Pada pagi hari yang cerah, matahari menyinari Winfield dan Akademi Militer Twelve. Para siswa-siswi berjalan di jembatan penghubung antara sekolah dengan apartemen. Mereka bersiap diri lebih awal agar tidak terlambat ke kelas. Di antara jembatan penghubung, Diva Lexton sedang berjalan sambil memandang layar handphonenya untuk menge-scroll sosial medianya.
Setelah berselancar di medsos, dia mematikan handphonenya dan menyimpannya di dalam bhnya. Ia berjalan dengan cukup lama dan suasana pun menjadi sepi. Tidak ada ocehan dan hinaan ku yang menyerang telinganya. Ia juga memandang pemandangan dari jembatan penghubung itu tanpa ekspresi yang dikeluarkannya.
Tak lama kemudian, ia bertemu dengan Bu Elevert di persimpangan jalan. ia pun menyapa Bu Elevert dan Bu Elevert pun membalas sapaan itu dengan ceria sambil menulis sesuatu kepada Diva.
"Selamat pagi…. Muridku yang tercinta…. Diva-chan Lexton."sapa Bu Elevert dengan tulisannya..
"Good morning, Ma'am Elevert. (Selamat pagi, Bu Elevert.)" sapa Diva kembali.
"Is he fine? (Apakah dia baik-baik saja?)" Sambung Diva sedikit cemas dengan kabarku.
"Mengenai Rizel.… Dia di belakangku…. Jangan mengintip!!" pinta Bu Elevert dengan tulisannya.
"Why I Shouldn't see him? (Kenapa aku tidak boleh melihatnya?)" tanya Diva sedikit cemas
"Dia pemalu…. Malu-malu kucing, deh…. Nanti bahaya." peringkat Bu Elevert.
"Oh, I see. All right then. I'm going to class asap (as soon as possible). (Oh, begitu. Kalau begitu, aku akan ke kelas secepatnya.)" ucap Diva mengakhiri pembicaraannya.
"Selamat tinggal…. Kita akan bertemu…. Kelas Disiplin." ucap Bu Elevert melalui tulisannya.
"Bye. Ma'am. (Selamat tinggal, Bu.)" sahut Diva meninggalkan Bu Elevert dan menuju ke kelas. Bu Elevert menyapa Diva yang menuju ke kelas. Di belakang Bu Elevert, terdapat seorang anak kecil yang berada di belakangnya. Itu adalah aku. Aku bersembunyi di belakang Bu Elevert dengan wajah yang memerah.
Aku sedang diborgol bersama Bu Elevert dengan tujuan agar aku tidak bisa lari darinya. Borgol itu baru bisa dilepas saat aku memasuki kelas. Bu Elevert segera menoleh kepadaku dan menuliskan sesuatu padaku.
"Rizel Sentinel…. Tidak apa-apa, nak…. Sudah diatur." ucapnya dalam tulisan.
Aku hanya mengangguk mengerti dengan ucapannya yang penuh dengan kasih sayang. Senyumannya yang tulus membuat situasi menjadi lebih tenang tanpa ada rasa ketakutan sama sekali. Aku pun terpaksa untuk memegang baju gurunya secara erat takutnya jika aku melepaskannya, para predator bersiap-siap untuk menyerang.
Sesampainya di kelas, Bu Elevert mengambil kunci borgol di dekat bhnya, lalu melepaskan borgol itu kepadaku. Lalu ia menuliskan sesuatu kepadaku agar tetap memegang kata itu sampai sepulang sekolah nanti.
"Rizel yang manis…. Jangan buat masalah…. Nanti repot, loh." pesan Bu Elevert kepadaku di tulisannya, lalu tulisan itu diberikan kepadaku untuk menyimpannya di saku bajuku.
Aku pun terdiam dengan kata itu. Sebelum kau kembali ke kelas, aku ingin sekali memeluknya, Namun, Diva menghampiri ku dan memanggil, "Hey, Kid. What are you doing to Ma'am Elevert, huh? (Apa yang Kamu lakukan pada Bu Elevert, huh?)" dengan penuh penekanan.
"Hey, p*****r. Jangan ikut campur urusanku atau kau akan…. Ouch!" Murkaku kepada Diva dan tanganku dicubit oleh Bu Elevert.
"Rizel yang manis…. Hayo, baru dibilang…. Sembrono amat." celoteh Bu Elevert memperingatkanku.
"Maaf." kataku seperti seekor anak kucing.
"Ahahahaha. How cute you're. Meow. (Kamu lucu sekali. Meong.)" ejek Diva memperagakan seperti seekor kucing.
"Aku akan balas perbuatanmu nanti." bisikku kepada Diva dengan penuh ancaman.
"Oh, Come on! You couldn't do that with your cute face. (Ayolah.Kau tidak bisa melakukan dengan wajah imutmu itu.)"
"Kau! Akan ku…" ancam ku terpotong akibat sengatan listrik.
"Diva yang cantik…. Jangan lakukan itu…. Atau dihukum." tegur Bu Elevert dengan tatapan seperti psikopat.
"Oh, come on! Are you kidding me? No more punishment. (Oh, ayolah! Apa kamu bercanda)" umpat Diva kesal.
"Sekali lagi…. Tolong jaga dia, yah.... Aku memohon." ujar Bu Elevert memohon melalui tulisannya menyerahkanku yang pingsan akibat setruman listrik kepada Diva.
"Never mind. What else can I do, try. (Sudahlah. Mau gimana lagi coba.)" balas Diva menerima permohonan Bu Elevert.
"OK, sayangku…. Aku akan kesini…. Habis belajar." sambil melambaikan tangan.meninggalkan Diva dengan uraian rambut yang halus. Diva hanya terdiam melihat guru itu sangat tulus dan manis. Ia kembali ke kelas dan bel akademi pun berbunyi menandakan pelajaran dimulai.
Saat pelajaran yang membosankan, aku terbangun karena ocehan guru yang tiada artinya itu. Pengucapannya sama seperti alien yang berasal dari planet Mars. Aku memilih menyembunyikan diriku dengan buku paket sementara Diva menatap pelajaran itu dengan setengah melamun.
Pelajaran pun berakhir, Diva menghampiriku dengan dan menepuk mejaku secara pelan.
"What? (Apa?)" sahutku sinis.
"Hey, What did you do yesterday? You were challenging the Principal. Did you go crazy? (Apa yang kamu lakukan kemarin? Kau menantang Kepala Sekolah. Apa kau sudah gila?)" Diva menggerutu.
"Huh. I wanna go to the canteen. Don't disturb me and leave me alone! (Saya ingin pergi ke kantin. Jangan ganggu aku dan tinggalkan aku sendiri!)" ucapku cuek meninggalkan Diva.
"You can't go alone. (Kau tidak bisa pergi sendiri.)" balas Diva menghampiriku.
"So what, b***h? (Emangnya kenapa, p*****r?)" Aku mengejek kepada Diva yang cerewet.
"Stop calling me b***h! (Berhenti memanggilku, p*****r!) Diva membentakku.
"Don't follow me! (Jangan ikuti aku!)" seruku.
"Argh! you make me angry. (Kau membuatku marah.)" umpat Diva berjalan ke kantin.
"Cih, dissident woman. (Wanita pembangkang.)" keluhku berjalan.
Setelah sampai di kantin, kami yang sudah membawa makan siang malah bertemu dengan Bu Elevert dengan porsi yang sama.
"Halo muridku…. Senang banget bertemu…. Tidak sabar,nih." nulisnya menyapa kami.
"Ma'am, why are you here? (bu, kenapa kamu disini?)" Protes Diva.
"Tugas selesai…. Aduh, capeknya hebat…. Waktunya makan!" jelas Bu Elevert melalui tulisannya.
"Ke tempat duduk…. Aku mau ngobrol nih…. sama kalian." sambung Bu Elevert mengajak kami.
Saat kami menikmati makan siang, Aku berada dekat dengan Bu Elevert dengan raut wajah seperti kucing sementara Diva di hadapanku dengan raut wajah mengejek. Akibat ejekan itu, aku dan Diva sempat bertengkar dan beradu mulut dengan hebat sementara Bu Elevert menulis sesuatu untuk mengangkat bicara.
"Hei, murid nakal…. Aku punya berita, nih…. Yang bagus, lho." tulisnya mengangkat bicara dan dicuekin oleh kami.
Kami yang sedang berkelahi tidak memperhatikan Bu Elevert sedang bicara karena ia hanya bisa menggunakan tulisannya di papan kecil yang panjang untuk berkomunikasi. Bu Elevert sangat kesal di dalam hati dan memiliki ide yang bagus. Ia beranjak dari tempat duduknya dan membuat suara seekor beruang dengan tape recordernya.
"Growl! Growl!"
"Shut up, bad bear! (Diam kau, beruang nakal!)" pinta Diva setengah ketakutan.
Aku pun ketakutan lalu mendekati Bu Elevert dan memeluknya sebagai perlindungan. Bu Elevert tertawa melihat tingkah laku kami dan menulis, "Itu hanya prank…. Orang seperti ini.... Lucu sekali." sambil menahan tawa.
Don't prank me! This is not funny. (Jangan mengerjaiku! Ini tidak lucu!)" murka Diva berdiri di hadapan Bu Elevert.
"Mama!" Ucapku ketakutan.
"Jangan khawatir…. Mama akan membantu…. Anak yang malang," tulisnya.
Aku pun mengangguk dan Bu Elevert senang mendengarkan itu. Diva memilih untuk menghabiskan makanannya sementara aku disuapi oleh Bu Elevert sehingga membuat murid di sekitarnya merasa iri kepadanya.
Setelah makan siang yang cukup ramai, kami berpisah dengan Bu Elevert dan kembali ke kelas. Setibanya di kelas, kami meneasuki kelas sambil bel berbunyi.
Kami tidak berbicara dalam waktu dekat dan sibuk dengan urusan masing-masing. Datanglah guru fisika dengan tatapannya yang tajam sekali. Dia tegas dan pendiam dalam melaksanakan sesuatu. Dia mulai menyengat bicara kepada 10 murid di kelas.
"Anak-anak. Aku punya pengumuman untuk kalian. Kalian akan pulang lebih awal karena sebagian besar guru kalian berangkat ke perbatasan untuk meredam pemberontakan. Jadi, bereskan buku kalian dan jangan ada disekolah. Itu saja."
Mendengar itu, aku dan Diva merasa tidak enak dengan pengumuman itu di tengah kegembiraan murid lain. Kami membereskan buku kami dan kami berada di kelas disiplin seketika.Percuma kami tidak bisa lari dari itu.
"Selamat datang…. Kalian akan senang…. Kelas Disiplin."
Kami menatapnya dengan tajam dan lesu. Kami segera duduk di tempat yang disediakan oleh Bu Elevert. Bu Elevert langsung memulai pembelajarannya mengenai aturan akademi ini. Aku dan Diva hanya menatap dengan setengah kosong. Saat Bu Elevert sedang menjelaskan, aku pun tertidur dengan nyenyak sementara Diva masih menatap ke papan tulis.
==============================
Di suatu hutan yang indah, terdapat seorang pasangan dan anaknya sedang melakukan perkemahan Mereka terlihat bahagia dengan nyanyian dan canda tawa yang mengelilingi mereka. Mereka juga menikmati pemandangan hutan sambil memakan barbeque yang lezat.
Namun, saat tengah malam muncullah sebuah tragedi dimana anak dari keluarga itu sedang tertidur lelah. Ia terbangun dari tidurnya dan keluar dari tendanya. Ia mencuci muka di sungai yang mengalir dekat tenda itu. Sosok itu mendatangi anak itu ketika anak itu mencuci mukanya. Dia mempersiapkan taringnya untuk memangsa anak itu. "Growl!!" Anak itu ketakutan dan berlari menuju hutan yang gelap.
Namun, beruang itu bergerak dengan cepat sehingga dapat menerkam kaki anak itu. Anak itu tidak bisa berdiri karena kaki nya terluka karena cakaran beruang itu. Ia bergerak dengan kaki yang luka itu dan bersembunyi di pohon, lalu ia terperangkap di dalam pohon lalu beruang itu berusaha menggapai anak itu dengan cakarannya dengan liar. Anak itu ketakutan dan ingin menangis. Namun, itu hanyalah mimpi buruk,
==========================
"Hah!" Aku terbangun dari tidurku dan Bu Elevert sudah ada di depanku. Ia memandangku seperti sosok seorang anak. Ia tersenyum dan menulis, "Rizel anakku…. Hayo, mimpi apa, nih?? Mimpi indah, yah??" dengan candaannya.
"Gak. Tidak apa-apa. Aku mau baca dulu." jawabku berbohong.
"Jangan tertidur…. Atau kau dihukum…. Dengan menyesal." tegurnya kepadaku.
Aku hanya mengangguk sementara Diva menahan tawanya. Kelas Disiplin mulai berjalan kembali.
{{{•••}}}