
###
Ada apa dengan wajah lesuhmu?, apa sesuatu terjadi pada saudarimu, tanya Lardo yang sedang memasang dasi.
Lalita mengeleng, Rita sudah mulai membaik, tapi tatapannya masih sering terlihat kosong. Lalita membantu Lardo mengenakan dasi, setiap pagi Lalita memang selalu membantu Lardo mengenakan dasi, ini sudah berjalan tiga minggu, jika orang melihat rutinitas mereka berdua, orang-orang akan berpikir mereka pasangan suami isteri bahagia.
"Terima kasih ucap Lardo mengcup singkat bibir Lalita. Bersiap-siaplah dengan cepat, aku ada meeting penting hari ini".
Lalita mengangguk, "sir!!". Malam ini aku akan menginap lagi di rumah sakit.
Lardo menyipitkan matanya, lagi ulangnya. Baiklah, tapi sebelumnya kau harus memuaskanku dulu.
Lalita kembali mengangguk. Terima kasih sir. Walau tahu dirinya akan kelelahan melayani keganasanan Lardo di atas ranjang, sayangnya Lalita tidak punya pilihan. Berdandan dengan cepat Lalita menuruni tangga, mendapati Lardo yang sedang membaca koran ditemani segelas kopi yang tampak masih mengepul.
Bu Subi biar saya sendiri, Lalita mengoles rotinya dengan selai kacang.
Lardo memperhatikan Lalita yang sedang mengoleskan roti ditangannya dengan selai kacang yang cukup tebal. Bukannya kamu tidak menyukai selai kacang Lalita!, Lardo menurunkan koran yang dibacanya, menatap Lalita yang sedang mengolesi roti dengan selai kacang.
Lalita menatap roti yang sudah diolesi selasi kacang, aku rasa tidak ada yang salah dengan selai kacang, sir. Lalita mengunya rotinya dengan lahap. Aku tidak pernah pilih-pilih dengan makanan
Lardo mengerutkan kening.
"Sir..!", sudah waktunya. Robi tampak rapi dengan setelan jasnya.
"Pagi Lalita!". Kamu tampak semakin cantik pagi ini. Robi mengedipkan satu matanya
"Terima kasih Robi. Kamu juga terlihat tampan hari ini". Lalita balas memuji dengan mulut penuh
Lardo menatap kesal Lalita yang masih mengunyah roti miliknya. Sampai kapan kalian ingin saling melempar pujian. Angkat bokong cantikmu sayang, kita harus bergegas ke kantor sekarang. Lardo masuk kedalam mobil yang pintunya dibukakan Robi. Di belakang tampak Lalita mengikuti dengan mulut masih sibuk mengunya roti.
"Kita berangkat sekarang sir?, tanya sopir pribadi Lardo.
Lardo menganggukkan kepala
"Sir..!". Ada telpon dari nyonya besar. Robi menyerahkan phonsel miliknya pada Lardo
"Hallo..!", mom"
"Kau sangat sulit dihubungi nak, mama harus menelpon Robi untuk mengetahui kabar putra mama sendiri. Apa kau tidak pulang lagi hari ini?, mama sangart merindukanmu sayang. Bisakah malam ini kau pulang dan ikut makan malam bersama, mama mohon".
Lardo menghela napas, baiklah tapi aku tidak menginap mom, ada banyak pekerjaan, aku juga ada janji dengan teman-temanku".
Lardo mengembalikan phonsel milik Robi. Kau tidak melaporkan hal-hal aneh pada mom, kan?
Robi melotot menatap Lardo dengan tatapan kesal. Aku bukan ibu-ibu kompleks yang suka menyebarkan gosib, anda tidak perlu mengkhawatirkan rahasia anda pada saya, sir".
"Ini Lardo menyerahkan sebuah kotak dengan pita warna pink pada Lalita".
Lalita menerimanya dengan bingung
"Bukalah!" perintah Lardo
Lardo tersenyum melihat kebingungan diwajah Lalita, aku sendiri yang memilihnya.
Lalita menutup mulutnya saat membuka kotak, sebuah phonsel keluaran terbaru, "phonsel, ini pasti sangat mahal".
Lardo mengernyit, tidak untukku sayang, aku tidak ingin kau pergi tanpa membawa phonsel. Akan sulit menghubungimu kalau kau tidak memiliki phonsel. "Tekan angka satu, itu nomorku, Lardo mengedipkan mata. Aku harus selalu yang pertama untukmu sayang. Lardo melumat bibir Lalita yang tampak sangat mengoda dirinya.
"Hem….".Robi berdehem. Kita sudah sampai sir.
Lardo mengeram marah. Apa kau tidak bisa diam Robi
Robi mendelik kesal pada Lardo. Ada rapat penting sir. Anda tidak ingin Dante mengamuk karena anda terlambat ke pertemuan'kan, sir. Robi mengingatkan. Seharusnya anda memberiku pujian, bukannya malah mengeram marah seperti kuda yang sedang birahi.
Wajah Lalita memerah mendengar perkataan vulgar Robi
"Aku akan turun duluan. Lardo mengecub bibir Lalita singkat". Lalita mengangguk.
Lardo keluar dari mobil diikuti Robi.
Lalita menatap takjub phonsel barunya, ini pasti sangat mahal, bagaimana mungkin aku mengenakan phonsel mahal ini. Tia akan menanyaiku dengan banyak pertanyaan dan bisa-bisa Tia curiga. Di dalam hati Lalita sangat bahagian dengan phonsel barunya. Dengan senyum mengembang Lalita ke luar dari dalam mobil.
Diram membuka 'kan pintu mobil untuk Lalita.
"LALITA!!"
Ramond mengernyit tidak percaya saat melihat wanita yang sangat dirindukannya yang keluar dari dalam mobil mewah yang ada di samping mobilnya.
"Ramond…!!". Lalita hampir menjatuhkan phonsel barunya, tidak menyangka akan bertemu Ramond di parkiran.
Phonsel Raomond bergetar. "Aku akan kesana", jawab Ramond singkat. Ramond mengeraskan rahangnya. "Kenapa kamu bisa keluar dari dalam mobil Lardo?". Jawab! bentak Ramond", geram melihat Lalita tadi sempat tersenyum sesaat sebelum Ramond memanggil namanya. Kenapa kamu diam saja sayang?, kamu tahu setu bulan ini aku menunggumu seperti orang gila, mendatangi apartemenmu setiap hari, tapi kamu tidak pernah pulang ke apartemenmu, menanyai Mia dan Tia, mereka juga tidak mengetahui keberadaanmu, dan pagi ini aku melihatmu turun dari mobil yang aku sangat kenal siapa pemiliknya.
Kenapa kamu mengdindariku, sayang?, suara Ramond terdengar serat dengan keputusasaan. Apa kesalahanku?, kalau aku memang melakukan kesalahan atau menyakitimu, jangan menghindariku seperti ini, kamu bisa mengatakannya langsung padaku, aku bisa meminta maaf padamu, sayang dan memperbaiki semuanya.
Phonsel Ramond kembali bergetar. "Shit makinya". "Aku kesana sekarang, bentaknya pada asisten pribadinya.
Kita akan bicara lagi nanti. Ramond mengecup lembut kepala Lalita, aku mohon jangan menghindariku dan melarikan diri lagi sayang, aku mohon, temui aku disini, nanti aku akan mengabarimu melalui Tia, kamu maukan.
Lalita mengangguk, kemudian pergi meninggalkan Ramond, jantung Lalita berdetak sangat kencang. Lalita memegangi dadanya. Bagaimana bisa?, apa yang harus aku katakan padamu Ramond?.
TERIMA KASIH SUDAH MAMPIR BACA KARYA BERLI
MOHON TEKAN LOVE YANG BANYAK UNTUK CERITA BERLI DONG