Chapter 3

Kakek melirik ke ibu, ibu mengangguk menyuruh kakek duduk di meja makan, lalu kakek duduk, "kenapa?" tanya kakek.

Luka tidur dikamarnya, sambil mendengar percakapan ibu dan kakeknya.

"udah ga apa-apa, besok juga udah biasa lagi" ucap ibu mengelus-elus lengan kakek.

"kenapa? Bener ini kakek tanya" ucap kakek.

"tadi katanya kakek ngasih uang sambil kasih syarat-syarat gitu, dia kesal" ucap ibu.

"oh karena itu" kakek berdiri.

"udah kek nanti aja" ibu menarik kakek agar duduk kembali.

"biar ngerti" ucap kakek melirik ke arah ibu.

"iya iya, nanti aku yang kasih tau, nanti tambah ngambek dia" ucap ibu.

Kakek menghela nafas, duduk kembali.

Luka sudah mulai terlelap.

***

Crek! Ibu membuka kamar luka perlahan, melangkah masuk kedalam lalu membangunkan luka dengan menepuk-nepuk.

"luka bangun, udah pagi ini" ucap ibu sambil membukakan gorden, matahari seketika menyorot kamar luka, dengan di ikuti angin pagi yang sangat dingin.

"eumm, bentar lagi bu" ucap luka merengek.

"eh ayo cepet, sekolahnya nanti telat, air panasnya nanti dingin" ucap ibu.

Luka membuka matanya, menghela nafas, lalu bangun dari kasur, mengambil handuk berjalan ke arah kamar mandi.

ibu menyiapkan makanan untuk bekal sekolah dan menyiapkan juga untuk sarapan.

Luka selesai mandi berjalan ke kamarnya untuk memakai pakaian merah putih sekolahnya, dan membereskan buku-buku sekolahnya.

Luka cepat-cepat keluar ke ruang meja makan, menyimpan tas di kursi lalu bersiap untuk sarapan.

"bu aku mau sarapan di depan tv yah" ucap luka.

Ibu mengangguk, luka membawa piringnya ke depan ruang tv, lalu menyalakan tvnya.

'Chalk… Chalk!… Chalk!… Chalk! Rudy's Got The Chalk-a!....'

Kartun yang dia pilih sudah mulai, luka memulai sarapannya.

Ibu ikut menonton di ruang tv, menungg luka selesai makan.

"luka, lain kali jangan kaya tadi malem yah" ucap ibu.

"euhm?" luka melirik ke arah ibu, "kenapa bu?" tanya luka sambil mengunyah makanannya.

"kemarin lari kekamar" ucap ibu.

"aku kan udah bilang kemarin bu" ucap luka.

"iya ibu tau, lain kali sedikit ditutup amarahnya, lagian kan udah tau alesannya kenapa harus pake syarat-syarat" ucap ibu.

Luka menghela nafas, "aku udah ah makannya"

"yakin?" tanya ibu.

Luka mengangguk.

"yaudah" ibu mengambil piring di pangkuan luka, sambil mengusap-usap kepala luka, "amarah ga harus di perlihatkan ke orangnya kok" ucap ibu.

"yaudah yok pergi" ucap ayah selesai sarapan dan sudah siap berangkat.

Luka berdiri lalu mengambil tasnya, dan salam ke ibu untuk pergi sekolah.

"dah bu" ucap luka.

"dadah luka, semangat yah" ucap ibu.

Luka dan ayah melangkah keluar rumah, berangkat pergi mengantar luka ke sekolah.

***

Matahari menyorot jalanan, hawa terasa sangat panas, luka memilih pulang sekolah dengan berjalan kaki, sambil menggengam teh manis yang di bungkus oleh plastik.

Luka melihat dari kejauhan rumahnya terdapat bendera berwarna kuning berkibar dan orang-orang berkumpul di rumah luka.

Luka terlihat bingung, mempercepat jalannya, sambil menelaah dari kejahuaan. Setelah didepan rumah luka melihat kakeknya terbaring ditengah rumah.

Ibu menghampiri luka yang terdiam melihat kakeknya terbaring di tengah rumah. Area mata ibu lebab kemerahan, Ibu memegang lengan luka.

"kamu kemana aja, om jemput kamu tadi" ucap ibu mengerak-gerakan lengan luka. Luka tidak menjawap pertanyaan ibu.

"ibu…" luka menatap ibu perlahan, "ibu ga sedih liat kakek terbaring di tengah rumah?" air mata luka mulai mengeluarkan air mata.

Ibu menatap luka berkaca-kaca, sambil mengusap-usap rambut luka, "eng-gak" ucap ibu patah-patah, air mata ibu tumpah perlahan.

Luka terkejut dengan jawaban ibu, luka berlari sekencang mungkin ke studio lukis kakek, membuka pintu studio dengan keras dan membanting pintu lalu luka menguci dirinya di dalam.

"luka!!" teriak ibu. Dug! Dug! Dug! Ibu mengetuk pintu studio dengan keras, "luka dengerin ibu!" teriak ibu sambil menangis.

Luka menangis, menyender di belakang pintu, lemas. ibu terus mengetuk pintu studio, menunggu luka keluar.

"ibu bukan engga sedih luka, hanya berusaha menutupi rasa sedihnya, untuk menutupi dari luka, tapi engga bisa" ucap ibu terisak-isak menempelkan dahinya di pintu, pasrah dengan keadaan.

Luka tetap manangis didalam, sesegukan luka semakin keras, terus menangis.

"ayo luka buka pintunya, sama-sama anter kakek buat terakhir kalinya" ibu membujuk luka untuk segera keluar dari studi.

Luka tetap tidak membukakan pintunya, tetap menangis tidak memperdulikan ucapan ibu.

"euhm" ibu menghela nafas, "luka, kalau sudah lega cepat kembali kerumah, ibu minta luka jangan diam di sini lama-lama" ucap ibu.

Luka tidak menjawab apapun, tetap diam.

Ibu akhirnya berdiri perlahan, "luka, kalau sudah membaik cepat kembali ke rumah" ucap ibu meninggalkan studio.