|13| Bukan Salah Anna

"Kak Vellice bener bener alergi susu cokelat kak! Hiks Hiks" ucap Anna sambil sesenggukan. Arlan masih saja tidak percaya dengan ucapan Anna.

"Ssudahh" ucap Vellice lirih. Tangannya menggenggam tangan Arlan lemah.

Arlan menghela nafas lelah.

"Keluar" ucap laki-laki itu pada Anna.

Anna keluar ruangan dengan masih sesenggukan.

"Lo Na" ucap Atta.

"Huaaaa!! Hiks hiksss!" seru Anna langsung. Ia secara reflek langsung berjongkok, menenggelamkan kepalanya. Dengan tubuh bergetar ia menangis.

"Sudahh jangan nangis" ucap Atta. Ia mengusap kepala Anna lembut.

"Bu-bukan akuu hiks hikss" ucap Anna terbata bata.

"Kenapa?" tanya Ashad. Ia langsung ikutan Ari dan Atta yang jongkok di depan kamar Vellice. Setelah tadi sudah memberikan obatnya ke Arlan.

"Ka-kak Vellice per-nnahh bil bilang kalau d dia nggak suka su su cokelat. Ja-jadi tadi aku kasih susu putih k ke k kak Arlan" ucap Anna.

"ATTA!! ARI!! ASHADD!! AIR PUTIHNYA MANAA!!" teriak Arlan mengejutkan mereka ber empat.

"Astagfirullah! Arlan!" seru Atta kesal.

"Ar!Lo ah! Gue udah nyetir tadi" ucap Atta.

Ari dengan pasrah langsung turun mengambil minum .

* * *

"Minum obat dulu" ucap Arlan. Ia membangunkan Vellice dengan perlahan.

Vellice pun duduk dengan bersandar pada dada Arlan.

"Lemes banget ya?" ucap Arlan khawatir ketika melihat kepala Vellice benar benar terkulai di pelukannya.

"Nih" ucap Ari masuk sambil memberikan Arlan air putih.

"Aku gabisa minum obat" ucap Vellice lirih.

"Hah?" tanya Arlan.

"Di remuk dulu" sahut Vellice dengan mata masih terpejam.

"Remukin Shad" ucap Arlan pada Ashad dan Ari yang baru saja masuk.

"Apa? Remukin apa?" tanya Ashad.

"Obat, nih" ucap Ari menunjuk obat di atas nakas.

"Gimana caranya?" tanya Ashad.

"Tinggal pukul lah" ucap Atta santai. Ia langsung duduk di atas kursi yang ada di kamar itu.

Ashad menaruh obat itu di dalam bungkus plastik lalu memukulnya beberapa kali.

Setelah halus, ia menaruhnya di atas sendok. Mencampurkannya dengan sedikit air putih.

"Nih" ucap Ashad.

Arlan menerima sendok itu.

"Aaa" ucap Arlan. Tangannya bergerak menyentuh dagu Vellice. Vellice meminumnya. Ia langsung mengernyit. Matanya terbuka dan meraih air minum yang di pegang Ari. Meminumnya hingga kandas.

"Belom halus... hiks.. pahit.." rengek Vellice.

"Udah iyaa, tidur lagi dulu" ucap Arlan. Kembali membiarkan Vellice tidur.

"Kita?" tanya Ashad.

"Pulang lah!" sahut Arlan cepat.

"Lo?" tanya Ari.

"Tidur sini lah" sahut Arlan enteng. Tangannya masih mengelus dahi Vellice. Berusaha membuat perempuan itu nyaman. Perempuan itu bahkan merintih dalam tidurnya.

***

Pagi ini Vellice terbangun dengan perasaan dan kondisi fisik lebih baik. Sebenarnya ia agak terkejut ketika bangun mendapati 4 orang laki-laki ikut berada dikamarnya. Apalagi Arlan yang tertidur di sampingnya. Laki-laki itu tertidur dengan posisi duduk.

Vellice langsung bangkit menuju kamar mandi. Kakinya melangkah dengan hati hati agar tidak menginjak orang orang yang tergeletak di kasur lipat atas lantai. Darimana juga coba mereka dapet kasur lipat, batin Vellice.

Vellice segera mandi. Sebenarnya bukan mandi. Hanya gosok gigi dan cuci muka. Tadi saat ia akan mandi reflek melihat kaki dan tangannya yang masih diperban. Setelah selesai pun yang ia dapati masih dengkuran halus para manusia ini.

"Bangun woi!" seru Vellice kencang. Namun dasarnya laki-laki kalo udah molor sulit dibangunin.

Vellice melangkah sedikit tertatih menuju kasur. Ia langsung duduk diatas kaki Arlan.

Hal tersebut reflek membuat Arlan terbangun.

"Akh! Lice? Dah bangun?" ucap Arlan. Setelah menguap sebentar ia langsung bangkit duduk. Rupanya dia langsung berbaring ketika Vellice pergi dari kasur. Mengangkat Vellice agar duduk di sampingnya dan juga tidak menduduki kakinya. Tangannya bergerak menyentuh dahi Vellice. Ternyata memang demamnya hanya gara-gara alergi. Bisa gawat kalau perempuan ini demam lagi.

"Kamu mandi?" tanya Arlan.

Vellice menggeleng menjawab pertanyaan Arlan. Ia ingin memundurkan badannya agar bisa bersandar pada sandaran kasur. Namun, Arlan langsung menarik Vellice kearahnya.

"Disini aja" ucap Arlan setelah menyandarkan kepala Vellice di dadanya. Namun, Vellice langsung menarik diri.

"Mandi sana! Bau!" seru Vellice kesal. Ia benar-benar kesal bukan main. Bagaimana tidak? Untuk menghalangi dirinya agar tidak bunuh diri kan syaratnya dia tidak boleh suka dengan laki-laki ini. Tapi lihat? Apa yang dilakukan laki-laki ini setiap harinya. Semakin bertambah hari semakin menyebalkan saja perlakuannya.

Arlan mengernyit sebentar lalu kembali menetralkan raut mukanya. Ia melempar bantal ke arah teman temannya.

"BANGUN WOI!" seru Arlan.

Mereka mulai menendang satu sama lain. Lalu mata mereka mulai terbangun.

"Apaan sih" sahut Ashad dengan mata terpejam.

"Masih ngantuk tahu" sahut Ari, matanya yang tadi sempat terbuka kembali menutup.

"Ha?" kini ucap Atta. Matanya yang tadi terbuka karena terkejut akan lemparan Arlan. Kini semakin terbuka lebar ketika melihat adanya Vellice didepannya.

"Kita di kamar cewek bego! Bangun! Bangun!!!" seru Atta mengeplak tubuh teman temannya.

"Hah!? Cewek? Gue apain?" sahut Ashad. Ia langsung terduduk.

"Akh, gue lupa kalo nginep disini" ucap Ari sambil menguap lebar.

"Lice gue masih ngantuk. Numpang tidur dulu ya" lanjut Ari. Ia kembali memejamkan matanya. Tangannya memeluk guling dengan erat.

"Vel!" sahut Arlan.

"Iya iya Vel. Bukan Lice" gumam Ari menyahuti Arlan. Sebenarnya mereka terkadang ikut salah memanggil Lice gara gara mendengar Arlan yang terlalu sering memanggil Vellice dengan panggilan Lice.

"Gue juga" ucap Ashad. Ia kembali tertidur lelap.

Melihat mereka menguap, membuat Vellice ikut menguap. Ia pun kembali merebahkan badannya.

"Mandi dulu sana. Yang lain juga. Kalo udah selese bangunin" ucap Vellice dengan mata terpejam.

Arlan hanya bisa menghela nafas. Ia langsung mengambil kunci mobil Ari dan turun ke bawah. Hendak mengambil pakaian ganti yang semalam memang di bawa oleh Ari, Ashad dan Atta.

"Udah bangun?" tanya Arlan ketika melihat Anna yang sedang sibuk di bawah.

"E-eh. Emmm" gumam Anna dengan kepala menunduk. Ia masih takut dengan Arlan. Apalagi kini kepalanya langsung memutar adegan semalam.

"Hmm, sorry gue ngebentak lo" ucap Arlan. Anna mengangkat kepalanya menatap Arlan. Tersenyum manis sambil mengangguk.

"Maaf juga kak" sahut Anna.

"Ngapain bersih bersih? Ga ada pembantu?" tanya Arlan.

"Nggak kak. Biasanya kalau hari libur gini aku memang bersih bersih rumah" sahut Anna.

"Vellice?" tanya Arlan.

"A-ah iya sama Kakak juga" sahut Anna.

"Gausah bohong. Kayak gue ga tahu sikap tu anak gimana" ucap Arlan sambil tertawa. Entah kenapa kepalanya membayangkan Vellice memakai apron dan sedang memasak. Pasti akan terjadi kebakaran hebat. Ia benar-benar yakin kalau perempuan itu tidak bisa melakukan apapun.

Arlan langsung berlalu keluar. Ia segera mengambil pakaian ganti untuk dirinya dan teman temannya.

"Sorry ya ga bisa bantu dulu. Gue ga bisa biarin mereka ada di kamar Vellice tanpa pantauan" ucap Arlan sedikit tertawa.

"Iya kak" sahut Anna.

Arlan segera naik, ia pun langsung mandi secepat mungkin.

Setelah itu ia menyuruh yang lain segera mandi.

Anehnya yang ia lakukan setelah mandi hanya menatap perempuan yang sedang tertidur lelap itu. Entah mengapa, Arlan selalu merasa ada yang aneh dari Vellice.

Vellice yang dulu pasti pipinya selalu memerah ketika ia ajak bicara. Sekalipun ketika ia memarahinya gara gara melanggar peraturan. Pipi Vellice akan langsung memerah.

Ia juga tahu kalau perempuan ini menyukainya sejak lama. Namun, ia tidak terlalu menyukai sifat Vellice yang selalu melanggar peraturan. Juga yang selalu mengerjai anak anak lain.

Tapi, akhir-akhir ini perubahan Vellice terlalu sulit ia terima. Kemana Vellice yang selalu mencuri-curi pandang kepadanya?

Ingatannya kembali mengingat pada saat SMP. Dulu, Vellice terus terusan membawakannya susu coklat. Dan ia tidak pernah menerimanya. Ia hanya akan membiarkan susu coklat itu diminum temannya yang lain.

Seketika juga ia teringat. Vellice selalu menggunakan alasan, ia tidak suka susu cokelat ketika memberikan susu itu padanya.

Arlan menatap Vellice. Matanya terus menatap muka Vellice. Ini adalah kesekian kalinya ia berfikir hal yang sama. Apa dia masih Vellice yang sama?

"Berenti natap anak orang gitu!" ucap Atta sambil melempar handuk yang baru saja ia pakai hingga menutup kepala Arlan.

***