Ketika diri tidak bisa mengontrol apa yang akan diucapkan maka bersiaplah untuk setiap penyesalan, tidak ada penyesalan yang baik. Sungguh penyesalan itu seperti sebuah kesalahan yang sengaja dilakukan tanpa di pikiran ulang biasa terjadi jika diri dalam keadaan tidak stabil atau emosi.
Begitu pula yang dirasakan oleh seorang pria yang tengah bercerita kepada teman kerjanya bahwa dirinya menyesal, menyesal berbicara yang tidak seharusnya. "Loh bego Za, dia adik lo dan gak seharusnya lo ngomong gitu. "
"Gue kelepasan, posisi gue lagi cape. "
"Tapi seharusnya lo ingat Liza adik lo Za, lo jangan nyalahin Liza atas kepergian Buna lo Za, Liza gak tau apa-apa. "
Kepergian Alisya tidak ada hubungannya dengan Liza,hanya saja waktunya bersamaan yang pada saat itu Liza memaksa Alisya menjemput dirinya dan kecelakaan maut itu terjadi. "Iya tau gue salah, terus sekarang gue harus gimana? "
"Pikirin aja sendiri lo kan cowo. "
"Bukannya bantu, lo. "
"Gue males Za sama sikap lo. "
"Iyaa gue tau gue salah. "
"Kalau udah tau ya minta maaf Za. "
"Emang Liza bakal maafin gue? " tanya Eza tidak yakin, akankah Liza memaafkan Eza dengan kemurahan hatinya? Masih kah Liza mau bersitatap dengan seorang pria yang berhasil membuat sebuah ucapan tak pantas?
"Coba dulu aja, lo kan Abangnya dan lo juga udah tinggal dari kandungan sama Adik lo. "
"Bolehkah Aku berjanji? Aku janji akan buat kamu bahagia liz, bahagia di kehidupanmu selanjutnya. "- ucap teman Albi dalam hatinya, ada sebuah ketertarikan pada Liza dalam hatinya namun ia tidak berani mengungkapkan rasa, karena takut apakah ini hanya sekedar obsesi atau bukan.
***
Dan ini adalah hari ketiga Liza sakit, gadis itu mencoba melupakan semua ucapan yang keluar dari mulut dia walaupun sulit namun tetap ia mencoba dan terus mencoba nya, ia tau betul jika hal itu terus diingat maka dirinya akan depresi oleh sebab itulah dia mencoba mengikhlaskan yang sudah terjadi.
"Papah Abang mana? " tanya Liza kepada Rama Papahnya yang baru saja masuk kekamarnya dengan membawa buah-buahan.
"Abangmu sudah berangkat kerja. "
"Papah gak usah bohong, Liza tau kok selama 3hari ini Abang gak pulang kerumah karena takut membuat aku sakit hati lagikan, iyakan Pah? "-ucap Liza tanpa suara, Apakah harus Eza menjauhi Liza? padahal Eza tidak harus bersikap seperti ini.
"Ohh, Liza gak lihat Abang, Abang kemana aja sih Pah? " tanya Liza sedikit penasaran, Liza tau jika setelah ini Papah Rama akan bohong tentang Eza.
"Mungkin Abangmu sibuk, ayo makan dulu Papah mau beresin dulu kerjaan, sebentar Papah tinggal dulu ya sayang. "
"Iya Pah. "
"Abang kenapa Abang gak pulang? padahal Liza udah maafin Abang, " ucap Liza sambil menatap kearah jendela.
Rasa sakit itu tentunya masih ada, tapi kita tidak bisa dendam atas apa yang pernah ia katakan. Lebih baik menghapusnya dengan ikhlas dan jangan mencoba untuk egois karena itu juga bisa membuat dirimu tersiksa.
Jadilah pemaaf untuk segala hal.
09.00 Wib
Liza keluar dari kamarnya bermaksud untuk pergi kekamar Papahnya yang sedang bekerja dari rumah, berhubungan Liza sakit Papah jadi bekerja dirumah karena ingin terus bisa mengontrol Liza agar tidak terjadi apa-apa.
Langkah Liza terhenti kala melihat seseorang yang tak asing baginya bolehkah Liza memeluk? apakah dia akan marah jika Liza menegurnya. Sungguh Liza merindu.
"Abang? " ucap Liza dengan segala keberaniannya ia memeluk Eza dari belakang , Eza terkejut bukan main ia kira Liza adiknya ini tidak akan keluar dari kamarnya ternyata Eza salah. Mungkin ini saat yang tepat untuk memperbaiki semuanya.
"Abang? " Tanya Liza kemudian melonggarkan pelukannya, dan Eza pun berbalik memeluk dirinya.
"Bang Elsa, Ala rindu Abang. "
"Maafin Abang, " ucap Eza memeluk Liza dengan erat, menumpahkan segala kerinduannya.
"Liza udah lupain semuanya Abang, Liza juga berjanji " melepaskan pelukannya.
"Liza berjanji akan buat Abang bangga sama Liza, Liza akan buktikan itu. "
"Abang percaya itu, " ucap Eza memeluk kembali Liza, tanpa Liza sadar Eza meneteskan air matanya hatinya tersayat kala mendengar Liza dengan mudahnya memaafkan dirinya, memaafkan mulutnya yang telah berani menyudutkan dirinya yang sebenarnya tidak tau apa-apa.
Seseorang yang baru saja keluar dari kamarnya setelah menyelesaikan pekerjaan yang berniat untuk mengecek kondisi putrinya kaget melihat seseorang datang, "Abang? " ucap Papah Rama melihat Eza sudah pulang, rasa kaget itu bercampur menjadi satu dengan rasa haru melihat Liza yang mau memeluk Eza.
Kelembutan Liza membuat Rama terenyuh, ternyata Alisya berhasil mendidik Liza menjadi wanita yang baik. Semoga Rama bisa dengan baik melanjutkan segala sesuatu yang belum diberikan kepada Liza.
"Iyaa ini Bang Eza Pah, Abangnya Ala" sambil tersenyum. Mencoba memperbaiki suatu hal yang pernah memburuk diantara kami.
"Iya Papah tau. "
"Papah sama Bang Eza jangan tinggalin Liza ya, " ucap Liza yang masih saja memeluk Eza.
"Iyaa Abang takan ninggalin Ala. "
"Papah juga sudah berjanji kepada Bunamu akan selalu menjaga kalian dan takan pernah meninggalkan sampai nanti garis takdir yang memisahkan. "
"Walaupun garis takdir memisahkan Papah, Buna dan Abang tetap punya ruang dihati Liza yang tak akan pernah bisa ditinggalkan. "
"Lovee you Papah, Abang. "
Acara pertikaian itu telah selesai semuanya berakhir dengan baik,berharap tidak ada sisa yang akan diperpanjang saat nanti dilain waktu.
30 menit berlalu.
Untuk membuat suasana kembali baik Rama dengan inisiatifnya memasak spageti untuk dimakan tanpa mengizinkan siapapun membantunya memasak. Setelah selesai memasak, ia membawa masakan itu ke ruang dimana Liza dan Rama sedang menonton televisi.
Rasa canggung antara Liza dan Eza itu tentunya ada, namun sebagai seorang Ayah Rama harus bisa menghapus kecanggungan itu, karena mereka bukan dua orang asing tapi mereka adalah dua orang manusia yang lahir dari rahim yang sama dan dari orangtua yang sama juga.
"Ayo cobaian dulu. "
"Ihh enakk Pah, " ucap Liza setelah memakan spageti itu.
"Makasih Papah. "
"Sama-sama. "
"Lindungi keluargaku Tuhan, biarkan garis takdirku tetap seperti ini tidak ada yang terluka diantara kami biarkan kami saling menyembuhkan jika ada yang terluka, biarkan kami saling membahagiakan, " harapan dan Doa Rama dalam hatinya ketika melihat Liza dan Eza.
"Sayang lihat anak kita, mereka sudah dewasa. Eza sudah menjadi pria dewasa dan Liza akan beranjak dewasa, sayang mereka sangat kehilanganmu andai aku bisa mencegahmu mungkin kecelakaan itu tidak akan terjadi, sayang aku janji akan menjaga anak kita sampai akumenutup mata. "-batin Papah.
🌙🌙🌙
TOK TOK TOK
"Iya? "
malam ini Liza akan menginap dikamar Liza mencoba menghilang egonya agar semua kembali membaik, "Abang belum tidur? " ucap Liza dibelakang pintu kamar Eza memastikan Eza belum tidur.
"Belum, sini masuk ada apa? " tanya Eza setelah membukakan pintu.
"Boleh aku tidur disini? " tanya Liza ragu jujur dirinya ingin sekali memperbaiki hubungan dengan Abangnya ia tidak mau Abangnya menjadi asing kepadanya karena ucapannya hari itu, jadi sebisa mungkin Liza berusaha untuk terus mendekat memperbaiki. Walaupun yang seharusnya itu dilakukan oleh Liza kali ini biarlah Liza mengalah.
"Tentu sini masuk, " ucap Eza membiarkan Liza untuk masuk kekamarnya, setelah Liza duduk di kursi Eza menutup pintu kamarnya.
"Abang? "
"Iyaa? "
"Abang kok cuek sama Liza? "
"Kata siapa Abang cuek? " tanya Eza berdiri dihadapan Liza.
"Sikap Abang yang mengatakannya. "
"Engga kok, Abang gak cuek sama Ala. "
"Kita baikan yaa, " ucap Liza memberikan jari kelingkingnya.
"Iyaa, " ujar Eza lalu memberikan jari kelingking setelah itu Eza memeluk Liza, dirinya bersyukur dan bahagia mempunya adik seperti Liza yang hatinya bersih dan sikapnya sangat mengagumkan, ia bangga sekaligus bersyukur memilikinya.
"Kita tidur ya. "
"Iyaa Abang. "
"Abang ini lampu Abang? "
"Iyaa. "
"Abang beli? " tanya Liza.
"Iya dong La, masa Abang nyuri. "
"Hhee. "
"Coba nyalain. "
"Boleh? "
"Tentu, " ucap Eza kemudian Liza menyalakan lampu itu, Liza terkejut kala menyalakan lampu itu bagaimana tidak sinar lampu itu memiliki sebuah nama yang mampu membuat Liza terdiam dengan perasaan senang.
"Namanya, Liza Ala Amornya abang, " ucapnya, yaa itu benar sinar lampu yang mengarah ke atap itu menunjukan sebuah tulis 'Liza Ala Amornya Abang'.
"Buat Ala, " ucap Eza sambil tersenyum.
"Sungguh? " Liza tidak percaya dan Eza menanggapinya dengan senyuman dan gerak kepala.
"Abang terima kasih. "
"Sama-sama. "
"Ala tidur yah, " ucap Eza lalu menyelimuti Liza.
"Iya, Night Abang. "
"Night La. "
"Maafkan ucapan abang yang keterlaluan tempo hari La, sungguh Abang menyesalinya, " batin Eza sambil melihat Liza yang bersiap-siap untuk tidur. Liza terlalu lelah untuk berbicara panjang lebar cara terbaik yang Eza lakukan adalah membiarkan Liza tertidur.
Tok tok tok
"Adik? Sudah tidur? "
"Dik? " tanya Papah lalu membuka pintu kamar Liza, Papah terkejut ketika tidak menemukan Liza dikamarnya namun Papah mencoba untuk tenang.
"Dikamar Eza? " tanya Papah kepada dirinya kemudian Papah melangkah keluar dari kamar Liza dan berjalan ke kamar Eza.
Satu hal yang membuat Papah tersenyum kala membuka pintu adalah Papah melihat anak-anak kembali berdamai, Papah mendekat ke arah ranjang milik Eza dan menyelimuti keduanya dan terakhir mencium kening mereka.
"Selamat malam anak Papah dan Buna, " ucap Papah kemudian beranjak keluar dari kamar Eza.