"Aah, jadi begitu, ya?" Zahal mengangguk-angguk. "Baiklah, kurasa aku pun terpaksa harus memanggil dia dengan nama itu."
"Ya, sudah seharusnya. Lagipula, bukankah dia itu tangan kanan Sang Iblis?"
"Benar. Kau benar," pria itu mengangguk-angguk lagi sembari tertawa pelan. "Baiklah, baiklah. Lalu, di mana dia sekarang?"
"Sayang sekali, Zahal. Dia baru saja pergi demi satu kepentingan."
"Begitu, ya?" Pria itu menggaruk-garuk dagunya.
"Tapi itu tidak masalah," ujar Pharas kemudian. "Kau bisa menunggu dia di dalam rumah itu. Apakah Bardhom juga sempat mengatakan padamu bahwa ada seorang wanita muda bernama Eredyth?"
"Ya, sepertinya aku mendengar Ifrit yang satu itu berkata demikian."
Dasar laki-laki! Gumam Pharas di dalam hati. Selalu memberi tahu pada orang-orang tentang wanita yang pernah mereka sanggamai. Berbagi kesenangan? Yang benar saja!
Menyebalkan!
"Baiklah, Zahal. Senang bisa mengenalmu."
"Sepertinya kau ingin pergi ke satu tempat," ucap Zahal. "Apa aku salah?"