Junior Smith

Joe bersembunyi dibalik tempat sampah, namun itu tak berhasil. Seorang polisi yang bergerak dari arah belakang dengan mudah menemukannya. Menodongkan pistol dan meminta Joe untuk mengangkat tinggi kedua tangannya. Tak lagi bisa mengelak, Joe pun pasrah saat kedua tangannya di borgol dari arah belakang.

"Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya ingin mengambil barangku yang tertunjang ke dalam sana. Aku hanya menolong si Nenek yang ada di sebelah rumah itu. Kalian bisa menanyainya tentangku!"

Ocehan Joe tak dihiraukan, para polisi itu hanya tertawa geli melihat tingkah Joe yang terlihat seperti bocah.

"Jelaskan semuanya di kantor saja!" ucap seorang polisi yang kemudian membawa Joe bersamanya.

***

Joe diminta duduk dengan tangan yang masih diborgol. Seorang polisi wanita menanyai beberapa hal. Data diri dan kemudian diikuti pertanyaan mengenai apa tujuannya berada di sana. Joe bersi keras menjelaskan cerita mengapa ia bisa berada di apartemen itu.

Salah satu tangan polisi itu menyentuh dagu Joe, mengangkat tinggi dan menatapnya dengan kejam. Ia merasa dipermainkan oleh sikap Joe yang terdengar mengada-ngada.

Saat polisi itu hendak melayangkan pukulan ke arah Joe, seseorang masuk ke ruangan itu dan memanggil namanya.

"Joe! Apa yang kau lakukan?"

"Apakah kau mengenalnya? Kami menemukannya masuk mengendap-endap ke TKP saat pihak polisi sedang melakukan penyelidikan."

Pria itu tertawa geli. Dia James teman dekat Joe saat sekolah. Sudah cukup lama mereka tak bertemu. Hingga Joe tak mengetahui bahwa temannya kini telah kembali ke kota kecil itu untuk bekerja sebagai aparat kepolisian.

"Dia anak yang aneh dan terlalu ingin tahu. Tak heran jika dia melakukan itu. Aku mengenal baik dirinya. Aku yang akan menjaminnya."

Mendengar hal itu, membuat kedua polisi yang mengintrogasi tadi hanya bisa menggeleng kesal. Melepaskan borgol yang mengikat tangan Joe seraya berkata, "TKP bukan taman bermain anak-anak."

"Yah, aku salah!" ujar Joe yang kemudian melangkah mendekati James.

Keduanya berjalan menuju kantin yang ada di sekitaran kantor polisi. Memilih meja dan mulai berbincang.

"Apa kegiatanmu saat ini?" tanya James dengan tatapan senang.

"Pengangguran miskin yang sebatang kara."

"Bukankah kau memiliki Ibu?"

"Yah, terakhir kali setahun yang lalu tepatnya."

"Aku turut berduka mendengarnya. Lantas, apakah kau tak memiliki pekerjaan?"

"Pelayan kafe dan itu baru berakhir tadi."

Joe pun kembali menceritakan hal yang terjadi hari ini kepada James. Wajahnya terlihat kesal dan mengenaskan. Berbeda sekali dengan James yang tersenyum hingga tertawa geli mendengar kisah Joe.

Perbincangan pun berlanjut, Joe dan James membahas masa lalu mereka saat di masa sekolah. Dimana Joe yang selalu bersikap asal dan teledor hingga kerap menjadi bahan tertawaan banyak anak. Sedangkan James si tampan yang rapi dan tertib, hingga tak heran banyak anak gadis yang mengincar untuk mendekatinya.

Sayangnya perbincangan itu tak bisa berlangsung lama. James harus kembali bekerja setelah mendapatkan panggilan. Namun tak lupa meminta alamat dan nomor ponsel Joe untuk janji ketemu selanjutnya.

Sambil menikmati minuman soda miliknya, ia kembali mengingat akan kejadian dirinya yang sempat tertidur di rumah si nenek. Ia benar-benar tak menyangka mengapa dirinya bisa sampai tertidur begitu lelap, bahkan sampai bermimpi. Namun sayangnya mimpi itu menjadi mimpi buruk karena pelakunya seorang nenek tua rentah. Joe terlihat menggetarkan tubuhnya dengan raut wajah yang dipenuhi rasa geli bercampur jijik.

Jalanan tampak ramai. Ada banyak toko dimana-mana, namun mereka sepertinya tak membutuhkan pekerjaan. Joe terus saja melirik setiap papan reklame yang ada, berharap menemukan pekerjaan baru dari sana.

Mengikuti langkahnya, kini Joe memilih jalan kecil hingga memasuki jalan tikus. Ia masih berharap bisa menemukan pekerjaan di toko kecil yang berada di area itu. Meskipun meyakini dia hanya akan mendapatkan gaji yang kecil, tapi itu lebih baik daripada tak mendapatkan apapun.

"Berikan uangku!" teriak seorang pemuda kepada Kakek si pemilik toko kelontong.

Joe dengan rasa penasarannya pun mempercepat langkahnya untuk mendekati arah suara. Menyadari bahwa anak yang berteriak itu merupakan salah satu dari pemuda yang ia temui di kafe. Ia pun bergegas datang dan kembali menarik kerah bajunya.

"Sekarang, apa lagi yang kau lakukan, hah?" teriak Joe dengan emosi yang meledak-ledak.

"Siapa kau? Turunkan aku!" ucapnya dengan kedua tangan berusaha keras melepas cengkraman tangan Joe.

"Aku? Begitu cepat kau melupakanku. Kau tahu, sikap kalian di kafe tadi membuatku di pecat. Sekarang aku bisa membalas kalian dengan bebas!"

"Turunkan, aku mohon lepaskan dia! Dia cucuku," jelas Kakek si pemilik toko.

Dengan segera anak lelaki itu berlari menjauhi keduanya. Joe diminta masuk dan duduk, si Kakek sangat berterima kasih kepada Joe karena tak jadi menghajar cucunya. Si kakek pun bercerita banyak akan keadaan keluarganya. Dimana cucunya menjadi nakal setelah kepergian ayahnya yang entah kemana. Dia pun semakin terpukul kala kematian ibunya. Kini Kakek dan si pemuda itu hanya tinggal berdua mengharap dari penjualan toko kecil milik mereka.

Merasa mereka memiliki penderitaan yang sama, Joe pun terlihat terharu saat mengetahui kejadian yang sebenarnya. Kini ia pun tahu akan apa yang anak kecil itu rasakan saat ini.

"Maafkan aku, aku hanya berharap bisa memberi pelajaran untuk dia dan teman-temannya. Karena hal lebih buruk lagi bisa terjadi jika orang lain yang menjadi korbannya."

Kakek itu setuju dengan ungkapan Joe. Tak lupa Kakek itu menanyakan tujuan kedatangan Joe ke area ini. wajahnya terlihat sedih karena tak bisa membantu Joe. Joe menyadari keadaan toko yang begitu kecil dengan banyak barang dagangan yang sudah berdebu. Keadaan itu cukup menggambarkan betapa sulitnya penjualan di sekitaran ini.

"Bagaimana jika aku membantu Kakek bekerja di sini!"

"Aku tak yakin bisa menggajimu."

"Tidak, aku tak akan menerima gaji. Mungkin bagi hasil, jika aku berhasil menjualkan barang dagangan. Aku pun tak akan meminta nilai tinggi dari setiap barang yang terjual."

Kakek itu tampak setuju. Joe pun berjanji akan datang kembali esok hari untuk memulai pekerjaannya. Tak ada pekerjaan yang jelas, namun ia berharap bisa mencari pekerjaan lain nantinya. Meskipun begitu, ia tampak semangat untuk mulai bekerja di sana. Karena ada banyak buku yang mungkin bisa ia baca sambil melakukan pekerjaannya. Meski terkenal ngasal, namun Joe anak yang cerdas dan mempunyai hobi baca. Ia suka bereksperimen aneh dan menirukan banyak jurus dari buku silat yang pernah dibacanya, hingga tak heran jika banyak orang yang memandangnya aneh dan gila.

***

Pagi yang cerah. Meski tak dikatakan jam kerjanya, namun Joe tetap berangkat pagi dan mulai melangkah penuh semangat menuju toko buku si Kakek. Pagi itu toko belum dibuka dan saat ia mengetuk pintu, justru pemuda itu yang membukakannya. Pemuda itu tampak takut dan segera kembali menutup pintunya dan berlari masuk. Selang beberapa saat si Kakek kembali membuka pintu dan mengizinkan Joe masuk.

"Maaf, sepertinya ia tak tahu bahwa mulai hari ini kau akan datang kesini setiap hari."

Joe mengangguk dengan senyuman tipis di wajahnya. Ia pun membuka baju kemeja miliknya dan memulai pekerjaan dengan membersihkan buku-buku yang ada. Rak paling depan pun menjadi incarannya. Melihat deretan buku yang terlihat tak menarik, Joe pun memilih untuk mencari tahu buku novel yang berisi fantasi dan cinta. Ia bermaksud menyusunnya di bagian depan untuk memikat para pengunjung yang melewati toko itu.

Dering ponsel berbunyi, ternyata itu panggilan dari James. Ia mengatakan telah menemukan gantungan kunci yang bertuliskan Junior Smith di TKP yang ada di apartemen pahlawan. Joe pun melirik tasnya yang tengah tergantung dan menyadari bahwa gantungan kunci miliknya telah hilang.

James pun berjanji akan memulangkan itu kepada Joe nanti sore. Mereka pun kembali membuat janji temu di toko buku si Kakek.